Seandainya

1.3K 135 17
                                    

"Ini seandainya. Seandainya aku ga bisa punya anak gimana?" Ujarnya lirih, kemudian menundukan kepalanya. Ingin rasanya ia juga menutup telinganya, takut mendengar jika jawaban Stefan akan sama seperti yang selama ini ia takutkan, yang selalu menghantui dirinya...

Stefan perlahan menghela nafasnya, mengangkat perlahan wajah Yuki. Kini terlihat bola matanya yang indah dipenuhi bola-bola bening yang menggumpal dipelupuk matanya. Perlahan bola-bola itu memecah, setiap bulir demi bulir mengalir dipipi mulus Yuki.
Stefan membiarkannya. Membiarkan Yuki mengeluarkan semua sesak dihatinya melalui cairan hangat itu. Ini sudah kali keberapa dia harus menyaksikan airmata itu mengalir dengan alasan yang sama.
"Aku udah pernah bilang kan sama kamu, selama kamu ada disamping aku, aku ga butuh apa-apa lagi. Cukup kamu bagiku, Yuki sayang. Ini bukan cuma soal janji aku dihadapan-Nya akan menjaga kamu dan mencintai kamu selamanya. Ini tentang hati, tentang hati yang sudah terpaut didalam satu rasa dengan cinta kamu. Aku telah lama jatuh sayang, jatuh didalam hati kamu. Dan aku sama sekali tak ingin bangun. Bangun untuk meninggalkan cinta kamu. Cinta kita.." Ucap Stefan meyakinkan Yuki, ia sama sekali tak ingin membebani Yuki, walau jauh didalam lubuk hatinya ia pun menginginkan momongan.
Ia menarik Yuki kedalam pelukannya dan tetap membiarkan istrinya menangis disana, membuat hangat dan basah dadanya.

"Tuhan terimakasih telah menitipkan rasa yang begitu besar kepadanya untukku. Jangan ambil salah satu rasa ini dari kami. Aku maupun dia tak akan sanggup Tuhan.. Sudah terlalu dalam rasa ini bersemayam" gumam Yuki dalam hati

Stefan perlahan melepaskan pelukannya. Menyipitkan matanya hingga hidung mancungnya pun ikut berkerut.
"Iissh,, nangis mulu. Ga takut kering tuh airmata" godanya sambil mencolek dagu Yuki, spontan saja kata-kata Stefan itu membuat Yuki kesal dan memukul gemas dada Stefan.
"Iih sakit tau" keluh Stefan sambil mengelus-elus dadanya sendiri.
"Bodo,, abisnya kamu ngeledek. Aku kan lagi sedih. Dihibur kek, dipeluk kek, dibelai-belai kek. Malah diledekin. Nyebelin" rajuk Yuki. Stefan tertawa geli mendengar rajukan Yuki.

Ia perlahan mendekatkan wajahnya pada Istrinya itu,tangannya mulai menjelajah dibagian perut. Memutar dan mengusap-ngusapnya halus hingga pinggangnya. Sebelah tangannya bermain nakal diatas paha Yuki yang hanya memakai dress diatas lutut itu hingga memperlihatkan sebagian kulitnya yang putih bersih. Ia semakin memojokkan posisi Yuki di sudut sofa. Yuki menarik lengan baju Stefan dan menggigit bibir bawahnya sendiri saat merasakan sentuhan tangan Stefan mulai bermain sangat nakal didaerah sensitifnya.
Stefan merundukkan sedikit wajahnya, matanya terus menelusuri setiap lekuk-lekuk indah diwajah istrinya itu.
Perlahan Yuki memejamkan matanya, ia seakan pasrah.
Stefan terlihat menahan tawanya melihat Yuki seperti itu. Ia mendekatkan bibirnya ditelinga Yuki dan berbisik sesuatu.
"Pengen banget emang digituin" ucapnya lalu langsung kabur
"STEFAANNNN..." teriak Yuki jengkel.
Ia berniat mengejar Stefan namun ia mengurungkan niatnya saat mendengar bel rumahnya berbunyi.
Senyumnya mengembang begitu melihat orang dibalik pintu itu.
Ia langsung memeluk hangat orang itu.
"Apa kabar" sapanya pada gadis cantik yang sudah ia anggap sahabat barunya itu.
"Baik Yuk.." jawabnya sambil melempar senyum termanisnya.

"Btw, gue ganggu ga nih? Pagi-pagi udah namu aja" tanya Ariel basa basi.
"Lo kaya sama siapa aja sih Riel,, santai aja kali" jawab Yuki sambil membawakan 2 cangkir teh.
Ariel tersenyum mendengar jawaban Yuki, dia memang kadang merasa sakit hati jika mengingat Stefan dan Yuki namun jika ia dekat dengan Yuki, ia sama sekali tak merasakan sakit itu. Lupa akan semua rasa sakit hatinya.
Ia diam-diam mencuri pandang kesekitar ruangan, mencari-cari seseorang yang juga pemilik rumah ini.

"Stefan mana Yuk, ko ga keliatan" Ariel akhirnya memberanikan diri menanyakan keberadaan Stefan.
"Paling diatas lagi ngerjain tugas-tugas kantornya, dia mah ga libur ga kerja sibuk mulu sama laptop dan seabrek buku-buku" Oceh Yuki.
"Oya bentar gue panggilin dulu ya" lanjutnya, namun Ariel menahan langkahnya.
"Udah gausah. Biarin aja Yuk, kan masih ada lo yang nemenin gue" ujar Ariel.
Yuki tersenyum kemudian mengajak Ariel kedapur, membuat sebuah sushi.

Mereka terlihat sangat akrab, canda tawa tak lepas dari setiap topik pembicaraan yang mereka bahas.
Yuki mendekati Ariel yang terlihat sedang sibuk dengan hand mixernya, mengolah semua bahan-bahan menjadi satu.
"Yaampun Ariel.. Diiket dong rambutnya. Gue iketin yah" tanpa menunggu persetujuan Ariel, Yuki membantu mengikatkan rambut Ariel.
Ariel merasakan hatinya seperti tersentil, melihat sikap Yuki kepadanya. Yuki sebenarnya orang yang sangat tidak ia inginkan keberadaannya, karna dialah penyebab separuh hatinya kini menghilang, dia pencuri itu. Namun disisi lain, jauh didasar hatinya ia juga menyayangi Yuki. Sikapnya yang begitu lembut dan perhatiannya yang tulus membuatnya nyaman berteman dengan Yuki.

Tanpa sepengetahuan Ariel, diam-diam Yuki memperhatikannya. Yuki menatap Ariel lekat, ya dia sangat cantik. Matanya sangat indah dengan iris mata coklat terang, hidungnya yang mancung dan kulitnya yang putih mulus. Nyaris sempurna.
"Lo cantik bgt sih Riel" celoteh Yuki. Ariel tertawa mendengar pujian Yuki.
"Jangan bilang lo naksir lagi.sama gue.." seketika tawa pecah diantara mereka.
"Oya, emang Stefan dulu ga pernah gitu naksir lo? Secara lo kan cantik banget" tanya Yuki polos.
"Uhuk2..." Ariel tiba-tiba tersedak mendengar pertanyaan Yuki itu.
"Gue ketoilet dulu Yuk" pamitnya terburu-buru, Yuki hanya mengangguk dan meneruskan pekerjaannya tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun.

Stefan mengendap-endap mendekati Yuki, ia menyelinapkan tangannya dan memeluk pinggang ramping Yuki kemudian bergelayut manja dibahu Yuki sambil memejamkan matanya.
Yuki melirik kearah Stefan melalui ekor matanya, ia langsung tersenyum jahil.

"Aww..sakit" keluh Stefan saat Yuki menginjak kakinya. Ia mengusap-usap kakinya sambil meringis kesakitan.
"Bodo..siapa suruh tadi ngerjain aku" ucap Yuki cuek, ia masih sibuk mengolah adonan kue tanpa menatap Stefan
"Ohh ngambek nih ceritanya" goda Stefan sambil mencolek dagu Yuki.
"Berarti tadi emang udah ngarep ya pengen digituin?" Bisik Stefan nakal ditelinga Yuki, ia menyibakkan rambut Yuki dan sedikit membenamkan wajahnya, mencumbu leher jenjang itu.
Yuki mencoba menghindar, ia tak ingin dikerjai untuk yang kedua kalinya. Stefan tersenyum menyadari Yuki yang masih kesal.
"Udah dong marahnya" bujuknya.
"Bodo" ucap Yuki singkat seraya memanyunkan bibirnya. Stefan malah tersenyum nakal melihat ekspresi lucu istrinya.
"Mau dikepang tuh bibir" goda Stefan dengan senyum nakalnya.
Yuki berbalik kearah Stefan dan dengan cepat menggelikitiki perut Stefan dengan jari-jarinya.
"Ia ampun-ampun." nyerah Stefan lalu kabur, menghindari serangan Yuki.

"Aww..." Pekik Ariel saat tubuhnya tertabrak keras.
Stefan yang kaget, refleks menarik tangan Ariel dan sebelah tangannya lagi menopang pinggang Ariel yang hampir jatuh.
Tanpa disadari, mata mereka saling terpaut dengan jarak yang cukup dekat.
Ariel merasakan seperti waktu berhenti di detik ini, detak jantungnya seolah melemah. Ia bahkan ingin waktu benar-benar berhenti disini saja tak perlu berjalan lagi, didalam pelukan ini, didalam keteduhan pandangan mata ini, didalam kenyamanan hati ini.

"Kamu selalu mampu membuat pelangi bahkan setelah hujan badai yang kau cipta. Ini sungguh indah" batin Yuki.

"Sorry sorry Ariel" Stefan segera melepaskan pelukannya dan membantu Ariel berdiri normal.
Ariel hanya mengangguk, jantungnya seolah masih shock dengan kejadian tadi, terasa dari detaknya yang masih tak beraturan. betapa ia tadi bisa merasakan nafas Stefan begitu dekat mengenai wajahnya, membelai halus kulit mulusnya.
"Kamu disini dari tadi? Udah sembuh?" Tanya Stefan sedikit heran.
"Iya Steff. aku udah baikan. Sebenernya aku kesini mau minta maaf soal yang kemarin. Itu benar-benar diluar kendali aku. Maaf yaa" Ariel menundukan kepalanya, ia tak lagi sanggup menatap mata Stefan. Sorot mata itu selalu membuatnya ingin memiliki. Dan dia takut jika keinginan itu menjadi sangat kuat, karna ia sadar itu hanya akan menyakiti dirinya sendiri.

Stefan mengacak pelan rambut Ariel, mengangkat wajahnya.
"Udah berapa kali aku buat kamu nangis kaya gini Riel? Harusnya aku yang minta maaf bukan kamu" ujarnya seraya menghapus airmata yang mengalir dipipi Ariel.
"Aku ingin menjadi alasan untuk setiap senyuman diwajah kamu Ariel, bukan alasan untuk setiap tangis diwajah kamu. Aku sayang sama kamu.." Stefan menghentikan sejenak ucapannya, menundukan kepalanya. Mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan kata-katanya.
"Tapi please, jangan meminta aku untuk berbagi karna aku ga akan pernah sanggup ngelakuinnya" hatinya seketika luruh setelah mengucapkan itu, ia menatap wajah Ariel yang nampak muram, raut wajah Ariel benar-benar telah mengoyak hatinya. Terasa menghujam pilu hatinya melihat Ariel terpuruk seperti itu karenanya...

TO BE CONTINUE

*Maaf ya lama share'y :) . Makasiih semuanya buat kritik&sarannya, buat vote&comment'y juga ;)

Our Marriage LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang