Tak Sehangat Dahulu

1.4K 149 13
                                    

Yuki menatap dirinya didepan cermin. Ia memperhatikan setiap lekuk diwajahnya, menata rambutnya sedemikian rupa.
"Aku masih cantik kan?" Celetuknya, berbicara pada dirinya sendiri lewat pantulan cermin itu. Sesaat ia memanyunkan bibirnya.
"Tapi kenapa Stefan gak sehangat dulu. Apa dia mulai bosan padaku" berbagai pikiran negative menyesaki otaknya.

Stefan keluar dari kamar mandinya, ia tersenyum melihat ekspresi lucu Yuki didepan cermin.
"Udah cantik sayang" ucapnya sambil terus sibuk merapihkan dasinya.
Yuki beranjak mendekati Stefan dan membantu merapihkan dasinya.
Dia tersenyum semanis mungkin untuk suaminya itu.
"Kamu ntar pulang malem lagi?" tanya Yuki seraya berharap agar Stefan tak menjawab 'iya'.
"Ga tau deh sayang, aku usahain pulang cepet yah" ucapnya terlihat terburu-buru sambil melirik jam ditangannya.
"Oya sayang, aku ga sempet sarapan kayanya. Udah mau telat.." Ucap Stefan nampak terburu-buru.
"Tapi Steff.." Belum selesai Yuki menuntaskan kata-katanya, Stefan segera mencium keningnya dan berlalu pergi. Ia sempat mengucapkan sesuatu untuk Yuki sebelum pergi.

"I love you" kata itu yang terdengar di telinga Yuki.
"I love you" gumam Yuki menirukan kata-kata Stefan.
"Kenapa gak terdengar seindah dulu" batinnya, ia kemudian tersenyum pahit.
Entah mengapa ia merasakan kata-kata itu seolah tak 'bernyawa' hanya sebatas kalimat namun tak memiliki arti. Terasa kosong, hampa.

"Andai aku bisa memberinya anak, mungkin dia akan lebih mencintaiku" ucapnya sendu, kembali teringat lagi akan penyakitnya. Kenyataan paling menyakitkan dalam hidupnya, walau ia tau kemungkinan akan selalu ada tapi dia hanya mendapat kemungkinan lebih kecil dibanding wanita-wanita lain yang bersih dari penyakit yang dia derita.
Yuki membuka laci di meja riasnya. Diambilnya beberapa botol-botol kecil berisi bulatan-bulatan padat berwarna-warni. Nampak cantik, tapi tidak demikian dengan rasanya.
Ia menatapnya nanar,,
"Heii... Bantu aku untuk sembuh" ucapnya terlihat konyol, berbicara dengan benda yang tentu tak akan pernah mendengarnya, ia sekarang berkawan akrab dengan obat-obat dari dokter yang harus rutin ia minum itu. Wajahnya nampak sayu.
"Ya Allah sembuhkan aku" batinnya kemudian menelan satu per satu butir demi butir pahit itu.

------
"Happy birthday.." Ucap Stefan sambil menyodorkan mawar merah, bunga kesukaan gadis itu. Senyum merekah dibibir Ariel, ternyata masih ada orang yang mengingat hari lahirnya.
"Kenapa mawar?" Tanya Ariel singkat sambil menghirup aroma wewangian yang dihasilkan bunga itu.
"Aku ga akan pernah lupa kalau kamu adalah gadis penggila mawar. Kamu masih ingatkan dulu sewaktu pulang sekolah kamu pernah merengek kaya anak kecil, meminta mawar yang ditanam di sebuah pot milik tetangga kamu. Dan aku nekat menjadi maling hari itu dengan memetiknya tanpa ijin dan memberikannya padamu. Walau akhirnya ketauan dan kita berlari bersama karena ketakutan" kenang Stefan akan masalalunya bersama Ariel. Salah satu memory indah didalam hidupnya dimana ia mulai merasakan satu rasa berbeda untuk pertama kalinya.
"Iya kamu emang sahabat aku yang paling baik saat itu. Thanks ya" ucap Ariel tersenyum manis, matanya terlihat berseri-seri. Cinta seakan menari-nari di bola matanya saat ia bertatap wajah dengan Stefan.

"Hingga saat ini Riel, aku akan berusaha menjadi sahabat terbaik untuk kamu" ucap Stefan dengan senyumnya, ia mengacak pelan rambut Ariel dan berlalu menuju ruangannya.
"Iya Steff, hanya sebatas sahabat. Kamu tak perlu menekan kata-kata itu. Aku tau, tak mungkin kamu meninggalkan dia untukku" batin Ariel, hatinya kembali menyesak. Cinta yang ia punya seperti penyakit ganas yang bersarang ditubuhnya. Bisa kapan saja menusuk hatinya tanpa ampun. Cinta yang membuat hatinya luruh hancur tak berbentuk.
"Aku semakin jauh tersorok kedalam relung kasihnya. Tersesat, dan aku tak yakin akan temukan jalan untuk pulang" batinnya, matanya kini nampak memerah.

-------
Stefan terlihat fokus dengan pekerjaannya. Tangannya lincah menari-nari diatas tuts keyboard, sesekali ia membaca berkas-berkas, berpikir dan kembali fokus pada layar datar itu.
Drrrrt...Drrrrt...Drrrrtt....
Ia meraih handphone nya yang bergetar, seulas senyum mengembang dibibirnya setelah membaca isi pesan itu.
Ia kemudian memainkan jarinya diatas handphone'y. Membalas pesan itu.
"Iya sayang, aku usahain pulang cepet ya. Love you" sending...

Tok...tok...tok
Sebuah ketukan mengalihkan fokus Stefan pada handphonenya.
"Permisi.." Ucap Ariel. Stefan tersenyum dan menyuruhnya masuk. Ariel membawa beberapa berkas yang harus Stefan tandatangani.
Ia membacanya sejenak sebelum membubuhkan tandatangannya.

"Oya ky, hari ini kan aku ulang tahun. Aku traktir kamu makan yah. Gimana?" Ucap Ariel antusias, sejenak ia menangkap raut muka Stefan yang nampak bingung.
"Ajak Yuki aja sekalian" lanjut Ariel. Stefan tersenyum dan menerima ajakan Ariel.
Ini hari specialnya dan nampaknya hanya dia yang mengingat hari itu, ia tau betul sejak sekolah saat Ariel ulang tahun, mami papi nya tak pernah memberinya sekedar ucapan selamat. Entah lupa atau apalah itu, dia memang sangat kurang mendapat perhatian. Stefan tak sampai hati menolak permintaan Ariel.
'Sehari ini' pikirnya.

------
Yukivterlihat bersemangat menyiapkan berbagai makanan untuk dinnernya bersama sang suami. Ia memasak semua makanan kesukaan Stefan. Tak lupa ia menaruh sebucket mawar putih sebagai penghias diatas meja makan dan beberapa lilin berwarna merah agar nampak romantis.
Ia melirik jam didinding kemudian tersenyum. Setengah jam lagi pulang.
Ia bergegas menuju kamarnya, hendak membersihkan tubuhnya. Diraihnya ponsel yang dari tadi terabaikan.
Beberapa miscall dari Stefan, serta satu pesan darinya.
Ia terduduk disisi ranjang setelah membaca sms itu, airmata mengalir begitu saja dari kelopak matanya.
"Sayang, maaf hari ini aku pulang telat lagi. Besok aku janji pulang cepet yah. Love you" begitu bunyi sms dari Stefan, 2jam yang lalu pesan itu masuk ke hp nya.

-------
Stefan bergegas masuk kerumahnya, ia masuk kedalam kamarnya yang nampak remang. Dilihatnya Yuki telah tertidur disana. Ia mendekatinya dengan hati-hati tak ingin mengganggu tidur istrinya, ia mengusap lembut rambut Yuki kemudian mencium keningnya.
Ia kemudian bergegas kekamar mandi. Tanpa ia sadari, Yuki meneteskan airmata melalui sudut matanya yang tertutup. Yuki ternyata tak benar-benar tidur, Sekuat mungkin ia menahan isaknya. Terasa sakit dan sangat menyesaki tenggorokannya.
'Jika diam akan membuatmu nyaman, maka selamanya aku akan bungkam tentang rasa yang menyesakkan ini' batin Yuki.
ia hanya ingin mencoba mengerti kondisi Stefan saat ini yang memang sibuk dengan pekerjaannya walaupun itu sangat membuatnya sakit, ia tau Stefan tak pernah bermaksud untuk menyakiti hatinya namun mungkin keadaanlah yang sedang mempermainkan perasaannya. Ia mencoba bertahan dalam segala pengertiannya.

Stefan keluar dari kamar mandi, badannya nampak segar setelah membuang lelah-lelahnya dengan guyuran-guyuran air. Ia berjalan keluar kamar hendak mengambil minum didapur. Matanya terpaku ketika melihat meja makan, berbagai makanan tersaji disana. Terdapat pula bunga mawar cantik, dan sisa-sisa lilin yang hampir redup apinya.
Hatinya seketika terenyuh. Ia merasa menjadi orang yang paling bodoh saat itu.
Dengan setengah berlari ia menuju kamarnya lagi, dahaganya seketika hilang.
Ia membuka pintu kamarnya pelan lalu mendekati Yuki. Diperhatikannya dengan baik Yuki yang terlihat memejamkan matanya. Ia menangkap ada gerakan yang sangat halus dibahu Yuki.
Bahunya nampak naik-turun.
Ia menyalakan lampu, hingga semuanya nampak jelas. Ia duduk disisi ranjang, Terlihat pipi Yuki sedikit basah. Ia menyapu cairan itu hingga Yuki membuka matanya. Kini terlihat mata Yuki begitu merah.

"Maafin aku.." Ucap Stefan terlihat sangat menyesal.
Yuki hanya mengangguk dan mencoba untuk tersenyum.
"Aku janji besok aku pulang cepat sayang" Stefan berulang-ulang mencium tangan istrinya itu. Yuki kembali tersenyum mendengarnya. Stefan menarik Yuki kedalam pelukannya namun kini dirasakan tubuh Yuki semakin bergetar, dadanya terasa hangat. Yuki menangis didalam pelukannya.
Stefan melepas pelan pelukannya, ia menatap Yuki lekat sambil membersihkan airmata dipipi Yuki.

"Sayang kamu kenapa?" Ia heran tiba-tiba Yuki menangis sesenggukan seperti itu.
"Stefan, apa kamu gak pernah merindukanku lagi" ucap Yuki sedikit terbata-bata, ia tak bisa lagi menahan rindunya seorang diri.
Hati Stefan seperti tersentil. Mendadak hatinya terasa sesak.
"Ya Tuhan sudah berapa lama aku mengabaikannya. Sudah berapa lama aku tak meluangkan waktuku untuknya, sudah berapa lama dia menungguku sampai aku menyadarinya. Ya, aku telah lama tak menyentuhnya. Tak mengobati rindunya. Dan sekarang aku baru merasakan itu, betapa aku juga sangat,sangat merindukannya. Hingga sesak ini tak hanya bersarang di hatiku tapi disetiap organ tubuh ini, membekukan darah-darah ini" batinnya lirih.
Tanpa berkata apapun, ia menatap lekat Yuki. Tangannya meraba lembut setiap lekuk wajah istrinya itu.
Menyentuh halus pipi hingga bibirnya yang terasa begitu lembut dengan ibu jarinya. Merasakan kembali detik-detik indah yang terasa hilang belakangan ini.
Ia mendekatkan wajahnya, membiarkan wajahnya begitu dekat dengan Yuki membiarkan nafas Yuki menyapu-nyapu wajahnya dengan begitu hangat.
Airmatanya perlahan menetes.

TO BE CONTINUE

Our Marriage LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang