PROLOG

3.7K 24 0
                                    

Diandra menatap layar laptopnya, jemarinya menari riang di atas keyboard, menuliskan kata demi kata. Sesekali senyumnya mengulum,

"Ngapain senyam-senyum sendirian!" suara pria itu menyentakkannya.

"Siapa yang ngizinin kamu masuk?" protes Diandra. Dengan cepat ditutupnya window tempatnya menulis tadi

"Emang nggak boleh??" Kini pria itu berdiri tepat dibelakangnya. Mengelus rambutnya lembut.

"Ini kamarku? Tentu saja kau harus minta izin dulu" Pria itu mengangkat kedua alisnya. Menatap laptop yang masih berkedip di depan Dindra

"Lagi ngapain, ngisi jurnal harian kamu? Emang masih butuh jurnal itu? Sekarang kan ada aku?" Pria itu memutar tubuh Diandra, menatap bening mata Diandra. Tak peduli dengan protesnya tadi.

"Kau pikir otakmu itu sanggup menampung semua masalahku..." tantang Diandra,

"Yes, I do... sekarang saatnya kamu berbagi. Jangan nulis melulu, bicara dengan pikiranmu sendiri. Hidup di duniamu sendiri." Pria itu meraih laptop Diandra, ingin mengintip apa saja yang ditulis gadis itu, tapi dengan sigap Diandra mengambil alih laptopnya.

"Eit... nggak boleh, Mas. It's my secret!!!! Dan aku nggak niat bagi apapun denganmu?" Pria itu menatapnya tajam.

"Apa lagi yang mau kau rahasiakan padaku?" Tanya pria itu, masih menjulurkan tangannya meminta laptop Diandra "Sampai kapan sih kamu bicara dengan pikiran kamu sendiri"

"Sampai kiamat....!!!" Seru Diandra

"Kenapa? Emangnya aku nggak pantas nyimpan rahasia kamu?"

"Every woman has a secret..." bisik Diandra

"Nggak hanya perempuan punya rahasia, Diandra! Semua orang.. dan selalu ada seseorang untuk berbagi rahasia"

"Hmm.. yap. I know. Dan kau pikir itu kau?" Pria itu mengangguk "Emangnya kau siapa?" Pria itu menghembuskan nafas panjang, melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap Diandra tanpa jeda. Berusaha mencari apa sebenarnya isi pikiran gadis yang berdiri di hadapannya itu

"Apa janji yang aku ikrarkan tadi pagi belum cukup untuk buat aku jadi bagian dari duniamu?"

"Itu kan janji kamu sama Papa..."

"Dan pada Tuhan, Diandra!!!"

"I..iya sih.. tapi..."

"Apa belum cukup!!!" tatapan pria itu mengunci Diandra, hingga nyaris gadis itu tak sanggup menyanggah lagi.

"Terserah kamu deh, Di... Sampe kapanpun aku bakal nunggu sampai kamu siap menjadikan aku bagian dari duniamu..." Pria itu memutar tubuhnya, melangkah menjauh dari Diandra

"Bukan begitu.. maksudku..." Diandra berusaha menahannya "Susah banget sampe akhirnya ketemu kamu.. aku hanya belum percaya hari ini emang ada buatku" Pria itu berbalik, kembali menatap Diandra

"Kau pikir menemukanmu juga mudah?" tanyanya sinis. Pertanyaan itu mengingatkan Diandra pada hari-hari penantiannya, penantian yang panjang mencari jawaban untuk semua pertanyaannya tentang jalan hidupnya, tentang cinta yang hingga kini masih diragukannya. Diakah jawaban itu? Benarkah apa yang dilakukannya kini? Bisakah dia membuka hatinya untuk orang lain... pusaran pikirannya kembali membawanya ke hari-hari pencarian jawabannya....

Jawaban untuk diandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang