"Napa kamu Ra, mukanya kayak belum disetrika gitu?"
"Gimana nggak kusut, liat nih ulangan pertamaku. Dapat empat, Re!" Diandra memandang kertas ujiannya yang kini sekusut wajahnya.
"Yah ngak usah sedih kan dapat empat bukan berarti dunia kamu dah kiamat!"
"Nggak kiamat sih Re, tapi ancur!" wajahnya kini sudah memerah. Bentar lagi pasti hujan
"Yah udah.... coba aja lagi. Bukannya Pak Bakri ngasih ujian ulangan. Lagian bukan cuman kamu yang jeblok. Ampir semua anak-anak satu sekolahan yang ujian ma tuh bapak pada jelek kan!"
"Tapi kamu kan nggak Re"
"Yah jangan ambil aku sebagai patokan dong. Aku kan emang pinter banget!" ucapnya senyam-senyum. Diandra memonyongkan bibirnya sambil menyipitkan matanya memandang cowok belagu di hadapannya.
"Auwwww!!!!" jerit Rere tiba-tiba karena tiba-tiba juga Diandra menginjak kakinya tanpa ampun. Kemudian pergi berlalu meninggalkan Rere masih dengan kaki kesakitan.
"Coba ikut lesnya aja Di!" kini si cantik bin antik Tiwi_teman kelasnya Diandra_ memberi usul
"Kamu ikut nggak?" Tiwi mengangguk
"Iya deh. Tiap senin kamis sore, kan!" Tiwi mengangguk lagi.
Dan waktupun melaju dengan seenaknya, mematikan semua kesenangan Diandra. Diandra begitu fokus pada pelajarannya, berharap cawu awal ini dia bisa jadi bintang di tempat yang penuh bintang. Semoga saja cahayanya cukup terang di tempat terang ini. Bayangin aja kan kalo semua bintang yang berkumpul dalam satu ruang. Pasti semua berpendar. Diandra hanya ingin mencoba jadi bintang di dunia penuh bintang.
"Sibuk banget yah Ra, sampe susah di hubunginya?" Malam itu suara Ady kembali menjumpai telinga Diandra.
"Iya nih Dy, lagi siap-siap mo ujian. Kamu gimana?"
"Sama kok, ini juga lagi siap-siap mo ujian. Aku ngeganggu kamu ya?"
"Ngak ! Ini juga lagi break belajar. Belajar terus kan bosan. Eh gimana Bintang, dia kok jarang banget hubungin aku lagi"
"Bintang baik kok, katanya kamu yang dah lupa ma dia"
"Aku? Lupain Bintang. Nggak mungkin lah Dy. Ih masa sih dia bilang gitu"
"Nggak aku bohong kok! Rere gimana?"
"Yah mana ku tahu!!! Tanya aja ma orangnnya langsung"
"Iya deh, nanti aku nelpon Si Kapten. Ra.. kalau kamu ada masalah cerita ma aku juga nggak papa, kok"
"Hah.. oh.. itu. Thanks deh. You're my best friend, guys?"
"Just Friend. Hah!"
"Lebih asyik gini kan.. nggak ada komitmen apapun. Kamu bebas nentuin pilihan yang paling tepat. Dy" ucap Diandra berusaha diplomatis.
"Dasar keras kepala. Ya deh... terserah kamu. Kalau pertemanan buat kamu nyaman, aku ngikut aja..."
"He..he..he.. kirain mau ngebantah aku lagi. Biasanya kan kamu suka banget buat aku kesal"
"Abisnya kamu sih lucu kalau lagi marah..." Diandra tertawa lepas
"Yeah... emangnya aku badut, apa?"
"What ever you are.. aku tetap suka kok!"
"Dari mana kamu belajar ngengombalin teman sendiri" protes Diandra
"Udah ah.. kamu tuh rese' banget sih. Susah dibilanginnya. Terserah kamu aja... mau dianggap teman aku OK-OK aja kok"
"Baguslah kalau kamu udah ngerti. Emang kamu anak baik" Diandra tertawa lagi
"Ha..ha..ha.." Ady malah tertawa sinis "Udah dulu yah, met istirahat Ra...!"
Diandra meletakkan horn teleponnya. Yup itu emang yang terbaik untuk mereka berdua. Kembali diraihnya horn telepon, memencet nomor yang paling dihapalnya.
"Bintang!!!!" serunya setengah menjerit
"Masih ingat punya teman yang namanya Bintang!" sinis makhluk di seberang sana
"Sori, sibuk banget!"
"Emang 24 jam kamu belajar HAH!"
"Duh jangan ngambek. Kamu juga nggak pernah kan coba hubungin aku!" protes Diandra.
"Iya...bukannya nggak mau ngehubungin kamu, habisnya Ady bilang kamu dah berubah. Sibuk banget jadi murid teladan di sekolah teladan. Yah nggak bisa kayak kita-kita yang cuma sekolah di tempat biasa!"
"Gila tuh monyet... dia ngomong gitu ma kamu! Bilangin ma dia jangan dendam dong. Aku kan dah terima dia jadi teman. Masa sih dia ngomong gitu."
"Ra...emang kamu nggak punya perasaan apa-apa ma Ady?"
"Bin, kamu kan tahu aku kayak gimana? Aku suka ma dia tapi nggak jadi alasan buat kita pacaran kan. Aku baru aja bicara ma dia. Dia stuju kok dengan putusan ku"
"Apa masih karena Rere?"
"Yah Tuhan, Bin. Dulu iya aku emang naksir ma Rere, tapi begitu kenal dia di klub bola dulu perasaaanku ma Rere lebih ke temanan aja. Dan aku enjoy jadi temannya dia"
"Dan kamu nggak enjoy temanan ma Ady?"
"Ady lain Bin.... suer...dia bikin aku deg-degan. Dan itu yang bikin aku nggak nyaman di dekatnya. Dan dia cowok pertama dalam hidupku yang ngaku suka ma cewek kayak aku. Dia tetap berarti buat aku Bin.... tapi aku nggak berani ngasih dia harapan kosong. Emang aku mo jalan ma cowok yang bikin aku uring-uringan. Ntar dia nyangka aku apaan? Kena epilepsi???" Tawa Bintang pecah di ujung sana.
"Jadi suka nih ma Ady?" tanyanya setelah tawanya reda
"Awas kalo kamu bilang ma dia!"
"Bayarannya berapa???"
"Gila kamu, masa sih gini aja minta bayaran!"
"Becanda neng!!!"
"Udah dulu yah Bin, mo bobo nih!"
"Yah iya deh... met mimpiin Ady!!!"
"Nggak lucu!!!!"
Diandra kembali ke kamarnya, menelungkupkan tubuhnya di atas tempat tidur. Kembali mengisi diary kecilnya
Dear Mine...
Apa kau percaya takdir? Jodoh? Benarkah itu ada? Ups! Apa terlalu cepat mempertanyakannya? I'm 16 years old... and i find mine. Takdirku sendiri... orang yang bisa berbagi dunia denganku. Apa Ady jawaban yang tepat. Ataukah ada orang lain di luar sana. Apa karena Ady yang pertama menyatakan rasanya, itu berarti dia takdir itu... belum tentu bukan? terlalu cepat memutuskan dia takdir itu. Jadi aku hanya berusaha menemukannya lewat Ady atau mungkin orang lain...
KAMU SEDANG MEMBACA
Jawaban untuk diandra
RomanceDiandra... Seribu pertanyaan sering menghujamnya, mencari jawaban untuk setiap pertanyan. Sampai kapan terus bertanya??? Dimanakah jawaban itu sebenarnya??? Bisakah Diandra menemukan jawaban yang dicarinya?