Diandra membiarkan ombak mempermainkan kakinya, ujung celananya telah basah dijilati air. Dia masih terdiam, memandang laut. Sesekali dihelanya nafas panjang, Bintang sempat menelponnya semalam, mengabarinya kalau dia dan Ady akan ke Bali untuk bulan madu. Entah mengapa ditengah leganya , Diandra seakan tercekat. Baru disadarinya, kalau dia benar-benar telah jatuh cinta pada Ady. Tapi dia tahu keputusan yang diambilnya memang benar. Menyatukan kedua sahabatnya itu. Toh cinta itu akan hilang dimakan waktu... Diandra meneguk coca colanya sampai tandas, tak menyisakan setetespun dalam kalengnya. Detik selanjutnya Diandra malah membuang kaleng kosong itu ke belakang...
"Aduh... hey jangan buang sampah sembarangan dong!" teguran itu menyadarkan Diandra kalau kalengnya tadi ternyata memakan korban, tapi dia pikir di pantai ini hanya dia sendiri. Siapa juga yang iseng kepagian ke pantai
"So..sory, mas!" Diandra berbalik, menggigit bibir bawahnya, seolah memelas meminta maaf.
"Makanya.. lain kali jangan buang sampah sembarangan!" sembur cowok itu galak. Diandra sempat terlonjak kaget. Cowok itu berlalu pergi. Tapi entah mengapa seolah suara itu seperti dikenalnya. Bodo! Sergah Diandra pada dirinya sendiri. Diandra kembali dengan pemandangan landscape dihadapannya... memandang lautan lepas, ingin membuang semua resahnya. Perlahan mentari mulai menyentuhnya. Dia meninggalkan tempatnya tadi, menuju sebuah dermaga dari bebatuan di ujung pantai
"Kau...!" pekik Diandra ketika menemukan cowok 'korban' nya tadi duduk memandang laut di dermaga itu
"Mau apa ke sini... mau nimpuk lagi!" sepertinya cowok itu masih kesal melihat Diandra
"Nggak kok... Cuma mau duduk di situ!" tunjuk Diandra pada ujung dermaga itu. Dari kejauhan Diandra memang tidak melihat siapa-siapa, struktur dermaga itu agak menurun, jelas saja cowok itu nggak kelihatan dari jauh, Diandra baru menyadari kehadiran orang lain saat ia tiba diujung dermaga itu
"Yah udah duduk aja"
"Nggak usah deh.. kamu kan yang punya" Diandra ingin berbalik tapi...
"Hei.. yang bilang punya aku siapa? Ini milik umum kok? Duduk sini aja"!" Diandra mengerutkan keningnya, ragu
"Kenapa? Takut? Apa tampangku seperti pemerkosa HAH!" Diandra sontak kaget, tahu saja cowok itu isi kepalanya. Akhirnya Diandra memutuskan menerima tantangan cowok itu. Keduanya duduk bersisian, terdiam, mengembara dipikirannya masing-masing. Angin mempermainkan rambut mereka.
"Ada masalah yah!" cowok itu memecah keheningan
"Bukan urusan kamu!"
"Yah emang sih... asal jangan bunuh diri aja!" balas cowok itu cuek
"Kalo aku bunuh diri, emang apa urusan kamu!" Ketus Diandra, hatinya memang sudah kesal sejak tadi. Paling tidak dia butuh "korban" untuk umpatannya
"Lho... ada dong, kamu mau bunuh diri di dekatku kan... aku bisa-bisa di tuduh tersangka." Diandra menatap cowok itu dengan pandangan kesal. Dia beranjak ingin pergi
"Hei... jangan bunuh diri dong! Dosa tahu!!!!" teriak cowok itu
"Siapa yang mau bunuh diri!!!!" jerit Diandra, tiba-tiba saja air matanya menyeruak, membasahi pipinya. Cowok itu gelagapan. Berdiri mendekati Diandra, menariknya duduk kembali. Entah berapa lama Diandra menangis, sementara cowok itu hanya terdiam disampingnya, tidak mengusiknya sedikit pun.
"Nih...!" cowok itu mengulurkan sapu tangannya pada Diandra. Diandra mengerutkan keningnya, menatap cowok aneh disampingnya itu, masih ada sisa air mata di pipinya
"Baru di cuci kok!" tukas cowok itu cepat "Nih...!" Diandra meraihnya, perlahan menghapus air matanya.
"Thanks..." Diandra masih memegangi sapu tangan itu, ragu.. mengembalikannya atau..
KAMU SEDANG MEMBACA
Jawaban untuk diandra
RomansaDiandra... Seribu pertanyaan sering menghujamnya, mencari jawaban untuk setiap pertanyan. Sampai kapan terus bertanya??? Dimanakah jawaban itu sebenarnya??? Bisakah Diandra menemukan jawaban yang dicarinya?