EPILOG

786 13 3
                                    

E P I L O G

Sembilan, sembilan dua ribu sembilan...

"Apa kau masih mencari jawaban itu? Apa aku bukan jawaban yang kau mau?" Adhan kembali menyentakkannya

"Aku memang merasa sudah menemukannya, hanya saja jawaban itu belum lengkap!" Adhan mulai lelah dengan gadis di hadapannya itu, bahkan setelah resmi menjadi istrinya tadi pagi, Diandra masih meragukannya

"Well.. aku juga sama denganmu. So apa salahnya kalau kita mencari jawaban itu bersama. Bukannya dua kepala lebih baik?"

"Bukan itu yang aku maksud. Maksudku pertanyaan untukmu..." Diandra masih menatap Adhan

"Masih ada pertanyaan buatku? Apa lagi?" Adhan memundurkan tubuhnya, mendudukkan dirinya di atas tempat tidur. Gadis di hadapannya itu selalu punya pertanyaan.

"Keberatan?"

"Nggak! Apa?"

"Kenapa aku? Padahal kita kan baru ketemu setahun. Secepat itu bisa yakin aku gadis yang tepat untukmu?" Diandra berdiri, mendekati Adhan.

"Kita sudah bertemu bertahun-tahun yang lalu cuma kita nggak pernah sadar"

"Maksud kamu?" Diandra menghempaskan tubuhnya disamping Adhan. Adhan meraih tangannya, menggenggamnya erat. Kini dijari manis gadis itu bertahta cincin perak bertuliskan namanya.

"Nggak ingat?" Diandra menggeleng. Seingatnya dia ketemu Adhan pertama kali di pantai. "Masih ingat dengan ini..." Adhan mengacungkan buku kecil bersampul biru. Diandra meraih buku kecil itu, mengamatinya sesaat

"Ini kan..."

"Diary kamu... waktu masih SMU kan?"

"Tapi kenapa bisa ada padamu?" Diandra sudah menarik tangannya dari gengaman Adhan, membuka halaman demi halaman buku kecil itu. Sesekali dia tersenyum membaca aksara di dalamnya. "Nggak ingat dengan orang yang kau caci maki di dalam bus Hah!" Diandra menelengkan kepalanya, berusaha mengingat potongan kisahnya. Tiba-tiba terlintas sesuatu di benaknya

"Cowok yang.. yang waktu itu ngerokok di dalam Bus kan?" Adhan mengangguk mantap.

"Siapa suruh ngerokok di tempat umum, tapi aku kok nggak pernah ngeliat kamu ngerokok lagi, Dhan?"

"Sejak gadis kecil itu memakiku di depan umum, aku jadi kapok nyentuh rokok lagi...." Adhan mengelus rambut Diandra lembut.

"Itu yang pertama.. tapi aku ingat kita memang beberapa kali bertemu setelah itu.."

"..." Diandra mengernyitkan dahi. Kok Adhan sama sekali nggak ada di memorinya sebelum kejadian di pantai itu.

"Seingatku pernah aku ditabrak kamu dua kali, sekali di Bandara, sekali lagi di kafe tenda..."

"Ada kebetulan kayak gitu yah..." Diandra kembali menatap Diary birunya.

"Jadi karena Diary ini kamu tahu tentang Ryan?" Adhan mengangguk "Trus.. yang lain dari siapa... Rere!" Adhan mengangguk lagi. Dia masih ingat resepsi tadi, dia nyaris terlunjak kaget saat melihat Ryan mendekatinya di pelaminan, memberinya ucapan selamat, bergantian dengan Fahri, bahkan cowok pendiam itu datang juga. Dan yang paling surprise adalah senior yang dulu membuatnya tolol karena cinta atau rasa yang disangkanya cinta, Bebek.... bebek datang bersama bidadarinya, memberinya ucapan selamat.

"Kenapa? Kaget cowok-cowok yang bikin kamu patah hati pada dateng?" tanya Adhan seakan bisa menebak pikiran Diandra

"Aku bahkan nggak pernah lagi ketemu ma Ryan apalagi Fahri trus Bebek... Dhan.. kamu itu apa-apaan sih?"

"Aku emang sengaja ngundang mereka, biar kamu bisa melihat mereka lagi dan menyakinkan dirimu kalau ternyata aku memang yang terbaik"

"Percaya diri banget mas" cibir Diandra

"Yah haruslah.. Gimana aku bisa membuatmu percaya padaku kalau aku sendiri nggak percaya pada diriku sendiri"

"Dasar narsis..."

"Tapi kamu suka, kan?" Adhan menarik Diandra ke pelukannya.

"Aku sering bertanya tentang jodoh... aku kira selamanya aku takkan pernah bertemu dengan jodohku, bahkan aku merasa Tuhan tidak menciptakannya untukku"

"Sekarang udah nemu jawabannya kan?" Diandra mengagguk di pelukan Adhan.

"Kamu nggak nyesal kan, Dhan? Aku ini mines banget.. nggak ada baiknya?" tanya Diandra lagi

"Hmm... mungkin?"

"What?" Diandra menarik tubuhnya

Adhan tersenyum jail "Nyesaaaaaaaaaaaal banget... kenapa nggak dari dulu aku ketemu kamu... biar cowok-cowok itu nggak nyakitin kamu" Diandra memicingkan matanya, menatap Adhan pura-pura kesal.

"Oh gitu.. tahu nggak aku pingin banget menjitak kamu... karena kamu telat datangnya makanya aku sempat ketemu orang-orang yang salah.... yang ternyata buat aku sakit hati" Diandra sudah mempersiapkan jitakannya, perlahan menjitak kepala Adhan. Adhan meraih tangan Diandra cepat.

"Maaf..." desis Adhan, tepat di hadapan Diandra, wajah mereka saling berhadapan. Diandra bisa merasakan nafas Adhan berhembus mengenai wajahnya. Jantungnya berdebar cepat. "Tahu nggak, tadi aku takut banget.. dengar dari Rere kamu dulu ninggalin Ady sesaat sebelum ijab qabul. Iya kan?" Diandra jadi teringat reaksi Adhan ketika tadi dia terduduk di sampingnya sesaat sebelum ijab qabul dimulai. Adhan berbisik di telinganya "Aku nggak punya sahabat yang membuatku jatuh cinta, jadi jangan bawa wanita lain untuk menjadi mempelaiku hari ini..." Diandra hanya tersenyum mendengarnya "Lagian.. cincin kawin kita nggak bisa di pake orang lain, itu udah ada namanya. Namamu dan namaku... jadi jangan coba macam-macam" Diandra malah mengirimkan tatapan penuh kemenangan. "Ternyata kamu takut juga kehilangan aku..." Ucap Diandra bangga. Tapi.. Adhan nggak pernah bilang cinta, dia juga mau ngelamar aku alasannya karena aku bisa buat dia senang, buat dia selalu tertawa. "Tunggu... Dhan kamu cinta nggak sih ma aku..." Adhan gelagapan. Tak menyangka Diandra bertanya soal itu.

"Hmm... harus di jawab yah" Adhan memundurkan tubuhnya, memalingkan pandangannya jauh dari Diandra. Diandra kaget, jangan-jangan Adhan memang nggak cinta. Trus untuk apa pernikahan ini

"Hmm.... saat ini.. iya.. aku cinta dan sayang ma kamu" Adhan meraih pipi Diandra dengan kedua tangannya, menghadapkan wajah Diandra tepat dihadapanya. Mata mereka bertemu. "Saat ini... besok gimana?"

"Aku tidak akan berjanji Diandra... tapi aku akan berusaha mencintai kamu seumur hidupku" Diandra masih ingin protes tapi bibirnya sudah dibungkam oleh bibir Adhan. Diandra tak sangggup lagi berucap, hatinya pikirannya sudah penuh dengan Adhan...

"Nggak ada pertanyaan lagi kan?" ucap Adhan setelah menarik bibirnya dari bibir Diandra. Diandra masih tertegun, tidak menyangka Adhan menciumnya.

"Diandra.. plis jangan ragu lagi... ini jawaban untuk semua pertanyaan kamu"

"I hope..." desisnya. Adhan kembali menciumnya...."So.. sekarang bisa jadi bagian dari dunia kamu kan?" Adhan sudah melepas ciumannya, berdiri mendekati meja belajar Diandra. Di raihnya notebook Diandra. Dibukanya window yang tadi sempat disembunyikan Diandra. Senyumnya mengembang melihat aksara yang tertulis di layarnya...

"JAWABAN UNTUK DIANDRA"

A Novel by Diandra Amelia Ramadhan

Jawaban untuk diandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang