Worst Fear: Being Right

50 4 0
                                    

Apakah ketakutan terbesarmu?

Entah itu ketinggian, ruang sempit, tempat gelap, serangga, binatang buas,... semua orang pasti menyimpan rasa takut pada sesuatu. Karena rasa takut dimiliki oleh orang yang berpikir. Tanpa akal sehat, manusia takkan merasa takut. Tanpa mengetahui bahaya, manusia takkan menjadi waspada; yah, kira-kira konsepnya sama.

Kali ini, mari kita menyelam ke dalam alam bawah sadar, demi menemukan monster tak kasat mata itu.

Jadi sekali lagi, aku bertanya;

Apa ketakutan terbesarmu?

                                                                                                   ***

Seorang anak lelaki duduk termenung di bangku taman, di bawah pohon yang rindang. Sementara anak-anak seusianya berlarian dan bermain entah-apa, dia hanya duduk diam dengan sebuah buku di pangkuannya. Sebuah buku lain tergeletak di sampingnya. Ada pembatas yang ada di tengah buku, menandakan ada orang lain yang membaca selain dia.

"Ada apa?"

Anak itu mendongak mendapati seorang gadis remaja berambut panjang membungkuk hingga tatapannya setara dengannya. Gadis itu memakai topi yang dibenamkan ke wajahnya dan sebuah kacamata, hingga wajahnya tidak begitu jelas terlihat. Walaupun begitu, melihat tingginya, gadis itu tak mungkin berjarak kurang dari 5 tahun darinya. Mungkin 10 tahun?

Anak itu menunjuk ke buku yang dipegangnya sebagai jawaban. "Aku sedang menunggu seseorang."

Gadis itu tersenyum lalu duduk di samping anak itu. Anak itu tidak begitu nyaman berada dekat siapapun, apalagi orang asing, jadi dia bergeser menjauh.

"Siapa yang kau tunggu?" tanya gadis itu. Anak lelaki yang polos itu menunjuk ke arah gadis kecil berambut panjang bergelombang yang sedang bermain di jungkat-jungkit. Gadis kecil itu terlihat tertawa bahagia. Gadis bertopi itu tersenyum tanpa melepaskan topinya. "Siapa dia?"

"Temanku," jawabnya pendek.

"Mengapa kau tidak bermain bersamanya?" tanya gadis itu lagi.

Anak itu terdiam sebentar sebelum menjawab, "Anthropophobia."

"Anthropophobia? Ketakutan terhadap orang banyak?" tanya gadis itu. Lawan bicaranya mengangguk pelan. Melihat itu, gadis itu tersenyum. "Siapa namamu?" Melihat anak itu tak kunjung berbicara, gadis itu tertawa pelan. "Namaku Anne. Tenang saja, aku takkan menyakitimu. I come in piece."

Anak itu menghela napas, sadar bahwa mustahil untuk pura-pura mengabaikan gadis itu. Dengan napas tertahan, dia berbisik, "Adam."

"Oh." Hanya itu yang dikatakan Anne. Dia lalu menambahkan, "Nama yang bagus."

Anak itu, Adam, menggumamkan "terima kasih" sebelum kembali fokus pada buku dalam genggamannya. Beberapa menit mereka lalui dalam diam. Teriakan-teriakan anak-anak di taman itu diredam oleh hembusan angin sehingga terasa begitu menentramkan. Dedaunan kering berjatuhan, menandakan musim gugur hampir tiba.

Gadis bernama Anne itu menatap langit tanpa benar-benar fokus pada apapun. Hingga Anne memutuskan untuk bertanya. "Temanmu itu... kau memberanikan diri untuk menungguinya bermain dengan anak-anak lain yang tak kau kenal?"

Butuh beberapa saat hingga Adam mengangguk.

"Kau tak apa dengan itu? Bukannya terdengar seolah temanmu memanfaatkanmu dan baru bermain denganmu lagi saat dia tak punya apapun lagi untuk dimainkan?" tanya Anne tanpa sempat menyensor apapun. Dia segera berharap bisa memukul kepalanya sendiri, karena pertanyaannya sangat tidak normal untuk pertanyaan yang diberikan pada anak kecil.

Psycho ThoughtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang