Deep in the Woods: (III)

18 1 0
                                    

Tentara tua dengan senapan berkarat. Punggung bungkuk, rambut memutih, namun semangat dan tenaganya tak juga surut. Hanya saja, bau kematian mulai menghampiri, kedua matanya selalu penuh dengan bayangan rasa takut dan kegelisahan. Untuk mengusir rasa bersalahnya, sang tentara tua akan berjalan mengunjungi dinding yang memisahkan mereka dengan dunia luar.

Ya, dinding garis kehidupan yang membatasi para monster. Dia membangunnya dengan kedua tangannya sendiri. Saat tenaganya masih tak terbatas dan harapan masih terbesit di kedua manik matanya. Dinding yang dibuat untuk menjaga semua yang dihargainya. Dinding yang menjaga kedamaiannya.

Dinding yang seharusnya menjaga manusia lain jauh dari tempat tinggalnya.

Siapa itu? Mengapa dia ada di sini? Tersesatkah? Tidak; dinding ini pasti menariknya kemari. Rasa penasaran akan keberadaan benda buatan manusia, jauh di dalam hutan, pastinya. Mengapa dinding yang selalu menjaga mereka sekarang justru menarik bencana masuk? Kedua mata sang tentara tua menyala akan amarah. Tidak ada yang bisa masuk! Tidak ada!

"Siapa itu? Bahaya! Jangan berada di luar! Masuklah!"

Perkiraannya salah. Seharusnya dia memastikan tak ada yang mengikutinya! Anak-anak muda itu tak tahu apa-apa... tentu saja mereka membiarkan orang asing masuk kemari. Sebelum sang tentara tua bisa turun untuk mencegah bencana masuk, gerbang dinding yang telah lama berdiri diam terlanjur dibuka lebar, membuka jalan untuk kehancuran awal bagi dunia damai seperti mimpi milik sang tentara.

Lelaki muda yang kuat dan tampan. Katanya petani yang tersesat; penduduk desa menjulukinya si pengelana. Paras dan karakternya menawan bahkan putri salah satu pendiri desa. Tidak; bukan ini yang dirisaukan si tentara. Jika pemuda sialan itu sampai buka mulut... kedamaiannya....

Terlambat.

"Perang sudah lama selesai, katamu? Omong kosong!"

"Kau hanya ingin kami semua keluar untuk mati!"

"Mengapa? Mengapa kalian memerlakukannya seolah dia salah satu dari kita?"

"Jangan tertipu!"

"Dia bukan keluarga! Dia musuh!"

Suara para pendiri desa yang tua renta terlalu lemah dibandingkan koar para pemuda keras kepala. Sang tentara tua berusaha semampunya untuk didengar, tapi kedatangan seorang manusia dari luar... manusia yang tak cacat satu apapun... memberikan harapan bahwa mungkin di luar sana tidak semengerikan kedengarannya.

...

Pemberontakan.

Mungkin kata itu tak bisa menjelaskan masa-masa gelap itu.

Generasi muda bentrok dengan pendiri desa. Apa yang harus mereka lakukan? Para pendiri menyembunyikan pemuda pengelana itu di suatu tempat di hutan dan menolak untuk membongkar rahasia besar mereka. mereka khawatir, jika generasi muda tahu kebenarannya, hampir semuanya akan pergi meninggalkan desa. Meninggalkan mereka dalam sangkar.

Janji-janji pendiri desa, janji akan kenyamanan dan rasa aman seumur hidup... jiwa-jiwa muda itu tak menginginkannya. Mereka ingin lebih. Mereka ingin menjelajah, mencari jawaban. Pikiran terbuka mereka selalu penuh harapan. Mereka haus akan pengetahuan; tak ada yang bisa mencegah mereka. kenyataan bahwa manusia memang bisa hidup di luar dinding memberikan bahkan lebih banyak harapan untuk yang muda. Selama mereka masih bernapas, generasi muda akan terus mencoba untuk membongkar semuanya.

Selama mereka masih bernapas...

Tentu saja!

...

Malam itu, penduduk desa mendapat peringatan mematikan.

"Mengapa? Mengapa?" samar-samar teriakan itu terngiang di telinga mereka. Kilas balik kejadian malam itu tak kunjung berhenti diputar dalam benak mereka. Bayangan anak-anak mereka, dengan tubuh terikat satu sama lain, berteriak meminta ampun sementara pendiri desa yang masih cukup kuat mengangkut mereka satu per satu ke dalam gerobak kuda. Perjalanan panjang tanpa keheningan, sesekali isakan putus asa terselip dari mulut mereka.

Apa benar ini demi yang terbaik?

Apakah ini memang keputusan yang benar?

Begitu pengganggu ini dilenyapkan, semua akan kembali damai, bukan?

Pertanyaan itu terus terngiang dalam kepala para pendiri desa; terutama sang tentara tua, tapi tak ada yang cukup waras untuk peduli. Tangan renta yang sudah tak stabil mengalungkan tali ke leher si pengelana. Siap untuk menggantungnya.

Saat itu, bertatap mata dengan si pengelana, melihat cahaya kehidupan perlahan menyurut dari diri seorang manusia... sang tentara tua akhirnya melihat kesalahan terbesarnya.

Satu-satunya yang mereka inginkan hanyalah hidup damai. Namun... mereka membangun pembatas untuk sesuatu yang lebih baik. Mereka hidup dengan memalukan di dalam sangkar yang mereka sebut rumah. Pada akhirnya, saat segala cara akan dilakukan untuk mencegah rusaknya ilusi kedamaian dalam dunia sempit mereka,... beberapa pengorbanan itu tidak terelakkan.

Para pendiri desa menyesali pengorbanan itu hingga akhir hayatnya.

Penduduk yang lebih muda, yang cukup pintar dan berani untuk menyadari kesalahan besar itu, berjuang mati-matian untuk melawan. Mereka ingin bebas. Hari-hari setelahnya tak pernah kembali seperti dulu. Sukacita, rasa tawa, senyum bahagia,... tak ada lagi hal semacam itu. Para pendiri desa tak bisa melewati dinding; pikiran sempit mereka yang sudah sekian lama dipenuhi oleh bayangan gelap selalu mencegah gagasan sekecil apapun untuk melakukannya.

...

Hm? Apa itu? "Apakah mereka pernah keluar", kau bertanya?

Hm. Entahlah. Itu tak ada dalam cerita.

Jadi, anak-anak? Apa kalian sudah siap untuk tidur?

Naiklah ke ranjang kalian, lalu tidurlah.

Apa?.... Tidak, anakku. Ini hanya cerita. Pengantar tidur belaka.

.... Jangan percayai cerita konyol macam ini!

.... Maafkan Ibu. Bukan maksud Ibu untuk membentakmu.

"Di mana Ayah"? Apa kalian merindukannya?

.... Kalian tidak perlu memikirkan hal itu. Dia pasti pulang, suatu hari nanti.

Sudahlah. Kau hanya perlu tidur.

Hm? "Besok akan bermain apa"?

Mari kita pikirkan besok, ya? Pasti ada suatu tempat di rumah besar ini yang belum kalian jelajahi, bukan?

Yang terpenting, Ibu ada di sini.

Rumah ini adalah satu-satunya tempat yang aman untukmu.

Tinggallah di sini. Bersama Ibu.

Setidaknya.... sampai semua ini selesai.

Ya?

.

..

...

Well? What do you think?

Apa cerita-cerita pendek begini membingungkan untuk kalian? Apa mungkin aku harus menulis dengan gaya lebih simpel, ya?

Hmm.......

Ah, sudahlah. :3

Psycho ThoughtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang