Bab Dua

869 41 20
                                    

Patra berlari melewati siswa-siswa dari berbagai kelas. Pemberitahuan dari Dika membawa Patra menuju tempat di mana tadi disebutkan. Akan tetapi, tempat dikatakan Dika membuat Patra berhenti melangkah. Hampir menabrak perempuan yang terpesona padanya, sambil memancarkan kerlip.

"Aduuh, tadi Dika ngomong apa ya, soal siswa baru itu?" Patra menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mencoba berpikir. "Astaghfirullah, aku belum sempat bertanya pada Dika tentang namanya. Bodoh banget, sih!"

Anak-anak perempuan merupakan siswi-siswi di kelas lantai tiga di mana saat Patra berhenti, ikut berhamburan mengelilingi Patra. Patra, pemuda cukup tampan dan banyak diminati semua siswi sekolah, agak risih dan jadi gelisah bila berhadapan dengan perempuan bergerombolan.

"Kak Patra," sapa salah satunya. "Kenalin, Kak. Nama saya, Sana." Berniat mengulur tangan, Patra hanya mengatupkan kedua tangan di depan dada dengan senyuman terpaksa. "Maaf, Kak," katanya setelah ditolak.

Mengerti akan pembicaraan dan pengenalan itu, Patra semakin paham bahwa dirinya berada di kelas X. Rata-rata kelas keseluruhan adik-adik kelasnya. Betapa hebatnya Patra terancam bahaya.

***

Sepasang kaki jenjang dibalut sepatu cantik mengkilap dan kaos kaki putih bersih. Rok abu-abu di atas lutut beberapa senti dan seragam putih berlabel Sekolah Menengah Atas serta rambut panjang tergerai indah, menampilkan bahwa sosok perempuan itu sangatlah cantik.

Senyumnya merekah bagi yang menyapa, tak peduli itu adik-adik kelas X atau XI. Bibirnya dipoles lipgloss, menautkan betapa indahnya ciptaan Tuhan satu itu.

Langkahnya terhenti ketika matanya menangkap objek membuatnya berteriak histeris, meloncat-loncat kegirangan. Tak lagi memedulikan sekitar, siswi perempuan itu menghampiri objek dan menyingkirkan manusia-manusia yang menghalangi jalannya.

"Minggir, nggak?" kecamnya mendorong orang-orang mengganggu. "Hei, anak-anak kelas X, masuk kelas atau saya akan ingkar janji saya mau memukul kalian! Cepat pergi!"

Sekelilingnya berupa adik-adik kelas X buru-buru lari, takut atas ancaman kakak kelas terbilang sangar meski wajahnya sangat cantik bila dipandang. Mereka tak mau kena masalah apalagi masuk BK. Itu masalah harus dihindari sebelum terdengar di telinga orangtua mereka.

Setelah yang adik-adik kelas X pergi, perempuan itu mendekati objek tadi difokuskan dan menggelayut manja di lengan kanannya. Mengedip ganjen selayaknya sudah lama tak pernah ketemu. Menguapkan kerinduan.

"Sayang, kenapa di sini? Sampai dikerubungi anak-anak nggak jelas seperti mereka?"

Sosok itu mendesah mendengar perempuan itu berbicara. Bibirnya terulas senyum tulus, kemudian tangan diulurkan buat membelai rambut halus perempuan itu.

"Nggak apa-apa. Tadi sengaja mau ke sana, tapi aku nggak tahu mesti ke mana," jawabnya memerjelas alasannya.

"Patraaa!"

Panggilan dari suara sangat dikenal, sosok itu ternyata Patra dan perempuan tak diketahui namanya, memutar kepala dan melihat pemuda tengah berlari sambil menekan dadanya. Kening Patra mengernyit, namun diusap oleh perempuan di sampingnya membuat Patra mencubit pipinya dipoles bedak tipis.

"Subhanallah, siang-siang dapat tayangan romantis mendadak," kata Dika memutar bola mata. "Aku ke sini, sengaja lupa beritahu kamu soal tadi--"

Patra mengangkat tangan, menghentikan kalimat Dika. "Nggak usah. Aku mau makan siang bersama Geena dulu. Aku nggak mau tenagaku terkuras dengar anak pindahan itu," ucap Patra menarik tangan Geena, perempuan ada di sampingnya.

Dika, kudu ingin menjelaskan sedetil-detilnya kembali kebingungan, tak mengerti kalimat Patra. Tak ingin kena damprat sahabat sejak kelas X, Dika pun membalik badan menuju lantai satu di mana kelasnya berada.

Open Your Heart ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang