Bab Enam Belas

104 6 16
                                    

"Gyaaa! Sakiiit!"

Jeritan paling tak bisa dipahami siswa-siswa. Mereka menoleh ke belakang, kemudian melihat badan meringkuk hingga menampakkan punggung dibalut seragam putih. Ada sebuah tangan bersarung tangan menusuk bagian pinggang.

"Hentikan!"

Hanya saja ... suaranya berbeda dengan suara seringkali keluar ketika bersama mereka. Sekarang berubah aneh dan ada gaya khas perempuan.

"Lepaskan saya!"

Saya?!

Inna bangkit berdiri, berjalan menghampiri kerumunan orang-orang mengelilingi badan meringkuk itu termasuk Dika berada di sekitarnya. Tak ayal, Inna mulai mengerti siapa yang merasuki badan Patra Wiryawan.

"Diharap kalian tenang dan menjauh dari pasien," perintah Pak Akbar.

David yang di luar pintu masjid, melongokkan kepala. Ingin tahu kejadian apa menimpa sahabat terbaiknya. Karena David kenal sumber nada familier itu.

"Suaranya agak mirip, ya," komentar Pak Fachri sekadar mengintip. Namun, dicegah oleh Pak Kendra lewat tatapan tajam. "Saya kan, cuma berkomentar, Pak," keluhnya manyun.

David terlihat cemas. Mengingat peristiwa menimpa sahabatnya, David berharap semua baik-baik saja.

Sementara Inna tiba dihadapan Pak Salim yang tenang memegang lengan serta Dika yang membantu, ada sesosok Uztads memegang kendali penuh atas Patra yang menjerit kesetanan.

"Lepaskan saya! Saya tidak akan ulangi lagi!" kata Patra menjerit-jerit kesakitan.

Gumaman berupa ayat-ayat Al-Qur'an dilantunkan di mulut Ustadz tersebut. Bersarung tangan menyentuh Patra yang meraung membuat siswa-siswa lain, khususnya perempuan atau siswa lemah, pingsan seketika.

"Pak Fachri! Pak Kendra! Pak Riza!" panggil nama-nama guru yang berada di dalam masjid sekolah. "Bawa anak-anak pingsan ke UKS. Dan petugas UKS untuk hari ini, tolong bantu guru-guru sekalian!"

Sebuah perintah tegas itu disahuti lantang oleh siswa-siswi yang bertugas jaga di UKS. Mereka bahu-membahu membantu tiga guru dengan membawa siswa-siswi yang pingsan. Mungkin efek dari kejadian dialami Patra.

"Keluar sekarang!" Bukan perintah kepada tiga guru dan empat siswa melainkan kepada Patra yang memucat. "Kalau kamu tidak keluar, saya akan bakar kamu!"

Ancaman itu tak main-main bagi yang bersemayam di badan Patra. Tak kuasa menahan kesakitan, Patra mengangguk. Helaan napas lega terembus di mulut. Betapa usaha guru-guru dan Ustadz akan selesai.

Beda dengan yang lain, beda pula dengan Inna. Kerlingan jail tertampak jelas di manik mata gadis berjilbab putih itu. Geraman jelas terdengar setelah menggertakkan gigi, Inna mengulurkan tangan.

Mencengkeram kerah seragam Patra dengan tatapan menyelidik. Spontan, guru-guru, siswa-siswa dan para hadirin di sekitaran mereka, terperangah. Ibu Vinka dan Bu Hanna jelas paham kelakuan Inna bila ada keanehan.

"Kamu bohong pada Pak Ustadz!" geram Inna mendelik tajam, bak pisau siap menghunus.

"Apa sih, Inna, a-aku ini Patra. Bukan yang lain," kilah Patra mengalihkan pandangan.

Api amarah terpancar, menengok Ustadz dengan mata membara. "Ustadz, orang ini jelas-jelas nggak keluar! Dia bohong sama Ustadz. Cepat, Ustadz, jangan biarkan Patra dikelilingi jin murahan nggak kenal modal!" cetusnya tak peduli dalam masjid.

Khas Inna banget. Akibat kemarahan, pernyataan skeptis terujar. Saling melirik—untuk guru-guru—memohon pada Allah supaya memaafkan anak didik mereka.

Open Your Heart ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang