Bab Sembilan

344 25 9
                                    

"Subhanallah."

Geesha terkejut melihat keempat teman anak laki-lakinya membopong Patra di sisi kanan kiri. Sebagai ibu, baru kali ini Patra pingsan seraya ditemani keempat teman-temannya meski satunya baru dikenal.

"Anak ini kenapa?"

Dika, David, Inna dan Veesha saling bertukar pandangan. Mereka belum bisa mengungkapkan di balik peristiwa Patra tiba-tiba tak sadarkan diri begitu saja. Hanya karena ditabrak gerombolan Semut. Mereka juga belum bisa menceritakan perihal Patra yang semakin aneh semakin menjadi-jadi.

"Ngapain kalian masih di situ? Patranya tidak dibawa masuk?" tanya Geesha melihat keempatnya terpaku sambil tatap menatap. "Nanti kalian capek angkat Patranya. Kalian 'kan tahu, anak itu beratnya minta ampun."

Mereka bertiga mendesah jengah atas kelakuan ibu kandung Patra sepertinya tak berniat menolong. Kelihatan sekali ketidakinginan membantu mereka hampir terpeleset karena salah jalan. Memang, berat badan Patra sangatlah naik drastis. Makanya mereka meminta Inna dan Veesha sekalian membantu. Hanya mereka ada di tempat kejadian.

Haruka? Anak itu sejak pergi dari UKS buat meminta izin, bukannya melapor ke mereka. Yang datang malah Pak Akbar. Sejak dahulu kala, Haruka paling anti mengangkat Patra. Patra adalah teman baik sekaligus penghancur baginya. Itu baru tanggapan Haruka. Lalu, bagaimana pendapat Patra? Tak ada yang memastikan.

Dika dan David menurunkan Patra di atas sofa. Enggan menaikkan Patra ke lantai dua. Butuh tenaga ekstra bisa mencapai kamar Patra. Mereka tak berkeinginan melanjutkan ke sana. Maka, Geesha tak berbicara apa pun.

"Kenapa bisa seperti ini?" tanya Geesha lagi. "Apa yang terjadi?"

"Hmm ... itu." Masing-masing dari mereka tak mau menyatakan kebenarannya.

Geesha menggerutu dalam hati. Beranjak dan bergegas mencari baskom buat Patra yang berkeringat dingin. Inna sekalian membantu. Untunglah, Bayu dan Dini datang. Mereka tertegun melihat Patra terlentang pingsan di sofa.

"Ya Allah, Patra kenapa?" Bayu lagi-lagi bertanya ketika menginjakkan kaki di ruang tamu. "Dia pingsan, apa tidur?"

"Pingsan, Oom," sahut Dika.

"Terus, kenapa belum bangun-bangun? Biasanya kalau suara sunyi begini, anak ini langsung terjaga. Heran, deh."

Mendengar intonasi kalimat Bayu, ayah kandung Patra, menjadikan Dika dan David terkikik. Fakta baru buat seorang Patra, tak bisa tidur dalam kesunyian. Veesha? Dia hanya mengulum senyum saja.

Geesha dan Inna datang sembari membawa baskom berisi air hangat. Bayu ikut membantu. Dini membuatkan teh untuk tamu adiknya, berlalu ke dapur.

Sejujurnya, Geesha tak pernah menyangka anak paling disayanginya-meski sering berbuat onar karena lisan suka melantur, sekarang tertidur tanpa ada seorang pun menjelaskan sebabnya. Betapa seorang ibu mengkhawatirkan kondisi anaknya.

Geesha mengusap kening dan wajah Patra dengan handuk basah diberi air hangat. Mengusapnya perlahan. Tetesan bening muncul di area sudut mata. Rasanya sakit sekali di hati Geesha. Seandainya mampu, Geesha ingin tahu masalah apa dihadapi anak laki-lakinya.

Sesungguhnya, Inna ikut prihatin. Ingin berbicara, tetapi lidah kelu. Rasanya lidah seperti terlilit. Sakit banget. Mau diapa, kejadian tadi di sekolah adalah kejadian bikin syok seantaro sekolah. Baik Inna dan ketiga teman-temannya terutama Haruka yang teriak histeris.

***

"Patraaa!"

Inna berjongkok mengamati keadaan Patra yang tengkurap. Wajah Patra menempel di lantai keramik yang keras. Seragam putihnya kotor akibat terinjak-injak sekelompok anak futsal. Duh, sungguh kasihan.

Open Your Heart ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang