Epilog

124 9 8
                                    

Patra berdiam diri di tempat. Mukanya terlihat lega dan puas. Rona muka kelihatan ceria meski barusan adalah kejadian tak terduga selama dia hidup.

Pacar pertama.

Patah hati pertama.

Putus cinta mungkin pertama kali.

Duduk sembari merenung dekat lapangan basket, sudah jadi andalan Patra. Untung tidak berada di dekat pohon beringin, nyaris saja tersirat bayangan-bayangan hitam senang sekali mengurungnya di pintu kegelapan.

Makin merinding, Patranya.

"Baikan?" tanya perempuan berjilbab putih duduk semena-mena tanpa izin sebelah. Patra mendengkus, mengangkat alis. "Dilihat dari wajah kamu. Ceria dan lega."

Patra menggeleng. Dan juga mengangguk. Dia tertawa miris. "Tadinya mau baikan. Tapi ... aku enggak minat lagi buat pacaran. Mending pacaran dengan mata pelajaran. Sebentar lagi UAS, 'kan?"

"Mending pacaran dengan Allah azza wa jalla dan Rasulullah." Kalimat Inna menusuk di hati. "Ya, jalani salatnya dulu. Baru tingkatkan akhlak dan lamarlah perempuan kamu suka setelah lulus sekolah."

"Maunya sampai mapan."

Gantian Inna yang mendengkus. "Nikah bakalan dapat rezeki besar, tahu! Enggak baik nunda-nunda."

Patra tak ingin berdebat, memilih bungkam. "Lebih baik memaafkan segala perbuatan orang lain sekalian minta maaf sesudah aku sakit," tukas Patra sambil berdiri. "Aku harus pergi."

"Baik-baiklah dengan sahabat-sahabat kamu," nasehat Inna.

Tersenyum, Patra mengacungkan jempol. "Oke! Sepupu tiga kali aku ini benar-benar hebat dalam merancang kata-kata, ya. Sayangnya, suka bikin masalah dengan Pak Fachri."

"Iiih, Patraaa!"

Patra kabur begitu saja. Disusul Inna di belakang. Mereka berulah lagi dan kembali ke sedia kala. Namanya juga keluarga. Pasti ada dorong-tarik sesuka hati.

Ya, begitulah.

The end

***

Makin parah!! Akhirnya selesai juga!

31 Des 2016

Open Your Heart ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang