Author's POV
Bel istirahat sudah berbunyi, suasana kelas sudah sepi karena penghuninya sudah keluar untuk mengisi perut mereka yang sudah bunyi karena pelajaran matematika sebelumnya. Rian berdiri dari bangkunya dan mengahampiri bangku seorang cowok yang sedang tidur menyembunyikan wajahnya di balik tekukan tangannya.
"Heh." Merasa seseorang sedang bicara padanya, cowok yang sedang tidur itu mendongakkan wajahnya.
"Lo mau nyoba ngancem gue?" Rian mendekatkan wajahnya pada cowok itu dan bicara to the point. Suaranya yang membentak membuat beberapa murid yang masih berada di kelas melihat ke arahnya.
"Apaan maksud lo?" Cowok itu membalas perkataan Rian gak kalah nyolotnya.
"Lo bilang gue pengecut. Lo yang pengecut." Rian menunjuk cowok yang ada dihadapannya dengan jari telunjuknya di depan muka cowok tadi. "Lo gak akan gue biarin nyakitin Ana. Sedikitpun. Dan gue gak akan nurutin permintaan lo, Aldo."
Merasa semakin menjadi pusat perhatian, Rian menyudahi 'obrolannya' dengan Aldo. Rian mendorong bahu Aldo ke belakang dan membuat Aldo dan kursi yang di dudukinya terjengkal ke belakang. Beruntung di belakangnya masih ada meja yang menyangganya, kalau tidak, Aldo pasti jatuh dan terbentur lantai.
***
Riana's POV
Pulang sekolah, aku masih harus membersihkan peralatan lab karena hari ini aku kebagian piket laboratorium biologi. Vina tadi sudah pulang duluan karena udah janji mau nemenin mamanya. Jadilah aku sendirian di laboratorium, sebenernya agak ngeri sih. Apalagi laboratorium biologi letaknya di ujung lorong yang gelap banget.
Kriet.
Suara deritan pintu membuatku terlonjak kaget, hampir aja kaca preparat yang aku pegang jatuh. Aku melihat ke arah pintu, dan di sana ada seseorang yang melongokkan kepalanya ke dalam pintu lab.
"Em-Hai Riana. Apa Bu Martha masih ada di sini?" ah ternyata dia orang yang dulu pernah mau membantuku waktu aku dijegal sama Vania.
"Kelas udah selesai 10 menit lalu Azka. Gue rasa Bu Martha ada di ruang guru."
"Oke deh. Thanks ya, Ri."
Aku hanya mengangguk sebagai balasan. Seperginya Azka, aku langsung melanjutkan membersihkan kaca-kaca preparat yang tadi digunakan praktikum. Setelah selesai, aku meletakkan semua kaca preparat di lemari. Aku juga mengembalikan mikroskop di rak khusus mikroskop.
Kriet.
Lagi-lagi suara pintu membuatku kaget. Siapa lagi sih? Untung mikroskop yang aku bawa gak jatuh.
"Ana." Itu suara Rian. Aku langsung keluar dari tempat penyimpanan peralatan lab dan menghampiri Rian.
"Apa?" tanyaku jutek.
"Sensi banget sih." Rian langsung memiting leherku. "Sakit bego." Rintihku.
Rian hanya nyengir dengan wajah tanpa dosanya. "Ayo pulang. Langsung ke rumah sakit, udah selesai kan?"
"Udah." Aku mengambil tas yang aku letakkan di salah satu meja dekat pintu. Setelahnya aku dan Rian keluar. Sebelum pulang, aku menyerahkan kunci lab sama penjaga sekolah terlebih dulu.
Sampai di rumah sakit, Rian mengajakku makan siang di cafe depan rumah sakit sebelum liat bunda. Aku dan Rian duduk di meja pojok cafe dekat jendela.
"Chesee cake 2, Frappuchino 1, Vanila Latte 1." Setelah mencatat pesanan yang disebutkan Rian, pelayan wanita pergi meninggalkan meja kami.
"Lo lagi gak akur ya Yan sama Faye?" tanyaku memulai pembicaraan.
Awalnya, Rian kelihatannya kaget dengan topik pembicaraanku, tapi itu hanya sepersekian detik sebelum Rian menormalkan ekspresinya kembali. "Enggak kok." Jawabnya akhirnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/53908541-288-k754012.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rian(a) [COMPLETED]
Roman pour AdolescentsSetelah membaca apa isinya, aku langsung membuangnya ke tempat sampah dekat loker. "Pembalasan baru dimulai." Ya kira-kira begitulah tulisan yang tertulis di kertas yang baru saja kubuang. Entah siapa yang tidak pernah bosan meletakkannya di dalam l...