Chapter 1

717 65 17
                                    

Gadis itu, entah untuk keberapa kalinya, menatap pantulan dirinya di cermin. Memperhatikan kulit putih pualamnya dan mata merahnya. Sampai saat ini pun, hanya tiga orang saja yang berani menatap mata itu langsung.

Di tangannya, kini ada sebuah gunting. Ia ambil sejumput poninya lalu berkata, "Selamat tinggal."

Tepat saat itu, Pintu menjeblak terbuka begitu saja.

"Rose ka−Apa yang kau lakukan?!"

Gadis itu hanya bisa mendengus kesal mendengar seruan itu. "Jack, apa kau tidak tahu soal mengetuk pintu sebelum masuk?"

Jack tidak menggubris sindiran itu. Dengan sigap, ia mengambil gunting di tangan Rose. "Sudah kukatan berkali-kali, jangan potong rambutmu sendiri."

"Hm, terserah."

Tanpa disuruh, Rose langsung duduk dan pemuda itu menyisir rambut Rose lembut. "Jadi, mau dipotong bagaimana?"

"Potong lebih pendek dan rapikan."

"Sedada?"

Rose memutar matanya malas, "Terlalu panjang. Sebahu."

"Ayolah Rose. Aku lebih suka melihat punggung telanjangmu yang tertutup rambut seperti sekarang," goda Jack.

Dari cermin, gadis itu menatap mata hijau zamrud itu dingin. "Sebahu."

"Sedada. Oke?"

"Ck. Terserah kau saja."

Dengan senyum kemenangan, pemuda itu mulai memotong rambut pirang keemasan itu meskipun ia sedikit tidak ikhlas. Ia selalu menyukai rambut panjang itu. Ada sebuah sensasi tersendiri saat ia menyisir rambut itu. Halus, panjang, dan harum. Rasanya, ia tak bisa berhenti untuk menyentuhnya.

"Kenapa kau kemari?" tanya Rose.

"Bos memanggilmu. Ada pekerjaan," jawab Jack pelan.

"Setelah sekian lama?"

Suara gunting yang awalnya menemani mereka langsung terhenti. "Kupikir, sudah waktunya bagimu untuk menjalankan pekerjaan lagi."

"Ini keputusanmu?"

Pemuda itu menghela napas lelah. "Ya Rose."

"Setelah tiga tahun, kau baru mempercayaiku?"

Jack hanya diam. Tangannya yang memegang gunting dan sisir menggantung di udara. Menyerapi pertanyaan yang sebenarnya ia pertanyakan sendiri.

Percayakah ia?

Setelah Matt meninggal, gadis itu jadi lebih diam dari biasanya. Hanya mengangguk atau menggeleng dan bicara jika perlu saja. Ia lebih banyak melamun dan tatapannya lebih dingin. Namun, jika ia melihat musuh, pandangannya akan fokus dan tajam.

"Aku lemah. Aku ingin lebih kuat lagi."

Dan itu yang mendoktrin Rose sampai sekarang.

Seluruh tembakannya tidak pernah meleset. Jauh atau dekat. Semua target akan langsung mati di tempat. Cara bersembunyinya sangat baik, taktiknya licik, dan ia akan langsung menyerang target tanpa ampun. Karena itu pun, ia belajar bertarung jarak dekat.

Dan itu membuat Rose berada di peringkat lima dalam TSO.

Tapi selama itu, Rose tak pernah dibiarkan sendiri. Ia hanya mendapat misi berkelompok dan tak pernah lepas dari pengawasan Jack meski ia mengepalai kelompok itu.

"Aku khawatir sesuatu akan terjadi. Ia berubah terlalu cepat dan mengerikan," kata Mr. Frans.

Lalu saat ia bertanya pada Kay yang notabenenya teman perempuan terdekat Rose, wanita itu hanya menggeleng. Ia yakin, Kay mengetahui sesuatu.

Rosalyn : escapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang