Chapter 8

36 6 0
                                    

Pagi itu, kedua gadis sarapan dengan diam. Hanya denting peralatan makan dan detik jam saja yang menemani mereka. Bukan keheningan yang biasa mereka rasakan, namun keheningan yang membuat siapa pun yang ada di sana ingin cepat-cepat meninggalkan ruangan itu.

Lia tidak menyukai sensasi ini dan berusaha secepat dan seanggun mungkin untuk menghabiskan sarapannya. Tapi, jika ia sampai bertindak ceroboh, citra yang ia bangun selama ini di depan Alice akan hancur begitu saja. Dengan susah payah, Lia memperlihatkan topeng tenang nan anggunnya.

Sebaliknya, Rose menyadari gerak-gerik tak nyaman Lia sejak mereka bertemu di sini. Ia memperhatikan bagaimana gadis itu kelewat tenang daripada biasanya, juga porsi makanannya yang lebih banyak. Bagaimana pun juga, ia sadar telah membuat majikannya kesal.

Setelah sarapannya selesai, Rose tahu kalau ia harus segera meninggalkan Lia dengan pikirannya sendiri. "Saya akan bersiap-siap dulu."

"Ya," jawab Lia sekenanya.

Maka, Rose meninggalkan ruangan dan membawa kelegaan bagi Lia. Ia langsung bernapas lega begitu Alice pergi, seolah gadis itu membawa beban berat ikut bersamanya.

"Astaga..." desis Lia lega luar biasa. Ia langsung menggeletakkan garpu dan pisau dari tangannya dan bersandar pada kursinya dengan santai.

Sementara Rose berdiam diri di dalam mobil, memperhatikan jemarinya yang saling bertautan dalam diam. Semalam, tidurnya diganggu oleh Lia dan segala macam bahaya yang mengintainya. Setidak-tidaknya, ia tahu ada tiga nama yang harus dibereskan dalam waktu dekat.

Jemarinya sudah gatal ingin menarik pelatuk pistolnya, membereskan semuanya, lalu istirahat seharian tanpa gangguan apapun. Namun, Kay berkali-kali mengingatnya untuk tidak gegabah. Ia sendiri tidak mengerti mengapa dirinya seperti ini.

Tahan dirimu, Rose. Ini tidak seperti dirimu...

Ia tidak tenang, tidak dapat menenangkan dirinya sejak pertama kali ia menerima tugas ini. Malam-malamnya banyak diisi dengan menekuri layar laptopnya sambil memikirkan apa yang akan terjadi esok. Apakah ada yang menyerang? Siapa? Mengapa? Ia gelisah memikirkannya. Bukan karena takut, tapi karena ia tidak diizinkan turun langsung.

Tidak seperti kasus Matt (Rose menahan napasnya teringat dengan nama ini) yang ia mengetahui semua hal tentangnya, ia hanya mengetahui setengah informasi tentang Lia. Apa yang ia simpan dan seberapa berharganya dia, siapa saja yang terlibat, hanya itu yang ia ketahui.

Tapi, bagaimana Lia bisa seperti itu dan mengapa adalah hal yang ia tidak ketahui.

Ia ragu bosnya akan dengan senang hati memberitahunya jika ia menanyakannya langsung. Bahkan, tidak dengan Jack atau Kay sekalipun.

Jangan gegabah. Kau akan mendapatkannya nanti, batinnya lalu menarik napas dalam-dalam.

Ponselnya berdering setelahnya. Rose mendecakkan lidahnya kesal dan melihat nama yang tertera di sana.

"Ada apa?" katanya cepat.

"Kau terdengar kesal," balas Jack tanpa ragu. Tapi salahnya sendiri tidak menyembunyikan kekesalannya. "Aku hanya disuruh menghubungimu. Apa ada yang aneh sejak kemarin?"

"Tidak. Sampai pagi ini juga tidak."

"Begitu ya..."

Rose menyipitkan mata. "Lalu?" tuntutnya.

"Apa?"

Dari balik ponselnya, Jack bisa mendengar Rose mendengus kesal. "Kau tidak mau mengatakan apapun?"

Bahkan, meski dari balik ponsel, meski mereka terpisah cukup jauh, Rose bisa merasakan keraguan Jack. Bagaimana pemuda itu menimbang-nimbang untuk memberitahu Rose, apa pun itu. "Tidak ada yang lain, Rose. Kau pun juga sudah tahu siapa orang yang kau bereskan kemarin."

Rosalyn : escapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang