Aku tidak tahu di mana salahku.
Gadis di sampingku ini hanya diam sejak tadi. Ia tidak menuntut, menjawab, atau berusaha menghiburku. Ia hanya membiarkanku berbicara sekenanya, meski aku sendiri tidak tahu apa yang kukatakan. Air mukanya tetap setenang air dengan tatapan sedingin malam yang biasa. Namun, aku dapat merasakan kulitnya menegang saat aku memegang tangannya.
Ah... dia sama bingungnya seperti aku. Sedikit banyak, aku senang ia memahami perasaanku.
Tapi juga ada banyak rasa sesal.
Misalnya, bagaimana dia bisa sedingin itu, atau bagaimana saat ia tidak tahu harus seperti apa. Ia seharusnya tumbuh menjadi gadis yang manisーtersenyum saat senang dan menangis saat sedih. Namun ia tidak melakukannya. Bahkan aku yakin ia juga tidak merasakannya di hatinya.
Barangkali, inilah kesalahanku.
Maafkan aku...
"Kita akan punya banyak waktu setelah ini. Akan kujamin itu meskipun aku harus menculikmu tepat di depan wajah ayahku." Itu janjiku padanya. "Sampai saat itu, jangan mati. Kau mengerti?" Ini janji yang kuminta pada Rose.
"Ya."
Aku bisa merasakan rasa hangat menjalar di tubuhku. Hal yang hanya aku rasakan saat bersama gadis ini.
Setidaknya, ia sudah berjanji.
Dengan berat hati, aku melepaskannya. Menyuruhnya pergi dengan kernyitan samar di dahinya. Pertahananku akan roboh jika ia tetap di sini. Bisa-bisa, aku akan memeluknya seharian sambil menciumi apapun yang dapat aku raih.
Mataku masih terus mengawasi sosok kelamnya sampai ia menghilang di balik pintu, gedung tempat kami bertemu tadi. Bahkan, meski dirinya sudah tidak ada di depan mataku, samar-samar aku masih merasakan keberadaannya.
Rasa kulitnya masih bisa aku rasakan di tangan ini. Pun dengan sensasi saat ia menatapku dengan kedua matanya yang tampak bisa membekukan apapun. Lalu bayangannya...
Aku menarik napas dalam lalu mulai menyalakan mesin mobil. Berusaha melepaskan dirinya dari benakku. Kali ini saja, aku tidak ingin mengingatnya atau merasakan keberadaannya. Sedikit banyak, hal itu menyiksaku belakangan ini. Terutama setelah kami menerima misi ini.
Tidak, tepatnya setelah Mathew pergi.
Entah bagaimana, ia terlihat makin jauh, makin samar sehingga aku hanya dapat merasakan jejak samarnya. Sejauh apapun tanganku terulur untuk menggapainya, Rose tidak pernah tergapai.
Ia melesat jauh, melebihi yang dapat dibayangkan siapapun.
Kadang, aku merinding sendiri melihatnya menerjang kegelapan sendiri, tanpa setitik cahayapun yang menemaninya. Namun, lalu aku sadar kalau Rose sendirilah kegelapan itu.
Jika aku memeluknya, niscaya aku juga akan ikut tertelan bersamanya.
Tapi, seberapa jauh lagi ia akan pergi? Pilihanku hanya tertelan bersamanya atau melepaskannya saja.
Aku yakin, aku tidak akan bisa menariknya bersamaku. Karena saat ini pun, aku sudah tertarik ke dunianya. Saat pertama kali aku melihat matanya, aku sudah tahu kalau aku membiarkan diriku jatuh lebih jauh ke dalam dirinya.
Dan bukan hanya aku, tapi juga Mathew.
Ah, sungguh sebuah kekesalan tak berarti. Akhirnya orang itu bisa meraih tangan Rose dan ikut bersamanya. Rose sendiri bahkan tidak sanggup melepasnya.
Ironis sekali, iri pada yang sudah tiada.
Ponselku berdering nyaring saat aku hampir mengingat mendiang Mathew lebih jauh lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/58801572-288-k628595.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rosalyn : escape
ActionOrang yang paling menyayanginya adalah orang yang telah membelenggu Rose. Di pantulan mata hijau zamrud itu, hanya ada dirinya yang tampak menyedihkan. Dan Rose tahu rasa suka itu berubah menjadi obsesi terhadap dirinya. Sementara, Jack sadar bahwa...