Chapter 3

92 19 0
                                    

Semua orang tahu Matt orang yang baik. Bahkan ia sendiri menganggapnya lebih baik dari ayahnya sekalipun. Meski karena Matt juga ia kehilangan ibunya, ia tetap tak tega untuk menyalahkan kakak laki-lakinya itu.

Ada sesuatu dalam diri laki-laki itu yang membuatnya bersimpati. Seperti cara Matt menyayanginya, cara Matt memanggilnya, cara Matt bercanda dengannya, bahkan cara Matt menyembunyikan sesuatu darinya. Semuanya membuatnya berpikir ada banyak hal yang membuat pemuda itu lari padanya.

Ya, dia tempat Matt melarikan diri dari entah apa itu.

Matt biasa menelponnya tengah malam lalu berbicara selama berjam-jam. Lelaki itu bisa memaksanya mengunjungi taman bermain hanya untuk naik komedi putar dan makan permen kapas jumbo. Atau mengajaknya keperpustakaan untuk mengajaknya berdebat soal hal remeh-remeh dalam hidup yang sebenarnya patut dipertanyakan sampai ia tak bisa membalas apapun lagi. Semua itu menyenangkan dan mengesalkan. Tapi ia menyukainya.

Meskipun mereka jarang bertemu, pemuda itu benar-benar memperhatikannya. Menanyakan kabarnya setiap hari. Membuatnya sesenang mungkin pada pertemuan-pertemuan singkat mereka. Ia merasa dimanja, juga dibutuhkan sebagai adik. Dan itu sangat berarti baginya.

Itu semua cukup baginya untuk tidak menanyakan apapun apa yang Matt sembunyikan darinya.

Lia memang punya banyak orang di sekitarnya, tapi menyadari bahwa Matt tak lagi menghubunginya di tengah malam membuatnya hampa. Kadang, ada harapan-harapan bodoh yang merayapinya ketika ia terbangun tengah malam lalu mengecek ponselnya.

Gadis itu menggigit bibirnya kesal sambil menahan tangis. "Kakak bodoh. Kenapa kamu tidak menghubungiku lagi?" makinya pelan.

***

Rose menatap piring kosong heran lalu melihat jam tangannya. Pukul tujuh, harusnya Lia sudah bersiap untuk sekolah hari itu. Ia lalu mencuci piringnya dan duduk di ruang keluarga.

Sambil menunggu, Rose kembali melihat catatan-catatan Lia dan keluarganya. Bagaimana riwayat kedua orang tuanya, sampai berita kematian Matt. Begitu ia mendapat pekerjaan ini, Rose tergelitik untuk menelusuri kembali semua itu. Entah kenapa, ia merasa harus benar-benar menyelesaikan misi kali ini sampai ke akar-akarnya.

Bukan demi uang, Mr. Tom, atau bahkan Matt sendiri.

Rasanya seperti dahaga yang tak pernah hilang sampai kau menemukan oasis di gurun. Rose sama sekali tidak puas dengan hasil pekerjaannya sebelumnya. Banyak hal yang tidak terselesaikan. Dan yang paling mengganggunya adalah, ada banyak hal yang tidak ia ketahui.

"Paaagiii!"

Kepalanya otomatis memutar mencari suara yang familiar itu. Benar saja, seorang pemuda dengan senyum khasnya yang sedikit miring itu kini kaget melihat sosok Rose. Meskipun kini ia memanjangkan sedikit rambutnya dan dikuncir, penampilannya tidak jauh beda.

"Oh, maaf. Kukira Lia yang ada di sini," katanya lalu tersenyum canggung.

Dan ia masih sok akrab dengan semua orang. Benar-benar seorang Zoe.

"Tidak apa. Aku Alice," kata Rose memperkenalkan diri.

"Alice...?"

"Alice saja," katanya lagi. "Aku pengawal nona Lia."

"Oh..."

Harusnya Matt tidak pernah memberitahu namaku di depan orang ini.

Zoe tersenyum lalu mengulurkan tangannya. "Aku Zoe Parkinson." Rose menerima tangan itu. "Lia mana?"

Rosalyn : escapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang