Rose menatap roti lapisnya yang berisi ham, sayuran, dan telur yang dikirim Jack secara misterius. Siang itu, tiba-tiba saja roti itu sudah berada di tempat biasa ia makan siang (meskipun saat itu sudah terlalu sore untuk dikatakan siang). Lalu di atasnya, ada memo kecil dengan tulisan panjang dan ramping khas Jack dengan tanda seru yang banyak.
Matanya masih mengawasi isi dari roti lapis itu. Lengkap sekali. Dari situ saja, ia tahu kalau siapa pun pasti akan senang tinggal dengan Jack.
Benar-benar bapak rumah tangga sejati, batinnya lalu mulai memakan rotinya. Begitu gigitan pertama masuk ke perutnya, ia baru sadar betapa laparnya dirinya saat ini. Ia tidak menyangka hanya duduk sambil mengawasi berbagai hal dapat membuatnya selapar ini.
Tiba-tiba, ponselnya berbunyi menandakan pesan masuk. Matanya menatap nama pengirim pesan itu selama beberapa detik. Dari semua kontak yang tersimpan dalam ponselnya, Lia bukan nama yang ia sangka akan menghubunginya lebih dulu.
"Aku akan pergi ke perpustakaan kota pulang nanti. Tidak perlu mengantar. Jemput saja jam lima."
Setidaknya dia bisa mengatakannya pagi tadi, kan? batin Rose. Entah kenapa, ia merasa dipermainkan sekarang.
Sambil menghabiskan roti lapisnya, ia mengawasi titik GPS Lia yang berkedip di tempat. Gadis itu masih di kelas dan ia dapat mendengar samar-samar penjelasan guru dan suara gemeresik baju dan kertas yang di balik. Rose menyeringai, nakal sekali, pikirnya.
Nah, sekarang harus bagaimana?
Rose mengetik sesuatu di ponselnya lalu mendekatkan benda itu ke telinganya. "Hai, aku ingin sekali berterimakasih untuk roti lapisnya. Tapi aku butuh bantuanmu. Bisa pinjam mobil?"
***
Lia menghela napas begitu mendapat notifikasi bahwa pesannya terkirim. Ia mengembalikan ponselnya dengan tenang sambil membalik halaman bukunya. Senyumnya sedikit mengembang.
Hari ini, hari ini saja dia ingin menjalani sekolahnya dengan tenang meskipun sambil mengerjakan tugas.
Tapi, perpustakaan sama sekali bukan tempat yang bagus, batinnya. Merepotkan sekali baginya mengerjakan tugas dengan buku referensi yang hanya bisa dibaca di perpustakaan. Tapi kalau ia tidak bergerak cepat, buku itu akan hilang karena orang lain meminjamnya.
Setidaknya, aku bisa ambil napas sebentar, pikirnya senang lalu menulis sesuatu di catatannya dengan riang. Entah Alice mau repot mengikutinya atau tidak, yang penting, ia tidak tahu keberadaan gadis itu sore nanti. Lagipula, sudah lama sekali ia tidak pergi dengan tenang.
Sisa jam pelajaran hari itu ia lewati dengan riang. Denis bahkan yang duduk di belakangnya bahkan mengakui kalau Lia terlihat lebih ceria daripada sebelumnya. Apapun itu, ia senang bisa melihat sisi lain dari gadis itu.
Begitu jam sekolah usai, Lia langsung berdiri dan melegakan badannya. Denis tertawa kecil melihat tingkah gadis itu. "Apa kamu sebegitu senangnya karena mau keluar denganku?" tanya Denis sambil memasukkan bukunya asal-asalan.
Lia cemberut. "Kita keluar untuk mengerjakan tugas. Kamu harus ingat itu," katanya. Namun, gadis itu tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. "Ayo, perpustakaan kota tutup dua jam lagi!" seru Lia lalu menggeret Denis dari tempatnya.
"Iya, iya..." balas Denis malas-malasan sambil berdiri pasrah karena Lia terus menariknya.
Pemuda itu memperhatikan, Lia terus bersenandung selama perjalanan mereka ke perpustakaan yang hanya beda beberapa blok dari sekolah mereka. Matanya berbinar-binar menatap jalanan dan dedaunan yang sendu. Meski hari itu angin dingin terus berhembus, tampaknya Lia menjadi gadis yang paling bahagia sedunia dan ia tidak pernah melihat gadis itu sebahagia ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rosalyn : escape
AksiOrang yang paling menyayanginya adalah orang yang telah membelenggu Rose. Di pantulan mata hijau zamrud itu, hanya ada dirinya yang tampak menyedihkan. Dan Rose tahu rasa suka itu berubah menjadi obsesi terhadap dirinya. Sementara, Jack sadar bahwa...