Chapter 4

75 15 3
                                    

Malam itu untuk pertama kalinya, Lia makan malam bersama orang asing tanpa bersama ayahnya. Atau setidaknya itu yang ia pikirkan soal Alice. Perempuan itu memakan makan malamnya dengan tenang, tanpa terdengar suara dentingan peralatan makan satu pun. Gerakan halus dan lembut, namun juga cekatan. Ia tampak setenang malam.

"Apakah ada yang salah?" tanya Alice padanya.

Lia tersikap lalu menatap makanannya. "Tidak, tidak ada."

"Apakah saya mengganggu?"

"Tidak..." jawab Lia berusaha setenang mungkin lalu mengiris dagingnya.

Ayahnya sudah mengatakan hal ini sebelumnya; kemungkinan besar Lia tidak akan menyukai penjaganya, namun terlepas dari apapun itu, dia yang terbaik dan ayahnya tidak akan memperlakukan ia seperti orang asing. Maka Lia pun mengambil kesimpulan kalau Alice harus ia perlakukan seperti temannya. Masalahnya, orang ini sama sekali tidak bersahabat.

Dia terlampau pasif untuk seorang remaja perempuan. Tidak banyak bicara, tingkahnya begitu terjaga, dan tidak ada kehangatan sama sekali dalam matanya. Dan lagi, cara bicara formal itu sangat ia benci untuk ukuran orang yang makan bersamanya.

Ia tidak tahu bagaimana caranya berteman dengan orang sepasif Alice. Selain itu...

Caranya menatap juga mengerikan, batin Lia sambil mengiris-ngiris kecil dagingnya. Sesekali, ia melirik Alice dengan gayanya yang tenang dan tanpa celah. Begitu halus dan teratur. Entah karena terbiasa atau dia memang sudah diprogram seperti itu.

Lia membersihkan mulutnya dengan serbet begitu selesai makan. Dan ia dikagetkan dengan Alice yang tiba-tiba mengajaknya bicara.

"Saya ingin berbicara soal kehadiran saya di sini kalau anda tidak keberatan," kata Alice yang entah sejak kapan menatapnya lurus-lurus.

Untuk pertama kalinya, ada seseorang yang meminta izin padanya untuk berbicara. "Y-ya... boleh saja."

"Ini soal keselamatan anda," katanya dan Lia dapat merasakan bulu romanya berdiri. "Saya harap, anda tidak keberatan jika saya selalu menemani anda saat keluar."

Lia menyerengit tidak suka dan membalas tatapan Alice. "Maksudnya, kamu akan berada di mana pun aku ada?"

"Ya."

"Apa kau anak ayam yang tersesat?"

"Saya penjaga anda."

Lia melipat tangannya. "Kau bukan ibuku."

"Memang. Tapi saya penjaga anda."

"Tapi itu bukan berarti kau dapat mengaturku, kan?!" ujar Lia tak sabar.

"Saya tidak bermaksud mengatur anda," balas Rose tenang. Ia mencoba sebisa mungkin tidak menatap Lia dengan tatapan membunuh. "Tapi, ini menyangkut keselamatan anda. Saya mohon untuk mengerti. Dan lagi, saya juga tidak ada di samping anda persis. Saya hanya mengawasi dari jauh."

Perempuan berambut coklat madu itu mengibaskan rambutnya ke belakang tidak sabar. "Kenapa kau harus memberitahuku?" desisnya.

Rose sudah siap dengan pertanyaan ini. "Saya ingin anda mengetahuinya langsung dari saya. Dan anda harus tahu kalau nyawa anda dalam bahaya. Jadi, saya mohon untuk tidak pergi sembarangan."

Kini, mata coklat keemasan itu menolak menatap mata Alice. Gadis itu menatap piring kosongnya muram sambil menggigit bawah bibirnya. "Apa yang direncanakan ayah?"

"Mr. Wald hanya ingin menjaga anda."

"Pembohong," balasanya tanpa bersuara. Namun, Rose dapat melihat dengan jelas gerakan bibir itu.

Rosalyn : escapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang