Selepas sore itu, Nina langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Padahal hari ini, dia tidak begitu banyak melakukan aktivitas yang melelahkan, tetapi rasa nyaman di atas ranjang menggoda matanya untuk terlelap--membawanya ke dalam dunia mimpi yang memanjakannya.
Baru beberapa jam matanya terlelap, ponselnya tiba-tiba berdering. Matanya enggan untuk kembali ke alam sadar. Mengganggu saja, gerutunya. Nina meraih bantal disebelahnya lalu menggunakannya untuk menutupi kedua telinganya. Berharap kebisingan itu cepat berlalu dan membiarkannya kembali dimanjakan di atas ranjangnya.
"Arrggg... siapa sih malam-malam nelfon." Dengusnya kesal.
Dengan malasnya, Nina meraba-raba ponselnya yang masih saja bergetar dari tadi. Menekan tombol jawab tanpa memperhatikan siapa yang tengah mengganggu tidur manisnya.
"Hay Cantik..." Nina langsung membulatkan matanya begitu mendengar suara di seberang sana. Dia mengenal benar suara siapa itu.
"Nauval?" Cicitnya heran.
"Iya, ini gue Nauval. Hafal bener sama suara gue?" Jawabnya tanpa dosa.
"Nauval!! Lo tahu kan ini tengah malam? Lo ngap--"
"Gue Cuma mau memastikan lo masih hidup apa enggak, selamat tidur kembali cantik."
"APA?? Lo tau ga--"
Tuuuttt ttuuutt tuuuttt
"Gila kali tuh orang ya!!" Nina melemparkan ponselnya ke sembarang arah. Nauval benar-benar membuatnya naik darah tengah malam seperti ini. Dia mulai mengontrol emosinya yang telah mencapai ubun-ubun. Kalau saja makhluk menyebalkan yang Tuhan ciptakan itu ada di depan matanya, mungkin sudah habis ditangannya malam ini juga. Kenapa jadi horror begini?
Nina meminum segelas air putih yang biasa dia sediakan di atas nakas. Menjaga ketika tengah malam dirinya haus, jadi tidak perlu naik turun tangga yang membuatnya malas itu. setelah di rasa tenang, Nina kembali membaringkan badannya, menutup matanya untuk kembali ke alam mimpi, namun mata Nina pun tak kunjung membawanya ke alam bawah sadar. Matanya enggan di ajak tidur lagi. Berkali-kali Nina berusaha memejamkan matanya tapi hasilnya nihil.
01.23 WIB. Sudah melewati tengah malam. Tapi matanya masih terbuka lebar.
Jika di pikir-pikir, memang kurang kerjaan banget Nauval mengganggu tidur nyenyaknya di tengah malam ini hanya untuk menanyakan hal yang sama sekali tidak penting juga nggak sopan. Masak iya, Nauval menanyakan dia masih hidup atau enggak. Nina membuang nafas kasar. Sudah cukup waktu dua jam digunakannya untuk membalas dendam kepada Nauval. Sekarang, bisa nggak bisa, dia harus tetap bisa tidur.**
"Nina!! Mata lo? Yaampun lo kenapa sih? Habis ngeronda?" Teriak Felly dengan suara toanya.
"Ck. Bisa gak sih lo jangan teriak-teriak di telinga gue? Masih pagi juga." Nina mengusap-usap telinganya.
"Lo habis ngapain sih semalam? Hah? Lo lupa nasehatnya Bang Haji Roma Irama?" Felly mengurangi volume suaranya. Nina melongo dengan kalimat yang barusan di ucapkan sahabatnya itu. Kenapa jadi menyangkut Roma Irama?
"Begini ada lagunya. Ehem... begadang jangan begadang, kalau tiada artinya."
"Felly cukup!! Lo tuh semakin nggak jelas!!" Dengus Nina semakin kesal. "Ini tuh gara-gara Nauval tahu nggak!"
"Gue tahu!! Lo barusan kan ngasih tahu." Jawab Felly dengan tampang polosnya. Nina mendengus kesal, Udah kesal gara-gara makhluk se-menyebalkan Nauval, ini di tambah lagi sahabatnya yang super lemot.
"Gue mau ke kantin sajalah." Nina langsung ngacir begitu saja, meninggalkan Felly yang masih bertopang dagu di bangku kelasnya.
Sampai di kantin, Nina langsung memesan bakso dan greentea. Mungkin makan bakso pedas bisa meredam emosinya juga membuat matanya terbuka lebar. Dengan begitu dia bisa menurunkan darahnya yang sudah naik sampai ke ubun-ubun itu.
Begitu pesanan sampai, Nina langsung melahap bakso itu, gak peduli banyak mata yang memandangnya dengan tatapan aneh dan horor. Seperti orang yang gak pernah makan sebulan.
"Cantik-cantik makannya kayak kuli." Nina mendongak dengan mulut yang memenuhi bakso. Ternyata sudah ada laki-laki menyebalkan ini lagi yang menjulang dihadapannya. Nauval menarik kursi dan duduk di depan Nina.
"kenapa lo memandang gue kayak gitu? Kangen? Udah, habisin dulu makanan lo." Nina menghentikan aktivitas makannya, lalu menyedot greentea di mejanya. Kedatangan Nauval membuatnya nggak selera makan lagi.
"Gak di habisin?" Tanya Nauval lagi, padahal pertanyaan sebelumnya pun nggak di respond oleh Nina. Di pedulikan aja enggak.
"Gue gak selera makan lagi." Jawab Nina singkat masih dengan menyeruput greentea.
"Apa salah gue?" Lagi-lagi laki-laki itu memasang wajah tak berdosanya, yang sudah membuat kantung bawah matanya agak hitam. Dan dia masih Tanya salahnya apa? Benar-benar laki-laki ajaib, gumam Nina.
"Gara-gara lo, gue semalem gak bisa tidur lagi. Untung, gue gak kesiangan bangunnya, untung juga waktu pelajaran, gue bisa menahan ngantuk yang amat sangat berat bagi mata gue."
"Nah, kan gue bawa keberuntungan sama lo."
"Keberuntungan?" Alis Nina bertaut, matanya membulat, bibirnya melongo. Benar-benar nggak habis pikir dengan laki-laki ini, heran juga kenapa ada orang seajaib Nauval. Ngomong nggak pernah jelas, otak geser parah juga.
Apa laki-laki di depannya ini sehat?
Gangguan jiwa.
"Yaps!" Jawab Nauval mantap. "Lo lupa sama kalimat yang lo ucapkan barusan?" Nauval menaikkan kedua alisnya--melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kal--kalimat gue?" Ulang Nina tidak mengerti.
"Lo bilang, Gara-gara lo, gue semalem gak bisa tidur lagi. Untung, gue gak kesiangan bangunnya, untung juga waktu pelajaran, gue bisa menahan ngantuk yang amat sangat berat bagi mata gue." Nauval mengucapkan sederet kalimat itu dengan menirukan suara Nina, lalu terkekeh geli mendengar suaranya sendiri. Nina berusaha mengatur nafasnya. Memejamkan matanya sejenak, mengelus dadanya pelan-pelan. Memang benar juga yang dikatakan Nauval. Lebih baik dia diam saja, percuma jika dia harus berdebat dengan Nauval hanya akan membuatnya naik darah. Nggak akan pernah menang juga. Jadi ya percuma.
"Hay, gue boleh gabung kan?" Tanya seorang perempuan dengan membawa nampan berisi bakso dan minumannya. Dera, ya perempuan itu Dera. Nina sampai nggak habis pikir dengan perempuan itu. Dimana-mana selalu ada, dimana ada Nina dan Nauval, sosok perempuan itu selalu muncul secara tiba-tiba. Nina mengira gadis itu sebenarnya jelangkung, nggak ada yang ngundang, tetep muncul mulu.
"Silahkan." Jawab Nina singkat dengan senyum kecut, lalu menyedot greentea yang masih setengah kotak.
Drrrtttt drrrrttttt ddrrrtt drrrrtttt
Nina merogoh ponsel di saku roknya, di sana tertera nama "mama" Nina segera berpamitan kepada Dera dan Nauval untuk mengangkat telfon dari Mamanya. Kebetulan sekali, Nina memang ingin sekali pergi dari kedua makhluk itu. Mamanya memang super hero, gumam Nina membuang nafas pelan.**
Hay hay bagaimana? -_-
Jangan lupa voment nya yak :*
KAMU SEDANG MEMBACA
Kau Setia Tapi Tak Nyata
Romancesesal yang datang selalu takkan membuatmu kembali maafkan aku yang tak pernah tau hingga semuanya pun kini telah berlalu