Ada yang berubah

289 18 1
                                    

Nina menatap langit-langit di kamarnya sambil memeluk boneka spongebob kesukaannya, kartun kuning berbentuk spon yang hidup di laut--di kota bikini bottom. Gaya hidupnya yang konyol dan selalu tertawa dengan tingkah anehnya itu, membuat Nina sangat mencintai film kartun spongebob.

Desain kamarnya yang berwarna kuning di lengkapi dengan berbagai accessories serba spongebob juga all about Bikini Bottom yang memenuhi seluruh sudut ruangan di kamarnya. Mulai dari jam dinding, sprey, sarung bantal dan guling, lemari, koleksi tas, sandal, sepatu, bahkan boneka spongebob tak terhitung jumlahnya dengan berbagai ukuran dari kecil mini hingga sebesar dia pun semua ada lengkap. Sudah seperti toko accessories spongebob. Namun itu tidak membuat gaya hidup Nina menjadi cupu atau bergaya seperti anak kecil yang kekanak-kanakan. Nina tetap menjadi gadis yang tumbuh remaja dengan gaya yang modern mengikuti zaman seperti sekarang.

"Non, makan dulu. Sudah Mbak siapkan makanannya." Teriak Mbak Reni dari balik pintu kamarnya.

"Iya Mbak, sebentar lagi saya turun." Balas Nina malas, hatinya masih terasa sakit meski tadi dia memutuskan untuk pergi dari aula setelah memandang kejadian yang berhasil membuat luka yang membekas di dadanya itu.

Nina meletakkan kembali bonekanya di atas ranjang, kemudian menuruni anak tangga menuju ke meja makan. Di sana sudah tersedia sayur sop dan ayam rica-rica. Nina mengambil nasi ke piringnya, lalu memandang Mbak Reni yang masih sibuk di dapur.

"Mbak, temenin saya makan dong. Mbak Reni belum makan kan?"

"Belum sih non, tapi--"

"Udah nggak apa-apa Mbak, aku bosen makan sendirian terus."

Meski awalnya Mbak Reni menolak karena sungkan, akhirnya karena paksaan dari Nina akhirnya Mbak reni pun mau makan satu meja dengan Nina. Dulu memang Mbak Reni sering sekali satu meja saat makan dengan Nina bahkan juga bersama Pak Joko, sopir pribadi Nina yang setia mengantar jemput Nina dari Nina masih Taman Kanak-kanak hingga sekarang, sebelum Nauval mengambil alih profesi Pak Joko sebagai sopir pribadi Nina. Mbak Reni adalah wanita yang selalu menemani Nina selama ini, karena orangtua Nina sibuk dengan kerjanya yang harus keluar kota atau bahkan keluar Negeri. Kalau pun pulang hanya di akhir bulan saja, selama satu minggu. Walaupun begitu, tidak membuat Nina menjadi perempuan tidak baik yang kurang kasih sayang yang biasa ada di sinetron-sinetron di televise atau film-film di bioskop, Nina tetap menjadi perempuan lemah lembut yang memiliki aturan dalam hidupnya meski tanpa dampingan orangtua.

"Wih... Kayaknya enak tuh." Seru Nauval yang berjalan menghampiri Nina dan Mbak Reni di meja makan, tanpa permisi langsung menarik kursi di samping Nina lalu mengambil nasi dan lauk di meja. Nina dan Mbak Reni hanya melongo melihat reaksi Nauval yang melahap makanan seperti satu tahun tidak makan.

Bahkan laki-laki itu memasang wajah tanpa dosanya, apa wajah Nina tak menunjukkan rasa sakit hatinya sama sekali? Atau laki-laki itu tidak peka sama sekali?

"Dasar gak punya sopan." Gerutu Nina seraya menghabiskan makanannya di piring. Juga Nina, untuk membenci Nauval pun rasanya nggak mampu sama sekali, seberapa besar pun luka yang di torehkan Nauval, rasa sayang yang Nina punya selalu mampu mengalahkan semua kesalahan Nauval yang harusnya sulit untuk di maafkan itu. Namun kembali lagi, siapa Nina? siapa dia jika harus menuntut hak lebih dari Nauval? Nina hanya berstatus teman dekat Nauval saja, tidak lebih dari itu.

Bukannya heran, hanya saja mereka gak habis pikir dengan kelakuan Nauval yang main selonong saja masuk ke rumah Nina dan seolah ini adalah rumahnya. Meski baru berjalan hampir dua tahun kedekatan mereka namun Nauval sudah mampu menjadi bagian di rumah Nina.

Orangtua Nina begitu mempercayakan keamanan Nina kepada Nauval ketika berada di sekolah atau di luar rumah kalau tidak bersama Pak Joko jika Nina keluar rumah. Laki-laki ajaib yang hebat.

Selesai makan, Nina dan Nauval duduk di tepi kolam renang, di halaman belakang rumah Nina--duduk berjajar sambil menenggelamkan setengah kakinya ke dalam kolam renang. Memang sudah kebiasaan lama mereka selalu duduk berdua di bawah banyaknya bintang seperti saat malam ini. Suasana yang selalu memberikan kesan yang begitu indah bagi Nina, dimana dia bisa menghabiskan malam bersama laki-laki yang di cintainya kini--di bawah terangnya bulan dan banyaknya bintang yang menemani bulan seperti Nauval yang tidak membiarkan Nina duduk sendirian malam ini. Mungkin merekalah yang menjadi saksi atas kupu-kupu yang menari-nari di perut Nina, mengulas sebuah senyuman tulus dari bibir kecil Nina saat dia melihat laki-laki pujaannya tengah berada di sampingnya hanya untuk menemaninya melihat bintang.

"Lo percaya nggak? Di setiap kita melihat bintang jatuh dan kita berdoa memohon sesuatu yang kita inginkan, hal itu akan terjadi?" Kata Nauval memandang bintang-bintang di langit sambil tersenyum.

"Gue gak tau, gue gak pernah memohon sesuatu setiap bintang jatuh. Karena gue juga gak pernah lihat bintang jatuh." Jawab Nina menoleh sekilas kepada Nauval yang masih memandang ke langit.

"Kalau gue gak percaya." Tungkas Nauval cepat, lalu melemparkan pandangannya kepada gadis di sebelahnya itu.

"Emang gue nanya?"

"Lo nggak mau gue kasih tahu alasannya?"

"Ck. Memangnya kenapa?" Tanya Nina memandang kearah Nauval, mengernyitkan dahinya. Menanti kalimat selanjutnya yang akan dikatakan Nauval. Nauval menunduk, menyembunyikan senyumnya, kemudian memandang ke langit lagi.

"Karena... Gue hanya percaya bahwa bintang-bintang di sana--" Nauval menjeda kalimatnya, lalu menunjuk kearah langit, Nina mengikuti arah jari telunjuk Nauval--memandang ke langit. "Hanya akan menjadi saksi cinta ke gue ke lo."

Nina diam membeku. Lagi-lagi Nauval berhasil membuat kupu-kupu menari bebas di perutnya. Bukan sesuatu yang baru, ini berulang kali terjadi. Entah sampai kapan perasaan yang sulit untuk di deskripsikan seperti ini akan berakhir. Rasanya ingin sekali Nina mempertanyakan kepada Nauval, sejauh apa perasaannya selama ini. Tapi itu tidak mungkin. Apa seperti ini kehidupan cinta seorang perempuan? Hanya bisa memendam dan menunggu atau menguburnya dalam-dalam? Sebuah pertanyaan yang sulit untuk di jawab.

"Kenapa muka lo gitu?" Nauval terbahak-bahak sendiri. Nina menaikkan alisnya. Entah, laki-laki di sampingnya ini sepertinya sangat-sangat kurang waras. Tiba-tiba terbahak sendiri tanpa sebab yang jelas.

"Lo sehat Val?" Nina mengernyit.

"Oke gue pulang."

Denger sendiri, pertanyaan yang Nina lontarkan dengan jawaban yang keluar dari mulu Nauval tidak pernah kontras. Nauval memang harus secepatnya mendapatkan perawatan intensif untuk otaknya yang geser terlalu parah itu.

**

Kau Setia Tapi Tak NyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang