Rumah Pelangi

258 20 0
                                    

“Sebenarnya kita mau kemana sih Nauval? Bukankah di tepi danau tadi tempatnya sudah indah sekali? Gue mau ke situ saja, capek jalan terus dari tadi.” Cerocos Nina sambil berjalan mengekor di belakang Nauval menahan jengkel kepada laki-laki itu.

Nauval menghentikan langkahnya sebentar, lalu membungkuk di depan Nina dan menekuk lututnya.

“Lo ngap--”

“Ayo naik.” Kata Nauval menepuk bahunya. Nina tampak mempertimbangkan tawaran Nauval. Nina tahu, Nauval pasti juga sama capeknya dengan dirinya. Apalagi jika harus menggendong dirinya, tapi dia merasa tidak sanggup lagi untuk berjalan, tadi juga hanya sarapan roti, mana dia kenyang.

“Ayo cepat naik.” Gertak Nauval yang menyadarkan Nina dari lamunannya.
Perlahan Nina menaruh kedua tangannya di bahu Nauval, lalu mengalungkan ke lehernya. Begitu tubuhnya menggelayut di punggungnya, Nauval langsung berdiri. Kedua tangannya memegangi bawah paha Nina yang menggantung. Nina menggigit bibir bawahnya. Berharap laki-laki itu tidak merasakan jantungnya yang berdetak kencang di punggungnya.

“Gak perlu nervouse kayak gitu kali kalau gue gendong.” Goda Nauval sambil terkekeh.

“Ih, apaan sih lo.”

Nina menepuk bahu Nauval lalu membuang muka kearah lain, rasanya dia tidak bisa menyembunyikan bahagia yang melingkupi hatinya saat itu. Wajah Nina merona. Dia tidak bisa menyembunyikan bahagianya hari ini, Nina menyandarkan kepalanya di bahu kanan Nauval. Mengulas sebuah senyuman bahagianya. Begitupun dengan Nauval, bagaimana pun dia juga merasakan hal yang sama ketika dia bisa menggendong gadis itu di punggungnya, menyusuri jalan yang di kelilingi tanaman te Cinta memang punya cara sendiri untuk membuat hal yang paling sederhana menjadi sebuah bahagia yang tiada tara.

Nauval menurunkan Nina di sebuah pangkal perbukitan. Di sekelilingnya tampak pohon-pohon besar yang berdiri kokoh menutupi mereka dari terik matahari yang menyengat di atas ubun-ubun. Lagi-lagi, Nina di buat kagum dengan apa yang tertangkap oleh kornea matanya, hingga membuatnya melupakan capek dan lelahnya, bahkan tempat mereka yang berada jauh dari keramaian orang-orang. Gadis itu tidak peduli lagi apa tujuan sebenarnya Nauval membawa ke tempat ini. Di depan mereka ada sebuah anak tangga yang menjulang ke atas. Sebuah tangga yang membawanya ke atas rumah pohon. Sepertinya rumah kayu yang berdiri di atas pohon besar itu masih tampak kokoh di sana.

“Kita mau ke sana?” Tanya Nina semangat sambil menunjuk kearah rumah kayu di atas pohon itu. Nauval hanya tersenyum membungkukkan badannya ke depan lalu memegangi kedua lututnya, mencoba mengatur nafasnya akibat kelelahan.

“Nauval jawab!! Ayo kesana…” Renggek manja Nina yang menarik-narik lengan Nauval.

Nauval menghela nafasnya dan tersenyum. Lalu menggandeng tangan Nina menaiki beberapa anak tangga yang akan membawanya ke rumah pohon itu.

**

Begitu sampai di atas pohon--di depan rumah kayu itu, Nina langsung takjub melihat pemandangan di atas pohon yang begitu mempesonanya. Nina menyipitkan matanya, mengedarkan pandangannya ke segala arah.

Perbukitan dan pegunungan juga sawah, ladang bertingkat serta kebun teh yang berjajar rapi, pun danau yang dia lewati bersama Nauval tadi membuatnya terus menyunggingkan senyumnya dan enggan melepaskan pandangan dari objek matanya itu.

Semuanya tampak sempurna dari atas pohon di tempat dimana Nina berdiri. Nina merentangkan tangan dan memejamkan matanya, membiarkan udara sejuk perbukitan menerpa wajah ayu-nya. Sungguh hari ini adalah hari yang sangat menyenangkan bagi Nina.

Nauval membiarkan Nina menikmati pemandang apa yang masih menyelimuti kekagumannya. Entah mengapa, Nauval begitu bahagia memperhatikan Nina yang masih terpejam sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

Kau Setia Tapi Tak NyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang