"Aku tidak tahu bahwa itu bisa berakhir seburuk ini. Maksudku, apa yang dilakukan Ali adalah pembelaan, dia jelas tidak bisa disalahkan disini, dan Salsa, astaga, dia adalah wanita kasmaran, aku mau bilang apa jika dia bakal melakukan segalanya untuk mempertahankan cintanya itu. Satu-satunya yang pantas disalahkan disini adalah kau," ucap Roxie. Karin melongo mendengarnya, tak percaya bahwa ternyata temannya yang blak-blakan itu juga melakukan hal yang sama padanya. Karin meringis dan meringkuk lagi di bawah selimut, berusaha agar tidak mewek.
Karin tidak bisa tidur malam itu, semua pikiran hari itu menghantuinya. Akhirnya disinilah ia terjebak, di kamar rusuh milik Roxie, tidur diatas ranjangnya sambil menceritakan segalanya. Roxie seperti satu-satunya sahabat yang dia punya sekarang, ia tidak tahu lagi harus meminta bantuan pada siapa.
"Ayolah, Karin, aku tidak tahu sikapmu ini karena kau memang bodoh atau kau sebenarnya menikmati mengombang-ambing semua orang," ucap Roxie masih saja sarkastik.
Karin muncul lagi dari balik selimut, "apa bisa berakhir seburuk ini ya?" tanyanya tak tahu menahu. Roxie menatapnya dengan kening mengernyit, tidak mengerti. "Aku hanya berharap Ali bisa berhenti, itu saja, aku bahkan tak pernah berpikir perasaannya seserius itu. Aku kenal dia, dia senang sekali bercanda, saat SMA, dia pacaran sana, pacaran sini, menyatakan perasaannya dengan mudah. Keesokannya dia melupakan perasaan itu secepat dia mengatakannya. Kau tidak mengerti kan perasaanku..." ucap Karin dengan suara kadang serak kadang basah, mencoba menahan tangisnya sendiri. Roxie menatap kasihan pada temannya itu kemudian menghampirinya diatas ranjang, mengelus rambutnya.
"Sekarang aku tanya padamu, apa kau menyukainya?" tanya Roxie rendah.
Karin menatapnya dengan mata senduh, "siapa?"
"Ali," jelas Roxie.
Karin diam lagi, pandangannya menatap satu titik di atap kamar Roxie mencoba mencari jawaban dalam dirinya sendiri. Butuh waktu yang lama yang sempat membuat Roxie merinding sendiri berharap jawaban Karin adalah tidak. Tapi gelagat Karin beda, dia berubah jadi tampak lebih kesakitan lagi.
"D-dulu aku pernah menyukainya," ucap Karin cukup rendah, entah kenapa Roxie menghembus napas lega.
"Dan sekarang?" tanya Roxie yang ditatap Karin penuh pengharapan agar tidak melanjutkan pertanyaan sejenis seperti itu. "Kenapa kau ragu, Kar, inikah yang menahanmu selama ini? Maksudku, jika kau memang menyukai Ali kau tinggal katakan itu padanya, lagipula Ali juga menyukaimu," ucap Roxie.
Karin memejamkan matanya yang mulai panas, "kau tidak tahu ya, Salsa sangat menyukai Ali," ucap Karin.
"Astaga, ini seperti sebuah tragedi novel-novel saja, tiga orang bersahabat, A saling suka dengan B, tapi C suka A, siapa yang harus mengalah, jika B mengalah maka ketiganya tersakiti, tapi jika C mengalah hanya C yang tersakiti. Kau paham maksudku, tidak?" tanya Roxie, Karin tampak berpikir keras "Okey? Kau ingat-ingat saja perkataanku ini, seseorang yang terlibat pertengkaran akan lebih cepat sembuh dari pada yang terlibat pengkhianatan. Itu artinya lebih baik saling terbuka di awal dari pada saling menyakiti di akhir. "
Karin menatapnya lama tanpa kedip.
"Kau tidak paham?" tanyanya, Karin menggeleng seksama. "Baiklah, begini... Em," kali ini Roxie yang berpikir keras.
"Tidak, aku mengerti maksudmu," potong Karin cepat sambil menghapus ingus bening yang turun dari hidungnya. "Aku hanya baru menyadari keberadaanku sekarang. Memang seharusnya aku jujur saja pada Ali sejak awal bahwa aku tidak suka sikapnya, atau bagaimana dia mencoba menyatakan perasaan cinta itu padaku seakan dia benar-benar memilikinya. Seharusnya aku bisa lebih jujur pada Salsa bahwa aku dan Ali tidak ada apa-apa, aku tak pernah sedikit pun berpikir untuk mengkhianatinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tux & Apron (Watty's 2016)
RomanceTAMAT - Kamu bisa pesan buku ini ke toko-toko online favorit kamu untuk baca cerita lengkapnya - * Syarifa Karina adalah seorang perempuan yang berasal dari keluarga sederhana. Dia begitu menggilai kegiatan memasak dari mulai ia SMA sampai melanjutk...