Bagian 2 - Obsesi

21.7K 804 23
                                    

Bag 2: I'm thankful for difficult people in my life, they have shown me, exactly who I don't want to be (Anonim)

Dari kecil  Syarifa  Karina  punya  mimpi  bisa  mengelilingi  dunia. Dia  tahu  mimpi  ini sangat  biasa  di  kalangan orang  biasa,  terlebih  seorang gadis  sepertinya. Berharap  bisa mendapat  pangeran berkuda  putih  yang tampan, cerdas, dan  kaya, tapi  hayalan  itu ia  coba tepis  juga  karena  dia  sadar  bahwa  beberapa  darinya  membawa  pengaruh  buruk. Misalnya  saja dalam  sebuah hubungan  Karin  selalu  pemilih  soal  siapa  yang  cocok  menjadi  pacar  atau mungkin akhir-akhir  ini  ide  untuk  keliling dunia  mulai  berbalik menjadi  sesuatu yang mungkin tidak akan pernah tercapai  karena  kondisi  keluarganya.

Ayah hanya  seorang  cleaning service  sedang ibu  menjual  kue  ke  toko-toko, kue  yang mungkin bukan kue  yang bisa  masuk ke  toko elit  karena  hanya  di  bungkus  plastik  bening bertulis  'Kue  Mangkok Mawar.'

Sejujurnya  Karin tidak  pernah mengelu soal  hidup, bahkan  membencinya. Dulu,  dia pikir dia  bisa  bangkit dari  kondisinya  tanpa  membawa  latar  belakang keluarga,  ia  bermaksud, ia  bisa  memandirikan dirinya, belajar  bagaimana  menjadi  orang sukses  seorang  diri. Apakah itu buruk? Tapi  wajahnya  muram  kali  itu,  cerahnya  hilang,  roknya  kusut. Dia  tidak pernah merasa seburuk  saat  ini.

Ia ingat,  kesialannya ini  berawal  sejak    acara  lomba  memasak  tiga tahun  yang  lalu. Oke,  Karin sudah berlapang dada  bahwa  dia  sudah ditipu,  dia  mencoba  untuk  move  on  dan berpikir ke  depan  bahwa  kesuksesan tengah  menunggunya. Sialan  dengan  siapapun  yang berani  mengobrak-abrik hidupnya.

Setelah memilih jurusan  kuliner  di  universitas  negri, entah  kenapa  dia  merasa  janggal  dengan semua kemudahan  yang ia  terima. Karin menggelung rambutnya  cepat  dan beranjak dari  bangku perpustakaan.

Tiga tahun sudah  ia  lalui  dan  ia  pikir  ini  bukan suatu yang buruk untuk mendapatkan  beasiswa. Seharusnya  Karin mengira  sejak  awal, tidak  ada  itu yang  namanya  kebetulan  karena  mungkin ada  yang tengah bermain-main dengan nasibnya.

Ia  ingat  pada  gadis  18 tahun itu  yang  lebih mementingkan acara  lomba  masak dari pada  fokus  ujian. Setiap  hari  yang dia  pelajari  bukan buku MIPA  tapi  buku resep  masakan. Ia tidak sempat  sepulang sekolah untuk langsung  pulang ke  rumah dan mungkin beristirahat karena  dia  punya  beberapa  babak lomba  yang harus  di  lalui.

Sebenarnya  orang gila  mana yang melakukan segalanya  hanya  untuk mengerjai  orang lain? Gadis  SMA  itu sudah tumbuh  menjadi  orang yang lebih kacau dan tidak tahu apa yang harus  di  lakukan,  sekarang dia  menjadi  pemurung dan kurang tanggap,  sungguh miris.

"Tidak  pak,  saya yakin  betul  kalau  undangan ini  langsung  dari  direktur  restauran yang mengatakan bahwa saya memenangkan lombanya," ucap Karin pada laki-laki  paruh baya yang berdiri  di  depan restauran. Sudah sejak  satu jam  yang lalu membuatnya berjuang hanya untuk  masuk  kedalam  restauran itu,  tapi  yang ada dia malah di  usir  keluar.

"Maaf  mbak, pemenang untuk  lomba memasak  kemarin sudah ada dan dia sudah menerima hadiahnya, anda tidak  bisa ya bohongi  saya," ucap satpam  itu dengan penekanan bahkan telunjuknya naik  ke  wajah  Karin. Karin melotot.

"Nggak  mungkin, coba  bapak  satpam  liat  amplopnya, ini  langsung dari  direktur,  ada tanda tangan dan nama lengkap  lo pak,"  ucap Karin  mencoba  bersabar, dia sudah kehilangan  kesabaran.  Bagaimana tidak, susah  payah  dia mendaftar  diri  ke  sebuah lomba masak, sampai  dia datang 10 Mei  kemarin untuk  mengikuti  lombanya, beberapa hari  dia jadi pesuruh di  restoran  itu  sampai  akhirnya dia  disuruh memasak  makanannya sendiri  dan menyajikannya pada para tamu.

Tux & Apron (Watty's 2016)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang