Bagian 3

14.4K 667 15
                                        

Bag 3: People enter our lives for a reason, a season, or a life time. We only get dissapointed if we try to force relationships beyond their purpose (Anonim)

Seorang laki-laki masih tampak terlelap dan sesekali dengkuran halusnya terdengar. Dia bahkan tidak peduli saat udara dingin AC menyusup masuk karena selimutnya tersingkap sampai ke dada, menampakkan dadanya yang bidang dan tegap. Karena merasa kurang nyaman, ia berputar dan beralih memeluk guling hingga punggungnya yang telanjang itu menampakan sebuah tato hitam bergambar elang yang melebarkan sayap.

Sebenarnya dia bisa saja bangun saat itu juga karena kesadarannya setengah pulih, tapi ia tahu ia bangun pun tidak akan menyelesaikan masalah yang baru saja dicari oleh perempuan yang ikut berbaring disampingnya dan mendekap punggungnya sebegitu erat. "Kau cari mati?!" ucapnya setengah membentak dengan suara yang masih parau mengetahui bahwa perempuan itu tak berhenti dan malah mengelus dadanya sedemikan rupa, dan itu benar-benar mengganggunya karena ia tak pernah suka siapapun memegangnya atau mendominasi tubuhnya saat dia tertidur.

"Aku selalu suka tatomu, mengapa kau tidak membiarkanku menato yang sama ditubuhku?" bisik perempuan itu kemudian terkikik lembut ditelinganya, kali ini laki-laki itu mengerang kesal dan menggenggam erat tangan wanita itu untuk melemparnya jauh-jauh. "Kau tidak mau bangun?" tanya perempuan itu.

"Jam berapa ini?"

"Jam 5 di pagi buta," jawabnya sebelum kembali tersenyum lebar kemudian kembali bermain-main di tubuh atas laki-laki itu yang telanjang. "Apa kau punya hal penting dikantor? Jika tidak, kita bisa menghabiskan pagi ini hanya berdua," dan itu dengan mendesah dan menggoda, diikuti dengan ia mencium bahu telanjang laki-laki itu.

"Astaga Ginna, berapa kali kau harus menggodaku?" tanya Alex tak kuasa dan membuka matanya malas.

"Ish, kau benar-benar tidak asyik, kau seharusnya tidak menyebut namaku!" rengek Ginna kemudian bangkit dari posisi tidurnya dan menggelung rambutnya yang tadi sempat ia gerai untuk menggoda Alex.

"Jika kau berani melakukannya lagi.." dan sebelum mendengar sumpah serapa Alex, Ginna cepat-cepat bangkit dan keluar dari kamar kakaknya itu. Alex memutar kepalanya untuk melemparkan tatapan tajam, kemudian mendapati Ginna tidak berada disana membuatnya semakin Geram. "Hey!" teriaknya yang diyakininya Ginna sedang tersenyum penuh kemenangan karena berhasil membangunkannya pagi buta itu dalam keadaan marah.

Alex memang tinggal sendiri di apartemennya sejak ia memutuskan untuk mandiri, mungkin di apartemen itu saat umurnya menginjak 21 tahun. Orang tuanya tidak begitu peduli apakah Alex akan pulang atau tidak. Memang bukan orang tua pada umumnya, yang ia punya adalah Ginna adiknya, yang sama dianggurkan orang tuanya karena mereka bukan orang tua bertanggung jawab.

Alex ingat hari-hari yang dihabiskan ayahnya untuk mabuk dan tidak pulang ke rumah, sedang ibunya bekerja keras dan selalu pulang dengan marah-marah sendiri.

Bagaimana Alex dapat hidup dengan keadaan keluarga seperti itu, sebagai laki-laki ia memutuskan untuk mandiri dan mencari peruntungannya sendiri. Sejak ia berumur 15 tahun ia tak pernah menemui bagaimana keluarga harmonis itu lagi, semuanya hilang seperti kepulan asap yang menyesakan. Tapi ia begitu menyayangi adik perempuannya itu, ia sesekali menemui Ginna dan menjaga adiknya walau mereka tidak lagi satu rumah dan sekarang membiarkan Ginna keluar masuk apartemennya agar dia bisa tetap menjaga adiknya atau adiknya itu akan terjerumus yang tidak-tidak.

Tapi yang benar saja, Ginna selalu tahu bagaimana menggodanya dan titik terlemahnya. Ini adalah akhir pekan, dan seperti yang Alex janjikan jauh-jauh hari sebelumnya bahwa dia bersedia menghabiskan waktunya untuk Ginna. Sedang Alex memang bukan Morning-man, dia biasa bangun pukul delapan keatas terlebih diakhir pekan, entah apa yang membawa Ginna begitu lancang mengganggu kebiasaannya itu.

Tux & Apron (Watty's 2016)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang