#6 Red

178 10 0
                                    

Hai hai kaliann.. Terima kasih sudah bersedia membaca cerita absurd ini. Mohon tinggalkan jejak, supaya aku bisa lebih baik lagi... Hehe. Btw, happy reading 😊

Laff,

Pucuk.
.
.
.
.

Author POV

Min Ho memejamkan matanya. Menghirup udara sekitarnya banyak-banyak lalu menghembuskannya perlahan. Tangannya refleks memijat kedua pelipisnya dengan lembut saat otaknya mengirim sinyal 'kesakitan' di daerah itu.

Tarik nafas, lalu hembus..

Tarik nafas lebih dalam, hembus lagi..

Tarik nafas, tahan, hembus....

Suara Ji Ha masih melengking di telinganya. Sesekali hembusan nafas kasar terdengar jelas dari gadis itu. Ia marah. Kentara sekali ia tengah mengamuk.

"Aku lelah. Aku menyerah. Aku bukan tipe orang yang sabar. Jadi maaf, aku berhenti. I'm quit. I'm too tired to spend my life like this." Ucap Ji Ha sambil ikut merebahkan diri di atas rumput yang terasa empuk.

Ji He cemberut. Ia memasang wajah merasa bersalah pada Ji Ha. Bahkan ada gurat ekspresi malu di sana. "Kau... Benar-benar akan membiarkanku seperti ini, Ji Ha?"

Ji Ha memejamkan matanya. Ia sudah hapal tingkahnya unnie-nya. Ji He akan menarik kemeja sekolahnya dengan tingkah putri manjanya sambil merengek sok imut.

"Ji Ha, kau tidak serius, kan?"

"Ya, aku serius unnie. Aku sudah lelah mengurus urusanku, ditambah urusanmu yang tak pernah terlihat membaik. Aku masih terlalu kecil untuk menghadapi masalah ini."

"Lalu aku harus bagaimana? Aku sudah berusaha, tapi semuanya buyar begitu saja." Ji He kembali merengut. Tangannya terus jahil mengganggu Ji Ha yang selalu ditepis mentah-mentah .

"Bukan aku saja makhluk yang ada di sini unnie. Jangan terus menarik-narik kemejaku." Ji Ha membuka matanya. Menatap Ji He yang sedang menunduk, menatap kertas putih yang terdapat barisan huruf yang diketik dengan tinta hitam. Lalu di pojok kanannya terdapat dua angka rendahan yang di bubuhi tinta merah dengan dibatasi lingkaran super besar.

Angka rendahan itu seolah tertawa jahat pada Ji He. Seolah berkata, 'memang takdirmu sayang, kami akan selalu menghiasi lembaran demi lembaran ujian yang akan kau dapat'.

"Lalu aku harus apa? Oh, ya, aku punya ide!" Teriak Ji He riang lalu mengambil pena di dalam tasnya. Ji Ha mengangkat kepalanya sedikit untuk mengintip apa yang dilakukan unnie-nya.

Ji He dengan lincah menambahkan sesuatu pada angka dua puluh enam dengan pena merahnya. "Di beri lengkung disini dan disini. Nah, cha! Jadilah, angka cantik."

Tak!

"YAK! Sakit, pabbo-ya!" Jerit Ji He sambil mengusap keningnya yang kini memerah. Ia melotot ke arah Ji Ha, mulutnya bersungut kesal.

"Apa yang kau lakukan, pabbo?! Delapan puluh enam?!!!" Bentak Ji Ha sambil melipat tangannya di depan dada. Ia mengangkat dagu, menunjuk kertas putih yang sudah tak berbentuk karena kusut.

"Ini ide yang bagus bukan? Kakek Lee takkan mengamuk lagi, hehe. Lagi pula kasihan dia, sudah semakin tua."

Ji Ha memijat keningnya lalu menoleh ke arah Min Ho yang terlihat seperti mayat. "YAK! Gumiho, katakan sesuatu. Kau mau mati cepat?!"

Unexpected (Jung Sister Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang