Gerald Point Of View

1K 88 46
                                    

  Sesuai judulnya, chapter kali ini spesial Gerald POV ya.

● ● ●

"Hei, jangan melamun terus." Pria itu melempari ku bola bisbol, namun meleset.

"Kamu masih memikirkannya?" Tanya pria itu.

Aku mengangkat sebelah alis ku dan memasang mimik wajah serius. "Menurut mu?"

"Ger, ayolah. Sampai kapan kamu akan terus begini?"

"Aku--aku hanya takut mengungkapkannya."

"Bukankah sebaiknya diungkapkan daripada dipendam terus menerus?" Tanyanya lagi. "Itu akan menyakiti dirimu sendiri."

"Tapi, bagaimana caranya? Bahkan dirimu sendiri pun masih belum memiliki pasangan hingga saat ini."

"Hah? Apa maksudmu? Berani-beraninya meremehkanku!" Pria itu segera meluncurkan emosinya tepat didepan ku, walau sebenarnya dia tahu bahwa aku hanya bercanda.

"Tenanglah. Aku tidak bermaksud seperti itu. Lagipula, itu memang kenyataannya, kan?"

"Tidak! Andai aku bukan pengawal pribadi mu, tentu aku akan sesegera mungkin menebar pesona dan menarik perhatian para gadis diluar sana." Bantah pria itu.

Aku hanya dapat tertawa melihat tingkah lakunya. "Lalu, buktikanlah."

"Hah?" Pria itu berhasil membuka mulutnya dan membentuk angka nol yang sempurna.

"Yah, malah melongo lagi."

"A--apa maksudmu tadi?"

"Aku ingin kamu membuktikan bahwa omongan mu tentang menarik perhatian para gadis itu benar."

"Tapi, Ger, aku hanya--"

"Hanya apa? Kamu ingin bercanda didepan ku?"

"Bu--bukan begitu."

"Jadi, kamu bisa atau tidak?" Tanya ku kembali.

"Tapi, apa yang harus aku lakukan?" Tanya pria itu kebingungan. "Bagaimana dengan pekerjaan ku sebagai pengawal pribadimu?"

"Ah, tidak usah dipikirkan. Lagipula, Papa masih punya banyak pengawal di kantornya." Jawab ku santai.

"Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan?"

Aku pun berjalan mendekatinya dan membisikkan suatu rencana hebat kepadanya.

"Hm, oke." Pria itu pun bergegas pergi dan meninggalkan ku di lapangan bisbol yang sedang sepi saat itu.

● ● ●

"Tuan Gerald, Pak Aldi baru saja pulang dan sekarang sedang berada di kamarnya." Ucap Bi Titi saat melihat ku turun dari tangga balkon.

"Ya." Jawab ku singkat.

Aku pun bergegas ke kamar Papa.

Andai saja Papa tidak melarang ku. Mungkin aku bisa melihatnya lagi hari ini, batin ku.

Aku pun mengetuk pintu kamar Papa sembari berharap beliau tidak terlalu kelelahan sehabis pulang dari luar kota.

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang