Rasa

618 28 4
                                    

   2 tahun kemudian....

Pagi itu mentari seolah – olah sengaja menyinari kamarku. Membuat seisi ruangan terlihat hidup kembali. Termasuk diriku. Dengan sigap, aku pun mengambil handuk lalu melangkahkan kaki ke kamar mandi.

"Key, kamu lihat kunci motor Mama nggak?" teriak Mama dari ruang keluarga. Ya, Mama selalu seperti itu setiap pagi. Selalu lupa dimana tempat terakhir kali beliau menyimpan kunci motornya.

"Nggak, Ma!" jawabku dengan intonasi sedikit berteriak.

"Eh, nggak boleh ngomong di kamar mandi, Nak!" tegur Ayah tiba – tiba.

"Hehe, maaf, Yah," ucapku spontan.

"Loh, itu ngomong," sahut Ayah ku.

Aku pun nyengir sendiri dibuatnya.

...

"Key, nanti kamu ikut kerja kelompok di rumah Tasya nggak?" bisik Farah padaku saat proses belajar sedang berlangsung.

"Hmm, ikut nggak, ya?" gumamku pelan.

"Ikut aja, yuk, Key. Kalau nggak ada kamu, nanti tugasnya nggak selesai - selesai, tau! Kamu tau, kan, si Tasya itu kalau udah ngegosip kayak gimana," Farah menarik napasnya. "Nggak b e r h e n t i - b e r h e n t i."

Aku tertawa terbahak - bahak dibuatnya. Emang benar, sih, dari dulu sampai sekarang, sifat Tasya belum berubah sepenuhnya, apalagi kalau udah ngegosip, duh ... dialah jawaranya.

"Key, pinjam pulpen, dong."
Sebuah suara membuyarkan lamunan ku. Aku pun segera berbalik ke arahnya. "Nggak mau, ah. Masa udah SMA masih aja nggak bawa pulpen ke sekolah?" jawabku ketus.

"Bukan gitu, Key, masalahnya aku lupa dimana terakhir kali ngelihat pulpenku. Please, hari ini, aja," pintanya dengan nada memelas.

"Lupa atau pura - pura lupa...." goda ku padanya. Aku pun memberinya pulpen setelah puas melihat wajah masamnya.

"Loh, kok pulpennya ada teddy bearnya gini?" protes Gerald sembari mengerutkan dahinya.

"Hahaha, lagian salah sendiri, sih, pake lupa bawa pulpen segala. Yang ada cuma pulpen itu, Ger," ucapku.

Gerald pun hanya mengangguk - angguk dan hanya mengiyakan. Sepertinya dia sudah terpuruk dengan candaanku.

"Kamu ingat nggak, sih, itu tuh pulpen yang dulu kamu pinjam waktu kita masih les," ucapku spontan. Entah mengapa, kenangan itu tiba - tiba saja muncul di pikiranku. "Dulu, waktu kamu pinjam pulpen itu, aku baper nggak ketulung, loh."

Gerald tertawa kecil mendengar ucapanku. "Hahaha, masa, sih? Pantas aja waktu itu pipi kamu merah banget."

"Hah? Kamu serius? Merah banget, ya? Aduh, kok aku nggak sadar, sih."

"Mungkin karena aku terlalu ganteng kali, ya? Hahaha," goda Gerald padaku.

...

"Eh, gimana, Key? Kamu jadi ikut kerja kelompok nanti, kan?" tanya Farah saat bel pulang tengah berbunyi.

"Iya, sekalian aku mau mampir ke rumah Salsa sehabis kerja kelompok nanti."

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang