Praedictas Fatales

24 0 0
                                    

yang di atas Rosea. nanti Rubrum. kalo Viridis susah nemuinnya. kalo mau tahu, bayangin aja Hatsune Miku dengan rambut dan mata hijau, serta pakai kacamata. sorry mengganggu.

'''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''

yeah. sekolah berlangsung sempurna. dan aku masih mempertanyakan gadis berambut kuning tadi. aku segera menyikut Viridis.

"psst hey!"

"apa?"

"kau lihat gadis dengan rambut dan mata kuning tadi yang hampir telat?"

"ya........... aku kenal dia."

"siapa?"

"kenapa? suka yah?"

"eh?! enggak!"

"jikalau seorang lelaki menanyai temannya nama seorang gadis, maka lelaki itu menyukai sang gadis."

"di, ................. diam!"

"fufufu................ ok ok. dia Mediocris Flavis. panggil saja Flavis. dan kau merupakan orang paling beruntung sedunia kalau berhasil merebut hatinya."

"a..aku tidak!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

Viridis tertawa seraya menepuk tepuk bahuku.

"terserah. tapi aku serius. dia itu susah didapatkan. hatinya sedingin es, matanya setajam petir tetapi parasnya semememesona malaikat. iya, kan? mengakulah............................"

"diam! lagipula, tadi itu,kan, komentar lelaki. kau ini transgender, ya?"tanyaku seraya menyipitkan mata

Viridis terdiam lalu memukul punggungku dengan tasnya.

"YA BUKAN,LAH!!! ITU PENDAPAT BRUNNEIS!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

"anda bisa tidak meneriaki nama saya keras keras, nona?"

kami berdua membeku seketika. Brunneis Mediocris. lelaki yang kupikir normal. rambut dan matanya coklat. bukan. bukan terbuat dari coklat. warna coklat. jadi............... kupikir dia normal. Viridis berbalik.

"itu pendapatmu,kan?"

"sudah 2 kali saya katakan, itu pendapat tuan Purpura, nona."

sumpah. dia formal banget ngomongnya.

"lho? kenapa tiba tiba mengungkit namaku?!!!"

Fairy Purpura. lelaki yang tingginya sama denganku, dengan mata dan rambut ungu. Brunneis membungkuk khas Jepang lalu tiba tiba hilang.

"kalian membahas siapa?"

"Flavis."

"oh. gadis guntur itu. ahh............... dia memang cantik. tapi hati hati. ucapannya setajam pisau. lagipula, dia tidak pernah mau berbicara dengan siapapun selain guru dan Rubrum."

aku berdiri.

"euh................ aku harus pulang."

"ahh.............. baiklah......"

"tidak apa apa kutinggal dengan orang ini?"

"MEMANG ADA APA DENGANKU, HAH?!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

"tidak."

aku berjalan keluar. tiba tiba aku melihat sekilas sosok yang berlari di koridor. rambut kuning. Flavis? aku mengejar orang itu.

"hey! tunggu!!!"

orang itu berhenti. aku mengatur nafas. memang gadis itu.

"apa?"

"ti, tidak. aku hanya heran mengapa kau begitu terburu buru."

"kenapa heran?"

"yah............ memang kau ngapain, sih?"

Flavis berbalik. ia terlihat membawa tasnya.

"mengapa tidak kau selempangkan saja?"

"memang kenapa?"

lagipula, dia tidak pernah mau berbicara dengan siapapun selain guru dan Rubrum.

"euh............. kenapa kau mau bicara denganku?"

"maksudmu?"

"bukankah kau hanya mau bicara dengan guru dan Rubrum?"

ia menyunggingkan seutas senyum manis. aku terbengong. maksudku, Purpura benar! dia seperti malaikat...

"yah....... memang itu artinya aku dilarang bicara denganmu?"

"tapi kenapa aku?"

"entahlah. auramu berbeda."

Flavis menarik kerahku dan menatapku menggoda.

"auramu bukan aura yang biasa. auramu unik seperti Rubrum. sementara guru, ya jelas aku harus bicara."

"memang aura kami bagaimana?"

"beda. aura kalian juga beda. aura Rubrum sesuai lambangnya. api. dia itu senang berbagi humor dan berteriak. seperti orang gila. dan itu adalah jati dirinya. dia menunjukkan jati dirinya sejak awal. kau juga. anak penakut yang mudah jatuh cinta."

pipiku langsung memerah. aku berpaling namun ia mengarahkan kepalaku agar menatapnya lagi.

"a.......... ti, tidak kok. ok. aku, aku memang penakut. tapi aku tidak mudah jatuh cinta."

"masa?"

Flavis semakin mendekatkan wajahnya dengan wajahku. aku mendengar tapak kaki dan suara decakan.

"hebat, Yugo. kau berhasil merebut hati Flavis."

Rubrum. itu suara Rubrum.

"di, diam................ aku tidak. i, iya,kan?"

"hmm............... iya. kau tidak.kalian berdua hanya unik. aku menyukai sesuatu yang unik. sesuatu yang berbeda."

Flavis hilang secepat kilat dan membiarkanku terjatuh ke lantai. jantungku berdegup kencang. Rubrum berjongkok di sampingku sembari tetap memainkan MP3-nya.

"kau terpilih. oh ya. apa kau merasa aneh dengan aku, Flavis, Viridis, Rosea, Brunneis, Purpura dan Gray?"

Gray Mediocris.

"ya. kalian aneh. apa ada lagi yang seperti kalian?"

"ini baru tujuh. sebenarnya ada 120 dari kami semua. beberapa memiliki warna sama dan beberapa warna campuran. kau mau tahu semuanya?"

"mungkin."

"ok. ke rumahmu."

"aku memang mau pulang........"

Rubrum tergelak lalu membantuku berdiri. kami berjalan ke stasiun kereta. aku hanya terbiasa lewat sini. rumahku memang tidak jauh dari stasiun.


Mechanical FairiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang