Sepuluh.

331 9 0
                                    

***

Sudah hampir satu bulan Rafa tidak masuk sekolah lagi. Rafa pun tidak mengikuti serangkaian tryout yang diadakan untuk persiapan ujian nanti.

Dan sudah sekitar satu bulan ini, Bianca lebih sering murung dan menyendiri. Tatapannya pun kosong.

Akhir-akhir ini ia jarang pergi ke ruang musik. Ia lebih sering pergi ke dalam perpustakaan, atau hanya berdiam diri di kelas.

Banyak pikiran.

Yap.

Bianca memang sedang banyak pikiran. Bagaimana tidak? Sudah hampir satu bulan Rafa tidak ada kabar. Bianca tidak mengetahui sama sekali keberadaan Rafa. Pikiran Bianca bercabang. Ia sangat khawatir pada Rafa.

Sebentar lagi ulang tahun Bianca. Kurang lebih dua minggu lagi.

Bianca sangat berharap Rafa kembali. Ia berharap Rafa bisa menghadiri pesta ulang tahun Bianca. Karena ulang tahun kali ini merupakan Sweet Seventeen Bianca.

Bianca hanya berharap itu.
Berharap sahabatnya bisa datang.
Tidak lebih.

***

Rival calling...

"Halo, Bi?"
"Iya, Val?"
"Enggak, Bi. Lo lagi apa?"
"Lagi bete. Dengerin musik aja."
"Lo dimana?"
"Dirumah. Kenapa?"
"Jalan yuk?"
"Boleh. Kemana?"
"Terserah Bi, gue ngikut."
"Oke. Nonton aja gimana?"
"Boleh."
"Yaudah, Val. Gue siap-siap ya."
"Sip. 15menit lagi gue sampe ya."
"Okay."

Calling end.

Setelah sekitar 10menit Bianca mempersiapkan diri untuk pergi bersama Rival, ia pun melangkah ke kamar Bundanya untuk meminta izin. Begitu juga dengan Rival, Rival ikut meminta izin pada Bunda Bianca.

Setelah mendapat izin, mereka langsung pergi ke salah satu Mall besar di Jakarta.
.
.
.
.
.
Sekitar 20menit melakukan perjalanan, mereka sampai di parkiran salah satu Mall besar itu. Mereka langsung menuju XXI Cinema untuk memesan tiket bioskop.

Setelah memesan tiket dan membayarnya, mereka menunggu di salah satu sofa yang telah disediakan.

Mereka saling diam.
Tidak biasanya seperti ini.

"Val." ucap Bianca memecah keheningan.
"Iya, Bi?" jawab Rival.
"Gue mau nanya." ucap Bianca.
"Tanya apa?" jawab Rival.
"Lo udah putus sama Clara?" tanya Bianca.
"Udah lama, Bi." jawab Rival.
"Lo udah moveon dari dia?" tanya Bianca.
"Udah sih, cuma kenangan gue sama dia masih muter-muter di kepala gue." jelas Rival.
"Terus?" ucap Bianca.
"Mungkin gue bisa lupa sama orangnya, tapi enggak sama kenangannya." jawab Rival.
"Lo masih suka kangen sama dia?" tanya Bianca.
"Masih, banget. Gue masih gak nyangka aja bisa pisah sama dia." jawab Rival.
"Oh gitu." ucap Bianca.
"Kok lo nanya gitu? Ada apa?" tanya Rival.
"Gak ada apa-apa, Val. Gue cuma kepo aja. Padahal lo cocok banget sama dia." jawab Bianca.

'Iya, kalian emang cocok. Bahkan cocokan elo sama dia, Val. Daripada sama gue.'

"Oh gitu. Hahaha. Lo itu orang yang kesekian kalinya bilang kayak gitu, Bi." ucap Rival.
"Hahaha. Emang cocok sih." jawab Bianca.

'Sakit bego sakit. Sakit gue bilang kayak gini.'

"Tapi kan gue udah pisah sama dia." ucap Rival.
"Kenapa lo gak balikan aja?" tanya Bianca.
"Dia udah bahagia, sama yang lain." ucap Rival.
"Gue ngerti, Val." jawab Bianca.

Setelah menunggu sekitar 10menit, pintu teater pun dibuka. Dan mereka segera masuk.

***

"Bi, abis ini lo mau kemana?" tanya Rival.
"Gatau, Val." jawab Bianca.
"Ke taman yuk?" ajak Rival.
"Boleh deh." jawab Bianca.
"Oke. Yuk!" ucap Rival.

*ditaman*

"Bi?" panggil Rival.
"Iya?" balas Bianca.
"Gue mau ngomong," ucap Rival sambil menatap kedua mata Bianca. Jantung Bianca berdetak tidak karuan.
"Ngomong apa, Val?" tanya Bianca gugup.
"Gue sayang sama lo." ucap Rival dingin. Pernyataan Rival membuat Bianca terkekeh, dan pipinya pun mulai memerah.

'Lo sayang sama gue, Val? Lo gak lagi bercanda kan?'

"Terus?" jawab Bianca.
"Gue mau lo jadi pacar gue." ucap Rival.
"Lo yakin?" tanya Bianca.
"Banget." ucap Rival dingin.
"Apa yang lo suka dari gue?" tanya Bianca.
"Semuanya. Semuanya ada ada di diri lo, gue suka." ucap Rival yang membuat Bianca kembali terkekeh.

'Semuanya yang ada di diri lo, gue juga suka Val.'

"Gue juga sayang sama lo, Val." ucap Bianca.
"Jadi gimana? Lo mau kan?" tanya Rival.
"Tapi gue gak mau berhubungan sama orang yang masih kejebak sama masa lalunya." jelas Bianca.

'Gue gak bisa nerima lo kalo lo aja masih belum bisa moveon dari Clara, Val. Gue gak bisa.'

"Gue udah moveon dari Clara, Bi." jawab Rival.
"Gue gak yakin." ucap Bianca.
"Percaya sama gue." jawab Rival dengan meyakinkan Bianca.
"Mata lo, Val." ucap Bianca.
"Kenapa?" tanya Rival.
"Di mata lo, masih ada bayang-bayang Clara." ucap Bianca.

'Mata lo, Val. Mata lo gak nunjukin kalo lo udah moveon dari Clara. Bahkan di mata lo kayak masih ada bayang-bayang Clara.'

"Bi-" ucap Rival yang kemudian dipotong oleh Bianca.
"Gue takut, Val." jawab Bianca.
"Percaya Bi sama gue." ucap Rival dengan sangat yakin.
"Sejak kapan lo sayang sama gue?" tanya Bianca.
"Sejak kita deket." jawab Rival.
"Iya, Val. Gue mau." ucap Bianca.

Rival terkekeh. Ia kira Bianca tidak akan menerimanya, tetapi feeling ia salah. Bianca menerimanya.

Sungguh.

Bianca tidak ingin membohongi dirinya sendiri.

Bad FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang