***
Setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih 20menit, Bianca sampai di sekolahnya. Ia langsung turun dari mobil Abangnya dan tidak lupa berpamitan pada bang Eza.
"Bang, makasih ya. Gue duluan. Hati-hati lo, jangan ngebut. Bye!" ucap Bianca sambil melambaikan tangannya.
"Iya, bawel. Bye!" jawab bang Eza dengan sedikit tersenyum.***
"Akhirnya, gue kelas 3. Siap-siap deh penderitaan." ucap Bianca dengan suara pelan.
Sesampainya didepan mading sekolah, Bianca langsung mencari namanya dalam lembaran kertas yang tertempel di mading.
Yap. Akhirnya ia menemukan namanya, Bianca Nazaretha Aurelia MIPA-1.
Bianca memang anak yang pintar. Ia jago dalam hampir semua mata pelajaran, terlebih pada pelajaran matematika dan ipa. Maka tak heran jika ia masuk kedalam ke MIPA. Ia juga jago dalam ber-bahasa inggris.
"Semoga gue sekelas lagi sama Rafa!" ucap Bianca sambil menaiki tangga dan menuju ke kelasnya.
***
*dikelas*
"Rafaaaaaaaa! Yeay, akhirnya gue sekelas lagi sama lo!" ucap Bianca dengan girang.
"Eh elo, Bi. Hahaha, gue aja bosen sekelas sama lo." jawab Rafa sambil tertawa kecil.
"Oke. Lo jahat. Bye!" jawab Bianca ketus sambil berjalan keluar kelas.
"Bi, gue bercandaaaa!" teriak Rafa sambil berjalan mengikuti Bianca.
"Bodo! Gue gak peduli!" jawab Bianca ketus, lalu berlari kearah kantin.Brukkkk.
"Eh? Sorry Bi, gue gak sengaja." ucap dingin seseorang yang suaranya tak asing lagi di telinga Bianca.
"Bi? Lo gak apa-apa kan?" ucapnya lagi dengan dingin.
"Bi?" tanyanya lagi.
"Bi, lo sakit ya? Sorry, Bi." ucapnya kembali.
"Eh? Iya Val, gue gak apa-apa kok tenang aja." ucap Bianca dengan napas yang tak karuan, jantungnya pun berdetak tak seperti biasanya.'Mata mereka bertemu. Mata hitam pekat itu, mata yang selalu disukai Bianca. Mata yang selalu ingin Bianca tatap setiap waktunya. Dan mata itu adalah mata yang selalu Bianca dambakan, terlebih yang memilikinya.'
"Bener Bi? Sorry ya sekali lagi." ucapnya kembali. Masih seperti ucapan sebelumnya, dingin.
"Iya Val, santai aja." jawab Bianca.
"Gue duluan Bi." ucap seseorang yang berada didepannya itu.
"Iya, Val." jawab Bianca dengan suara yang cukup kecil.Ia menatap punggung Rival.
Semakin lama, semakin jauh.
Dan semakin lama, semakin memudar.Bianca bangkit dari duduknya, karena tadi ia tidak sengaja tertubruk oleh Rival didepan Ruang Musik yang menyebabkan ia jatuh ke lantai.
Karena peristiwa tadi, Bianca memutuskan untuk kembali ke kelas. Ia harus segera memberi tahu Rafa, sahabatnya tentang peristiwa tadi.
***
*dikelas*
Sesampainya dikelas, ia mencari Rafa. Ia melihat ke sekitar kelas, ia tak menemui Rafa yang tengah ia cari. Akhirnya, ia memutuskan untuk duduk di bangkunya. Ia segera mengeluarkan Ipod dari kantong roknya lalu memasang headset-nya ke telinganya.
Ia langsung memutar lagu favoritnya, Ed Sheeran - Photograph.
Dengan tak sadar, ia sudah terlelap dalam tidurnya.
"Bi! Lo kemana aja sih?" tanya Rafa pada Bianca sambil menggoyangkan tangan Bianca.
"Hah?" jawab Bianca yang masih belum terkumpul nyawanya.
"Lo kemana aja tadi?" tanyanya lagi.
"Lo yang kemana? Gue disini aja daritadi." jawab Bianca.
"Gue serius. Lo ilangnya cepet amat sih? Gue capek tau nyarinya." jawab Rafa.
"Gue juga serius. Iya kan gue mirip siluman. Siapa suruh nyariin gue?" jawab Bianca.
"Lo masih marah sama gue? Gue kan bercanda Bi tadi." jawab Rafa dengan nada sedikit memelas.
"Bodo. Gue gak peduli." jawab Bianca malas.
"Sorry Bi, sorry. Bercanda doang gue Bi tadi." jawab Rafa dengan muka memelas.
"Hahahaha. Yaelah Raf, gue juga bercanda kali." jawab Bianca sambil tertawa karena tidak kuat melihat lucunya wajah Rafa yang memelas sambil meminta maaf.
"Kebiasaan deh lo mah Bi! Males gue." jawab Rafa sebal.
"Sorry deh Raf. Ehehehe. Eh gue mau cerita Raf sama lo!" ucap Bianca dengan nada girang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Feel
Teen FictionMenunggu itu tidak enak. Tidak juga menyenangkan. Bahkan dibenci oleh semua orang. Menunggu juga dapat menjadi penyesalan. Tapi tidak dengan Bianca. Ia suka menunggu. Apalagi menunggu seseorang yang didambanya. Tapi, untuk apa jika menunggu hanya me...