Dua belas.

466 11 0
                                    

***

"Bang?"
"Kenapa, Ga?"
"Gimana keadaan lo?"
"Udah baikan, Ga."
"Lo baik-baik aja kan?"
"Iya, Ga."
"Lo lagi sibuk?"
"Engga. Gue baru aja selesai. Ada apa?"
"Gue mau ngomong."
"Oke."
"Tadi Bianca kerumah."
"Lo serius? Sama siapa?"
"Serius. Sama Rival."
"Dia ngapain kerumah?"
"Dia emang sering kerumah, buat nyari tau keberadaan lo. Dia bilang dia kangen sama lo bang. Dia khawatir sama lo, bang. Dia mikir kalo lo berubah terus ngejauh dari dia."
"Lo jawab apa?"
"Gue bilang lo ke Singapur buat nemenin mama berobat. Gue bingung mau bilang apa. Satu-satunya biar dia percaya, ya gue bilang itu. Gue boong sama dia bang. Gue bilang kalo lo sibuk nemenin mama jadi gak sempet buat kabarin ke dia."
"Terus gimana?"
"Dia percaya bang. Dia minta kontak lo. Mau gak mau ya gue kasih. Gue kasian sama dia bang. Dia beneran nyari lo, pengen ketemu sama lo. Dia sempet nangis kejer, terus dia meluk gue bang."
"Oke. Gak masalah. Gue juga kangen dia, Ga."
"Apa sabtu depan lo udah bisa balik?"
"Mungkin beberapa hari lagi gue bakal balik, Ga."
"Sabtu depan lo diundang ke acara dia, bang."

Sabtu depan?
Ulang tahun Bianca.
Yap. Sabtu depan adalah sweet seventeen Bianca.

"Gue pasti dateng. Gue usahain pasti dateng."
"Yaudah, bang. Udahan dulu ya."
"Makasih, Ga."
"Sip."

***

Delivered at 1.06 p.m.
"Raf, lo apa kabar? Baik-baik aja kan? Raf, gue kangen. Gue pengen ketemu sama lo. Gue pengen cerita banyak Raf."

Delivered at 1.36 p.m.
"Raf, lo balik kesini kapan? Sabtu depan lo harus dateng ya ke ulang tahun gue. Gue gak mau tau pokoknya lo harus dateng."

Delivered at 2.00 p.m.
"Raf, kayaknya lo sibuk banget ya? Sampe chat gue gak lo bales gini? Iyaudah Raf gak apa-apa. Yang penting lo udah baca chat gue."

'Raf, lo kemana sih? Lo apa kabar? Lo kenapa sih? Lo marah sama gue? Lo pergi gak pamit sama gue, Raf. Lo gak pernah ngabarin gue lagi. Bales chat gue, Raf. Please. Gue kangen banget sama lo. Gue gak bisa kayak gini tanpa lo, Raf. Gue khawatir sama lo, Raf. Lo udah segalanya sebagai sahabat buat gue.' ucap Bianca.

Tangisan Bianca pun pecah. Ia menangis sejadi-jadinya.
.
.
.
.
.
.

'Gue baik-baik aja kok, Bi. Gue pastiin gue bakal selalu baik-baik aja buat lo. Gue juga kangen sama lo, Bi. Sebenernya gue juga gak mau terus-terusan gini. Tapi mau gimana lagi? Gue harus bisa sembuh dari penyakit gue, Bi. Gue gak mau lo sedih karna ini, Bi. Gue sayang sama lo.'

'Sorry Bi gue gak bisa bales chat lo. Gue mau bikin lo seneng nanti, Bi. Gue mau bikin kejutan buat lo. Gue pasti dateng kok, Bi. Lo tenang aja ya.'

Keadaan Rafa sudah mulai membaik. Penyakitnya pun tidak terlalu parah untuk saat ini. Tetapi, Rafa masih harus memakai kursi roda. Karna kondisinya yang cukup lemah tidak kuat untuk berdiri.

Rafa sudah boleh pulang jika keadaannya sudah mulai membaik. Ia perlu istirahat yang cukup dan tidak boleh memikirkan hal-hal yang mengganggu kondisinya.

Sebenarnya, melakukan pengobatan di negeri sendiri pun tidak masalah. Tetapi, karena Rafa ingin sesaat melupakan Bianca maka ia memutuskan untuk melakukan pengobatan di luar negeri saja.

Hasilnya pun sedikit memuaskan. Ia bisa sedikit menghapus Bianca dari hatinya. Tetapi ia tetap masih sayang pada Bianca sebagai seorang sahabat, seperti halnya Bianca pada Rafa.

Satu hal yang tidak bisa ia lupakan. Ia tetap saja memikirkan seorang perempuan yang menganggapnya sahabat itu.

Rafa merindukan Bianca.
Ia merindukan wajah Bianca.
Ia merindukan suara Bianca.
Ia merindukan tawa Bianca.
Ia merindukan canda Bianca.
Ia merindukan pelukan Bianca.
Ia merindukan semua yang ada pada Bianca.
Ia merindukan Bianca yang dulu.

***

Bad FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang