"Apa kamu akan dengan mudahnya pergi meninggalkanku begitu saja? Kamu satu satunya. Dan kamu, adalah yang terakhir."~Naraya.
***Tubuh Nara mematung. Terdiam di tempat. Seolah kakinya diikat. Hatinya hancur seketika. Jantungnya serasa di remas. Membuat ia merasakan sesak yang teramat sangat.
Disana. Di tengah jalanan yang sepi. Raja terkapar tak berdaya. Mukanya lebam. Darah kering dimana mana. Kaos putih yang tadi malam dikenakannya sudah lusuh. Motor ninjanya bahkan berada di sampingnya. Tegak berdiri. Berbeda dengan sang pengemudi yang justru terkapar di atas dinginnya aspal.
Dytha merangkul Nara erat. Takut takut jika Nara pingsan. Dytha ingin menangis melihat kedua sahabatnya. Kenapa hidup mereka setragis ini?
Nara ingin menangis, tapi ia tak bisa. Membuat hatinya sakit. Dia tak tau apa yang harus di lakukannya sekarang. Melihat Adik besarnya. Orang yang paling di cintainya tak berdaya. Tak sadarkan diri.
Vano dan Daffa segera mendekat. Berusaha menyelamatkan Raja yang tak berdaya. Mereka mengangkatnya. Membawa Raja menuju mobil Daffa. Jika dilihat, muka hangat Raja kini berubah menjadi dingin. Pucat pasi.
Nara mengikutinya dengan diam. Membiarkan Daffa dan Vano membawa Raja ke Rumah Sakit. Terdiam ketika melihat mobil Daffa melaju dengan kencang.
Nara menghembuskan nafas pelan. "Dytha, sms mama. Bilang kalo mau ke Rumah Sakit, bawa hape gue."
Dytha mengangguk. Lalu ikut naik ketika melihat Nara menaiki Ninjanya. Dytha ragu sesaat, "Lo yakin mau nyetir Ra?"
Nara mengangguk. Lalu memakai helm Raja, sedangkan Dytha memakai helm Nara. Sedangkan Motor ninja Raja dibawa Vano.
Nara membawa motornya pelan kali ini. Membuat Dytha sedikit cemas. Menurut Dytha, ada dua alasan kenapa Nara membawa motornya pelan. Pertama, dia sudah lega karena telah menemukan Raja. Atau kedua, dia terpuruk karena melihat keadaan Raja. Dytha jadi membayangkan wajah Raja tadi ketika di temukan. Wajah penuh lebam dan luka. Baju yang acak acakan dan lusuh. Bahkan kepalanya basah.
Nara terdiam. Matanya mengalir perlahan. Membuat pandangannya memburam. Hancur sudah.
***"Gimana keadaan Raja, Daff?" tanya Nara ketika sampai di rumah sakit. Tak ada kepanikan di setiap kata yang di ucapkannya. Yang ada hanya, keputus asaan. Kesedihan. Seolah ini semua memang sudah menemukan akhirnya.
Daffa dan Vano yang tengah duduk menoleh, lalu membiarkan Nara dan Dytha ikut duduk. "Dokter bilang, kita telat bawa Raja. Lukanya udah terlalu dalam. Pendarahan yang di sebabkan terkena pukulan terjadi di dalam. Beberapa pembuluh darahnya pecah. Sampe sekarang, kondisinya masih kritis. Gak sadarin diri." jelas Daffa lirih.
Nara terdiam. Separah itukah? "Raja pasti sembuh Ra." ucap Dytha menenangkan.
Mereka terdiam. Hanyut dalam pikiran mereka masing masing. Yang jelas, kekhawatiran saja yg saat ini mereka rasakan. Terlebih bagi Nara.
"Gue boleh ngeliat Raja gak?" tanya Nara kemudian.
Vano yang duduk di samping Nara menoleh. Lalu tersenyum lembut, "Boleh. Masuk aja. Dia pasti butuh lo saat ini."
Nara tersenyum, dengan pasti, dia membuka pintu ruang rawat Raja. Terdiam sebentar di depan pintu. Lalu melangkah pelan memasuki ruangan serba putih itu. Ruangan yang takpernah Nara sukai. Ruangan yang entah mengapa baunya begitu memuakkan.
Nara lemas. Ingin menangis melihat keadaan Adiknya saat ini. Lihat, Adik besarnya yang selama ini melindunginya sedang tergeletak tak berdaya dengan beberapa selang di tubuhnya. Seolah menggambarkan kondisi Raja yang tidak baik baik saja.
![](https://img.wattpad.com/cover/41611048-288-k558818.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Naraya
Teen FictionTentang Nara, gadis dingin yang tak mau mengenal cinta. Yang tak pernah percaya cinta itu ada. Bukan karena dia tak pernah merasakannya, tapi justru karena cinta yang telah ia rasakan. Raja, Adik besar yang sangat di cintainya. Adik besar yang jadi...