Chap 17 (permohonan maaf.)

2K 120 0
                                    

"Baru kusadari. Cinta itu membutakan."~Aditya Jonshon.
***
"Lo berangkat make motor Ra?" tanya Dytha ketika mereka sedang sarapan di sofa. Mamanya tadi pagi membawakan nasi goreng dan perlengkapan sekolah untuk mereka. Agar mereka tidak kerepotan nantinya.

Nara menggeleng, "Enggak lah. Gue kan nggak bakal naik motor lagi."

"Terus lo naik apa?"

"Bareng kalian. Naik mobil." jawab Nara sambil menunjuk Daffa dan Dytha dengan sendok yang dipegangnya.

Dytha mengangguk, sedangkan Daffa fokus dengan layar televisi yang sedang menayangkan kartun anak. Kartun yang menceritakan tiga kelinci menggemaskan dan jail.

Nara dan Dytha akhirnya selesai sarapan. Melihat jam yang sudah pukul enam kurang lima menit, Nara dan Dytha bergegas berangkat. Tapi Daffa masih serius dengan tontonannya. Membuat Nara gemas.

Nara menghampiri Daffa yang sedang tertawa melihat tingkah konyol tiga kelinci itu. Lalu menarik telinganya, membuat Daffa mengaduh kesakitan.

"Niat sekolah nggak?!" tanya Nara ketus.

Daffa mengangguk, lalu mengelus telinganya yang sedikit nyeri. Kini Dytha dan Mama tertawa melihat tingkah konyol keduanya.

"Ma, pamit berangkat sekolah yaa. Nanti pulang langsung kesini kok. Tenang aja." ucap Daffa, lalu menyalimi tangan Mama Nara. Disusul dengan Dytha yang ikut salam kepada Mama Nara.

"Kalian duluan aja, tunggu gue di parkiran." ucap Nara tenang, yang di jawab anggukan oleh Daffa dan Dytha. Lalu beranjak pergi meninggalkan kamar.

Nara berjalan menghampiri Raja. Lalu mengelus rambut Raja penuh kasih. Jarinya menelusuri setiap rinci wajah Raja. Rahang yang tegas, alis tebal, ah. Nara tak sabar menunggu mata indah itu terbuka. Memperlihatkan binar penuh cinta kepadanya.

"Raja. Cepet bangun ya. Aku selalu di samping kamu buat nunggu kamu sadar." Nara memegang erat tangan Raja.

"Aku sekolah dulu ya. Nanti aku balik kesini lagi kok." Lalu mencium kedua pipi dan mata Raja pelan.

"Bye, love you. Always."
***

"Nara."

Panggilan Adit membuat mereka bertiga berhenti di tengah koridor yang masih lengang. Nara langsung menatap Adit datar, sangat datar.

Daffa dan Dytha hanya bingung melihat Nara dan Adit, tanpa ada niatan untuk bertanya, ketika melihat sorot mata penuh penyesalan dari Adit, dan sorot kecewa dari Nara.

Adit mendekat,

"Kalian berdua ke kelas dulu aja gih. Gue nggak papa." ucap Nara, yang membuat Daffa dan Dytha mau tak mau mengangguk dan meninggalkan Nara berdua dengan Adit.

Nara terdiam menatap Adit yang kini berjarak beberapa langkah di depannya, "Apa lagi? Hm?" tanya Nara tenang.

Adit berusaha menggapai tangan Nara, namun Nara mengelak. Membuat sorot mata Adit semakin menyiratkan kekecewaan. "Maaf Nara." ujar Adit lirih.

Nara memutar bola matanya, "Buat apa? Emang lo salah?"

Tangan Adit terkepal. Merasa bersalah. Sangat amat bersalah. Dia menggeleng, "Gue salah."

Nara tersenyum sinis, "Lo tau? Ini tuh semua salah gue. Salah gue nggak nurutin ancaman lo. Salah gue, ngebiarin gue tidur lelap di malam lo ngeroyok Raja, salah gue nolak lo. Ini semua tuh gue yang salah." kini rautnya memancarkan kesedihan dan, kekecewaan.

Adit menggeleng lagi, lalu menatap Nara memohon. "Maafin gue Ra, gue tau, ini salah. Yang gue lakuin salah. Maaf Ra, gue buta sama cinta. Maaf."

"Udah tau salah, masih aja dilakuin. Nggak usah minta maaf Dit. Percuma. Lo minta maaf tuh nggak bakal bikin Raja sadar. Nggak bakal ngilangin semua luka. Percuma Dit, percuma." ujar Nara tajam.

NarayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang