#6

567 91 29
                                    

Hallo!! Maap aku updatenya ngaret mulu. Soalnya kmaren wattpad lagi error. Huhu...

Episode kali ini sengaja lebih dipanjangin kok dari episode lainnya.

Happy reading ^0^
____________________

Keesokan harinya, bel istirahat berbunyi. Dengan semangat aku menunggu di depan kelasnya. Sudah pasti aku menunggu Daniel.

"Niel ke kantin yuk," ajakku pada Daniel
"Ayo," jawabnya dengan semangat dan menggenggam tanganku

Namun, saat perjalanan ke arah kantin kami bertemu Cindy dan kak Rio yang sedang bermesraan di ujung koridor. Ekspresi wajah Daniel berubah drastis. Terlihat jelas matanya melihat ke arah Cindy. Dan raut wajahnya menyimpan rasa cemburu.

Aku hanya bisa menahan Daniel di genggamanku. Aku tak mungkin melarang Daniel untuk cemburu. Karena ku yakin, saat ini Daniel belum bisa melupakan Cindy.

Saat sampai di kantin, raut wajah yang dingin terpancar dari wajah Daniel.

"Niel, mau pesen apa? Hari ini gue yang traktir deh," ucapku berniat untuk mencairkan suarana. Tapi tidak ditanggapi oleh Daniel.

"Oh, yaudah gue pesenin Bakso aja ya," ucapku tanpa menghiraukan Daniel yang masih terdiam dan langsung memesan makanan.

"Nih, Niel," ucapku sambil memberikan semangkuk bakso padanya. Tapi Daniel tetap terdiam dan mengepalkan tangannya.

"Oh, ya lo mau minum apa?" Daniel hanya terdiam dan pergi meninggalkanku tanpa berbicara sepatah kata apapun.

Kenapa jadi gini? Daniel pasti cemburu banget ngeliat Cindy mesra-mesraan gitu.

Kurasa Daniel memang perlu waktu lama untuk melupakan Cindy.
___________________

Sehari setelah kejadian itu aku tetap mengajak Daniel ke kantin. Kukira dia akan menolak, tapi hanya terdiam dan ikut bersamaku. Tanpa kusadari Daniel menggenggam lembut tanganku.

Mungkin ini awal dari usahanya untuk melupakan Cindy.

Saat sudah sampai kantin, Daniel melihat Cindy sedang bermesraan dengan kak Rio. Sontak Daniel melepaskan genggamannya padaku dan pergi meninggalkan kantin tapi sempat kutahan.

"Lo mau kemana niel?"
"Ke kelas," ucapnya dingin.

Rasa sesak menusuk di dadaku. Aku tau sejak awal. Aku pasti akan mengalami saat-saat ini. Saat aku tau Daniel tidak mungkin bisa melupakan Cindy.
_____________________

Semalaman aku berfikir untuk lebih mendekati Daniel. Mungkin itu bisa membuat Daniel melupakan Cindy.

Saat jam istirahat aku menghampiri Daniel di kelasnya

"Tadaaa!!!" ucapku yang berniat memberi kejutan kepada Daniel dengan kotak makan berbentuk love berisi masakanku yang dihias dengan pita pink ditengahnya, sambil meloncat kecil kearah tempat duduknya

Aku tau ini terkesan lebay. Tapi ini salah satu usahaku untuk membuat Daniel melupakan Cindy, walaupun aku tidak bisa memasak. Tapi sudah kucoba membuatnya berulang-ulang. Mungkin yang terakhir ini tidak terlalu buruk rasanya.

Sepertinya usahaku mengejutkan Daniel gagal. Dia malah tidak bergeming saat ku kejutkan.

"Yaah, lo ngga kaget ya? Gapapa kok, nih. Lo pasti laper kan? Gue buat sendiri loh," ucapku walaupun agak kecewa karena Daniel tidak terkejut.

"Gue ngga laper. Kasih yang lain aja," ucap Daniel dingin.

Kenapa dia masih dingin sama gue? Gue kan udah berusaha perhatian ke dia. Sabar Nayla, mungkin dia cuma ngode minta dibujuk.

"Yah, ini gue buat spesial loh buat lo," ucapku dengan nada ceria

Daniel memilih diam dan menatapku dingin. Tatapannya menusuk tajam ke mataku.

Aku tak siap menerima ini. Aku tak bisa menerima Daniel yang terus bersikap dingin begini. Aku bingung harus apa.

Kali ini, Daniel memandangku sinis. Kurasa, ini adalah jawaban bahwa ia tidak mau makanan buatanku, tidak butuh perhatianku, tidak butuh apapun dariku, dan tidak butuh aku berada disisinya. Untuk saat ini, aku mundur. Mungkin ini bisa membuat hubunganku dengan Daniel tidak bertambah renggang.

"Yaudah, kalau lo ngga laper," ucapku sambil menahan air mataku dan pergi menginggalkan kelasnya dengan membawa kotak makan itu. Tujuanku satu-satunya adalah ke kelas dan duduk di tempat dudukku.

Saat ku duduk di tempat dudukku Hanna sudah duduk di bangku sebelahku bersama Randy di depannya yang sedang bermesraan dengan Hanna. Kadang aku iri dengan mereka. Mereka benar-benar serasi. Jika ada masalah, mereka melesaikan dengan sikap dewasa. Kadang Randy yang mengalah. Tapi mereka instrospeksi diri saat sedang debat. Tak heran hubungan mereka tahan selama ± 2 tahun.

"Nayla! Lo kenapa?" tanya Hanna dengan raut khawatir.

Tangisku pecah seketika. Aku tidak bisa menahan tangisku di depan Hanna.

"Kenapa? Lo cerita aja sama gue," jelas Hanna prihatin.

"Gue capek na! Gue emang udah pacaran sama Daniel. Tapi dia tetep aja ngga bisa lupain Cindy," ucapku setengah menangis.

"Lah? Dulu, kan lo bilang Daniel janji mau lupain Cindy. Mungkin dia perlu waktu buat move on dari Cindy."

"Gue tau kok. Dia ngga mungkin bisa secepet ini move on dari Cindy. Tapi setidaknya dia ngehargain gue dong Na. Gue udah nyamperin dia tiap hari ke kelas. Gue udah bangun pagi-pagi buat bikinin dia makanan gini. Tapi dia malah ngga ngehargain sama sekali Na. Gue salah apa sih sama dia? Wajar dong gue perhatian ke dia. Gue kan ceweknya. Gue juga mikir itu bisa bikin dia move on dari Cindy. Kalau dari awal dia cuman jadiin gue pelampiasan, kenapa dia nerima tembakan gue?" omelku sambil menangis tak karuan.

"Sabar ya Na. Mungkin," belum sempat Hanna melanjutkan kata-katanya, Randy yang duduk didepannya langsung pergi tanpa alasan.

"Lo mau kemana?" tanya Hanna bingung.

"Mau ke kelas sebelah."

Kelas sebelah yang dimaksud Randy adalah kelas 11 MIA 2. Dan setauku, teman terdekatnya di kelas itu hanyalah Daniel. Aku tidak tau apa yang dilakukannya terhadap Daniel.

Apa yang Randy mau lakuin? Jangan-jangan dia mau ngelabrak Daniel? Terus mereka berantem, lalu Cindy menolong sekaligus nembak Daniel. Dan mereka pacaran. Tapi ini terlalu berlebihan.

"Tenang Nay, Daniel itu salah satu sahabat Randy. Dan Randy ngga mungkin ngapa-ngapain Daniel. Percaya sama gue. Dia juga punya temen futsal di kelas sebelah. Walaupun ngga terlalu deket. Positif thinking aja Nay, mungkin dia mau ngobrol soal pertandingan. Lagian, gue yakin kok. Randy bukan orang yang suka menambah masalah," jelas Hanna seperti bisa mengetahui apa yang kupikirkan saat ini.

Kata-kata yang keluar dari mulut Hanna membuat semua kekhawatiranku hilang seketika. Aku juga mempercayai Randy, karena dia juga sahabatku.

Setelah mengeluapkan segala emosiku, aku menyeka seluruh air mata yang membasahi pipiku.

"Makasih ya Na, udah mau jadi tempat curhat gue. Sekarang gue jadi lebih lega rasanya," semua orang tau. Kalau curhat dan menangis bisa membuat perasaan menjadi lebih lega. Tetapi menangis tidak menyelesaikan masalah. Itu hanya bentuk emosi yang ku keluarkan. Sedangkan curhat pada teman seperti Hanna dapat menenangkan diriku yang sedang tidak terkendali seperti ini. Dia juga sering memberi masukan yang berujung berakhirnya masalah.

Gue masih beruntung punya temen kayak Hanna. batinku sambil tersenyum kecil.

"Iya, sama-sama Nay," jawab Hanna

_____________________

Jangan lupa vommentnya yaa :)
Buat penyemangat bikin chapter selanjutnya.

Kritik & saran sangat dibutuhkan

Thanks for reading :)

Love Is PainfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang