Rasa sesak menusuk di dadaku. Nafasku tercekat seakan lupa cara bernafas.
Jadi semua ini cuma sekedar balas budi? Cuma karena kasihan?
Tangis tak bisa ku keluarkan. Semakin Daniel berucap, semakin banyak pedang yang menusuk ke tubuhku.
Setelah ini, Daniel bakal mutusin gue??
"Nayla?!" ucap Randy dengan wajah kaget.
Aku tak bisa berucap apa-apa. Mulutku bisu seketika. Rasanya, ingin menangis sekencang-kencangnya tapi air mata tak kunjung keluar. Kakiku bergerak berlari ke arah kelas tanpa keinginanku.
Rasa sesak terus menghujam di dadaku. Kenyataan yang baru kuketahui adalah selama ini, Daniel tidak pernah berusaha melupakan Cindy. Karena semua yang terjadi ini hanya tentang rasa kasihan Daniel padaku.
Aku berlari kencang menuju kelas. Diikuti dengan Randy yang terus memanggilku. Terdapat beberapa geng cewek popular dan konco-konconya, yang bertebar-pesona di koridor dan berbisik sambil menatap tajam ke arahku. Samar-samar aku dapat mendengar apa saja yang mereka bicarakan.
"Itu pacarnya Daniel ketua basket kan? Jelek banget ya. Cantikan Cindy kemana-mana."
"Iyalah, Cindy itu most wanted di sekolah ini. Mana mungkin dia bisa ngalahin kecantikan Cindy. Paling bentar lagi juga putus."
"Cindy itu kan cewek baik-baik. Kok Daniel mau-maunya milih cewek itu dibanding Cindy."
"Tuh cewek ngga tau diri banget ya. Sok cantik banget. Berani-beraninya ngambil posisi Cindy."
"Bukannya gosip akhir-akhir ini, Daniel sering berantem sama cewek itu ya? Pantes aja berantem mulu, ceweknya aja jelek kayak gitu."
"Pokoknya gue doain mereka cepet putus."
"Hush! Ada orangnya tuh."
Sekejap mereka langsung bubar dari koridor.
Perkataan mereka semua benar. Aku memang tak pantas untuk Daniel. Pedih rasanya saat mengetahui mantan dari pacarku jauh lebih sempurna dariku. Tapi, yang lebih pedih adalah pacarku lebih mencintai mantannya dari pada aku.
Saat sampai di kelas bu Cecil sudah datang. Aku dan Randy langsung duduk di tempat masing masing.
Setelah pelajaran bk adalah mata pelajaran sejarah. Otakku tak bisa mencerna perkataan guru killer di depanku ini.
Aku hanya berpura-pura mendengarkan semua yang diterangkan oleh guru killer itu. Tapi, pikiranku selalu melayang pada pembicaraan Daniel dengan Randy.
________________
Gue ngga mau putus dari Daniel. Bisa aja sekarang dia bener-bener mau putusin gue. Terus gue harus apa sekarang?
Mungkin merayu Daniel sekali lagi bisa membuat Daniel mengurungkan niatnya untuk putus dariku.
Sepulang sekolah aku langsung menunggu Daniel depan kelasnya. Dan secepat mungkin bertemu dengannya.
"Hai niel."
"Kenapa?"Tumben dia mau jawab sapaan gue. Mungkin ini perubahan yang Daniel janjikan
"Hari ini lo ada waktu luang ngga? Kita ke bioskop yuk? Banyak film bagus loh," tawarku
"Ngga," jawabnya singkat tapi tatapannya tertuju pada Cindy yang sedang bercanda dengan teman satu gengnya lalu dihampiri oleh kak Rio.
"Ayolah. Mungkin kalau kita jalan berdua, lo bisa move on dari Cindy. Kita bisa tambah deket dan mesra-mesraan kayak pasangan lainnya."
"Di bilang ngga, ya ngga!"
"Lo ngga capek apa ganggu gue mulu? Huh?!" lanjutnya bertambah ketus
Deg!
Aku tak bisa menjawab apa-apa lagi. Kurasa, harapanku selama ini sudah tidak ada. Tangisku pecah seketika. Air mata mulai berjatuhan membasahi pipiku. Tapi tak ada isakan.
Daniel langsung pergi meninggalkanku. Baru beberapa langkah dia berhenti, menengok ke arah ku, lalu berjalan kembali seperti tak-ada-kejadian-apapun
Kenapa nengok ke belakang? Lo mau ngasih harapan palsu lagi ke gue? Mau buat janji palsu lagi? Udah puas lo nyakitin gue?
Daniel Alvanzano-
"Hai niel."
Kok Nayla masih mau nyapa gue? Jelas-jelas tadi gue ngeliat dia nguping pembicaraan gue sama Randy.
"Kenapa?"
"Hari ini lo ada waktu luang ngga? Kita ke bioskop yuk? Banyak film bagus loh," tawar Nayla"Ngga," jawabku singkat.
Aku hanya berkonsentrasi pada Cindy yang sedang bercanda dengan teman-temannya lalu dihampiri oleh Rio. Aku memang merasa cemburu saat ini, tapi rasanya berbeda dari kemarin.
"Ayolah. Mungkin kalau kita jalan berdua, lo bisa move on dari Cindy. Kita bisa tambah deket dan mesra-mesraan kayak pasangan lainnya."
"Di bilang ngga, ya ngga!"
"Lo ngga capek apa ganggu gue mulu? Huh?!" lanjutku dengan ketus.Aku langsung pergi meninggalkan Nayla. Seketika aku tersadar,
Kenapa tiba-tiba gue ketus sama Nayla?
Aku langsung menoleh ke arah Nayla yang sedang menangis. Tanpa keinginanku kakiku berjalan ke arah parkiran.
Kok gue jadi mikir gini sih? Biasanya gue ketus sama Nayla juga biasa aja. Kenapa sekarang gue malah ngerasa ngga enak? Apa jangan-jangan gue mulai suka sama Nayla. Ngga ada alasan buat gue ngga suka sama Nayla.
Dia memang tidak secantik Cindy, dia juga tidak popular. Tapi aku sudah terbiasa dengan perhatian yang Nayla berikan. Dia jauh lebih perhatian dibanding Cindy.
Kenapa gue baru nyadar sekarang sih? Kenapa ngga dari dulu? Sekarang, bisa aja Nayla udah patah hati sama gue. Sekarang gue harus gimana? Mungkin besok gue harus minta maaf ke dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Painful
Teen FictionAku mencintaimu dan kamu mencintainya. Sejak saat itu dan sampai detik ini, hal itu tak pernah berubah. Disaat aku memberikan perhatian penuh padamu, kamu menolak. Bahkan tak kamu hargai. Seakan lupa atas janji yang terucap di mulutmu. Mencari celah...