#14 (end)

595 26 6
                                    

8 tahun kemudian

Senyumku terurai memandang sebuket bunga mawar dan sebuah kotak berisi cincin yang kupegang erat. Ya, aku ingin melamar seorang gadis. Sejak kemarin aku sudah kembali berpijak di tanah kelahiranku ini setelah 8 tahun lamanya.

Dengan langkah pelan aku berjalan ke arah parkiran dan menekan tombol berlambang gembok terbuka di kunci mobilku. Sehingga terdengar suara mobil berjarak 4 meter dariku.

Kuletakkan bunga dan kotak tersebut tepat di depan stir mobilku dan mulai mengarahkan mobilku ke tempat tujuan. Tak butuh waktu lama, aku sudah sampai di sebuah gedung pernikahan di daerah Jakarta Utara. Dengan semangat 45 aku berjalan ke arah pintu utama dan membawa bunga dan memasukkan kotak merah kedalam saku jas yang kupakai.

Lagu-lagu kebahagian melantun indah di gedung ini. Dengan paduan musik yang selaras menambah kesan klasik pada malam ini. Dengan hangat kusapa sahabat-sahabatku yang lama tak kujumpai.

"Ekhm." Suaraku mampu memecahkan keramaian yang dibuat oleh mereka. Seketika mereka menatapku tak percaya.

"Daniel? Wihh, kemana aja lo?" tanya Randy dengan semangat.

"Gila, udah lama banget kita ngga ngumpul gini," ucapku sambil menatap mereka satu persatu.

"Ah, elo sih kelamaan di Jerman. Mentang-mentang udah jadi direktur di sana," tukas Radit.

"Kayak lo ngga kelamaan di Jepang aja, dit," sela Andre yang kemudian merusak tataan rambut di kepala Radit.

"Selaw aja dong. Pomadenya mahal nih," bantah Radit sambil merapikan kembali tataan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Lo ngga berubah ya, dit. Udah sukses masih aja perhitungan," ucap Randy yang hanya dibalas dengan cengiran khasnya.

"Oh ya, lo kapan nyusul, niel? Kita-kita aja udah nikah, tuh mantan lo juga lagi nikah. Lu kapan?" tanya Andre sambil menunjuk sepasang pengantin yang sedang berdiri di depan pelaminan.

"Loh, Cindy kapan pake hijab?" tanyaku yang kaget melihat penampilannya memakai kerudung yang tertata indah dengan gaun pernikahannya yang menutupi seluruh auratnya.

"Wah, kayaknya lo harus di Indonesia lebih lama biar ngga kudet," ledek Radit.

"Habis lulus SMA Cindy dikuliahin di Arab gara-gara kakaknya pindah tugas ke sana. Mungkin dia dapet hidayah di sana. Terus balik ke Jakarta udah berhijab," jelas Randy kepadaku.

Aku mengenal sedikit keluarga Cindy. Termasuk kak Panji selaku kakak Cindy yang selalu berpesan agar aku menjaga adiknya saat aku masih berpacaran dengannya di SMA.

"Terus kenapa dia balik ke Jakarta lagi?" tanyaku penasaran.

"Katanya, gara-gara neneknya sakit parah. Terus 3 atau 4 tahun yang lalu kakaknya juga ke Jakarta terus nikah," lanjut Randy yang kujawab dengan membulatkan mulutku dengan berkata, "Oh."

"Lo udah ngga ngarepin Cindy lagi kan, niel?" tanya Andre yang langsung kubantah.

"Ngga lah, Gila. Kalau masih ngarepin mana mungkin gue berani dateng ke resepsi pernikahannya gini."

"Gue berani taruhan, lo masih ngarepin cewek itu kan?" tanya Radit sambil menunjuk kios di belakangku yang menghidangkan makanan pembuka dan seorang wanita yang tangannya masih menggenggam minuman.

Satu kalimat tanya tersebut membuat Andre dan Daniel bertatap kebingungan dan juga membuat Radit menutup mulutnya tanda keceplosan.

Aku tidak menghiraukan perkataannya. Aku menoleh ke belakang dan mendapati seorang wanita dengan rambut terurai sebahu sedang tertawa riang dengan teman-temannya. Paras cantiknya memancar dan mengalihkan duniaku. Seketika waktu terasa berhenti saat mata kami bertemu dan ia tersenyum padaku.

Love Is PainfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang