#Eps. 2 _ Nay

2.2K 177 2
                                    

Selesai makan, kami bergegas kembali ke kantor karena ada klien yang sudah menunggu kami di kantor. Aku masuk ke mobil lebih dulu karena ia harus membayar makanan kami tadi. Sudah sepuluh menit lebih aku menunggu Rifqi di dalam mobil tapi dia belum juga keluar dari restaurant.

Aku berniat menyusulnya kembali kedalam. Baru sebelah kakiku melangkah turun, aku melihatnya keluar restaurant bersama seorang wanita. Aku mengurungkan niatku dan menutup kembali pintu mobil yang baru setengah terbuka.

Tak lama kemudian, Rifqi masuk kedalam mobil. "cewe yang tadi itu siapa Rif?" tanyaku. "pakai sabuk pengamanmu" perintahnya mengalihkan pembicaraan. "Rifqi, cewe yang tadi itu siapa?" tanyaku lagi. "udah deh, mending kamu cepetan pake sabuk pengaman. Kita di tunggu klien ini" aku tidak mengindahkan kata-katanya dan membuang muka keluar mobil. Aku kesal karna dia bisa tersenyum dengan wanita lain. Sedangkan denganku? Dia menunjukan tampang datarnya saja itu sudah termasuk kemajuan.

Aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri saat tiba-tiba Rifqi mendekat dan memasangkan sabuk pengamanku.

Wajahnya sangat amat dekat dengan wajahku. Aku sampai bisa merasakan deru nafasnya. Perlakuannya itu membuat jantungku berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Untunglah dia memasangkan sabuk pengamanku dengan cepat. Jika tidak, mungkin jantungku sudah jebol saking cepatnya dia berdetak.

Setelah dia memasangkan sabuk pengamanku, dia langsung melajukan mobilnya membelah jalanan kota Surabaya yang ramai ini.

Akhirnya kami tiba di kantor. Perjalanan lima belas menit terasa seperti perjalanan seratus lima puluh tahun karena kami hanya saling diam di mobil. Aku yang biasanya membuat perjalanan kami lebih berirama karena aku yang biasanya membuat percakapan atau hanya sekedar senandung kecil, kali ini hanya diam. Suhu mobil terasasangat panas, padahal aku sangat yakin sudah mengatur suhunya ke suhu terendah. Atau mungkin aku salah mengatur suhunya?

Tak terasa ternyata kami sudah sampai di kantor lagi. "turun" perintahnya. Aku hanya bergeming tidak mengindahkan perintahnya. "turun apa aku tinggal" ancamnya. Aku membuka pintu mobil lalu turun dan menutup pintu mobil sambil setengah membantingnya. Biarkan saja pintunya rusak. Toh itu mobil dia, bukan mobilku. Aku lalu berjalan cepat mendahuluinya masuk kedalam gedung kantor.

Dia mengikutiku dari belakang. Walaupun aku berjalan cepat, tapi dia masih tetap bisa mengimbangi langkahku. Dia memang biasa berjalan cepat. Malah biasanya aku yang harus mengejarnya.

Aku setelah keluar dari lift, aku bergegas masuk kedalam ruanganku. Aku menutup pintu ruanganku dengan sedikit bantingan – maksudnya aku kode-kode kalo aku lagi marah. Tapi emang dasar dianya ngga peka, jadi dia hanya menengok sekilas kearah ruanganku dan bergegas kembali ke ruangannya.~

PaenitereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang