Aku terbangun pukul delapan malam. Ruang kamarku agak gelap karena lampu yang dinyalakan hanya lampu meja disebelah ranjangku saja. Mataku mengitari seluruh ruang kamar. Aku melihat sesosok sedang sholat membelakangiku. Apakah itu Rifqi?
Sosok itu selesai sholat dan merapihkan kembali peralatan sholatnya. Aku kembali berbaring dan memejamkan mataku, pura-pura tertidur. Orang itu mendekat keranjangku. Aku tidak melihatnya tapi aku bisa merasakannya. Mendengarkan langkah kakinya mendekat kearahku. Dia duduk di kursi yang ada di samping ranjangku.
"hai Nay, aku minta maaf atas semua sikap aku ke kamu Nay. Aku emang pengecut ya, aku baru berani minta maaf ke kamu pas kamu udah tidur. Pas kamu bangun, aku malah nggak berbuat banyak" dia mulai berbicara, tidak tahu bahwa orang yang dia ajak bicara sebenarnya sudah serratus persen sadar dan mendengarkannya.
'iya, kamu emang pengecut yang jahat Rif' aku membalas perkataannya dalam hati.
"Nay maaf, selama ini perlakuan aku ke kamu nggak baik. Aku nyesel Nay, aku baru sadar pas kamu nggak masuk dua hari kemaren. Maafin aku Nay"
'tapi aku nggak bisa Rif. Perjuangan aku udah berenti pas kamu udah ngucapin kata-kata itu. Pas kamu nyuruh aku pergi, maka saat itu juga aku ngga akan pernah balik lagi Rif'
Aku merasakan tanganku digenggam seseorang dan tanganku terangkat. Aku merasakan punggung tanganku menyentuh sesuatu yang lembut dan basah, sepertinya itu pipinya. Tapi kenapa basah? Apa dia menangis? Aku ingin sekali membuka mataku dan memastikannya sendiri. Tapi aku tidak bisa. Jika aku membuka mataku yang ada nanti aku malah luluh dan kembali jatuh kedalam pesonanya.
Setelah itu aku merasakan tanganku diletakkan kembali di ranjang tetapi ia masih menggenggam tanganku. Lalu aku merasa tanganku bertambah berat. Sepertinya dia tidur lagi di tanganku. Setelah aku memastikan bahwa dia benar-benar tidur, aku membuka mataku perlahan.
Aku melihatnya sudah benar-benar tertidur. Aku memberanikan diri mengangkat tanganku dan mengelus lembut puncak kepalanya. Setetes air mata jatuh mengenai tanganku yang sedang mengelus lembut kepalanya. Aku bergegas menutup mulutku dengan tangan itu agar isakanku tidak terdengar. Dengan amat perlahan, aku melepas genggaman tanganku dari tangannya.
Aku melangkah turun dari ranjangku dan menyeret tiang infusku, keluar dengan perlahan dari ruang rawatku. Aku masuk ke lift dan memencet tombol rooftop. Mungkin di sana aku bisa menenangkan diriku. Aku butuh tempat yang sepi sekarang.~
---
Hai Hai Hai! balik lagi nih sama nana disini. sorry ya kemaren ngga apdet-apdet. lagi banyak tugas soalnya. maklum lah, kan lagi tahun terakhir. gimana part yang ini? pasti kependekan. hehe, nana ngga jago bikin cerita yang satu partnya panjang soalnya. okke deh. sekali lagi nana minta maaf atas keterlambatan apdet yah, besok diusahain lebih cepet apdetnya. bye bye.
P.S. kalo ada typo maaf-maaf ya. nanti kalo udah selesai semua, nana edit lagi kok.

KAMU SEDANG MEMBACA
Paenitere
AcakSekali tergores, tidak terasa. Berkali-kali tergores, sudah biasa. Namun, tahukah kalian? Semakin banyak dan dalam luka tersebut, semakin sulit pula untuk menyembuhkannya~ Copyright © 2016 by HobakciHun CERITA INI HANYA SAYA PUBLISH DI WATTPAD!