Aku membuka mataku. Silau. Aku memejamkan kembali mataku, lalu perlahan membukanya lagi, mencoba membiasakan mataku dengan cahaya yang ada di ruangan ini. Aku tau aku dimana, dari baunya aku tau aku sedang dirumah sakit. Tapi siapa yang membawaku ke sini, aku tidak tau. Yang aku ingat kemarin ada orang yang berkunjung lalu aku membukakannya pintu dan semuanya gelap.
Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan. Aku baru sadar tangan kananku terasa berat seperti ada yang menindihnya. Aku melihat kearah tanganku dan mendapari Rifqi sedang tertidur diatasnya. Oh tidak, aku sangat merindukannya. Padahal aku baru dua hari tidak masuk kantor.
Aku menggerakkan tangan kiriku berniat mengelus lembut kepalanya. Tapi aku teringat kembali perkataannya untuk menjauhiku. Tanganku masih tergantung diatas kepalanya saat tiba-tiba kepalanya bergerak. Aku langsung menarik kembali tanganku itu dan bersikap seolah-olah aku baru saja terbangun.
"Nay? Nay, kau sudah bangun? Syukurlah kau sudah bangun" ujarnya sambil memencet tombol pemanggil suster yang ada di kepala ranjangku. Tak lama kemudian seorang suster datang memeriksa keadaanku dan berpesan agar aku segera makan karena perutku belum diisi selama tiga hari. Rifqi mengiyakan perkataan suster tersebut dan suster tersebut keluar kamar rawatku.
Sepeninggal suster, Rifqi hanya berdiri mematung disebelah ranjangku. Dia memandangku lama, mungkin ada sekitar lima menit dia terus menatapku dengan ekspresi yang tidak jelas antara senang, sedih, khawatir, dan juga.. sayang? Oh tidak. Lupakan yang terakhir. Mungkin aku salah lihat.
"aku haus" ujarku. Dengan sigap Rifqi langsung menuangkan air mineral kedalam gelas dan meletakkan sedotan agar aku mudah meminumnya. Selesai minum, aku kembali berbaring.
"aku menyesal" ujarnya tiba-tiba.
"buat?"
"omongan aku waktu itu. Aku sadar itu terlalu kejam"
"kalo sadar kenapa masih diomonigin?"
"..."
"masih ada yang mau diomongin lagi?"
"..."
"kalo engga, mending sekarang kamu pergi aja. Ngga usah repot-repot ngurusin sampah kaya aku" ujarku. Dia terperangah. Aku tidak pernah berkata seperti itu kepadanya. Ini baru pertama kalinya.
"tapi Nay—" tiba-tiba pintu kamar rawatku terbuka dan menampilkan sosok Aldo yang membawa sepiring makanan dari rumah sakit dan bungkusan makanan lainnya. Sepertinya yang dipiring itu untukku dan yang dibungkus itu untuknya.
"Nay, kamu udah siuman?" tanyanya. Aku hanya menganggukkan kepalaku.
"yaudah deh Nay, aku pamit pulang dulu ya. Nanti malem aku kesini lagi" pamit Rifqi kepadaku. Aku tidak mengangguk tidak juga menggeleng, sepatah kata pun juga tidak keluar dari mulutku. Aku hanya membuang muka kearah jendela, tidak mau melihatnya pergi. Karna aku tau, air mataku pasti akan lolos lagi jika aku melihatnya pergi dan jika aku membuka mulutku yang keluar pasti hanya isakan dan permohonan untuknya agar dia tidak pergi.
Aku sudah membuang muka pun air mataku tetap masih bisa lolos bersamaan dengan suara pintu kamarku yang tertutup. Sepeninggal dia, aku hanya bisa terisak dengan Aldo yang mengelus lembut kepalaku.
Lima menit kemudian, tangisanku mereda. Aku sudah mulai bisa tenang.
"makan dulu ya Ay, nanti tambah parah loh sakitnya kalo kamu ngga makan" bujuk Aldo.
Sebenarnya aku sangat malas makan. Apa lagi tidak ada Rifqi disini. Rasanya aku ingin menangis lagi, tapi aku sudah terlalu lelah untuk menangis. Akhirnya aku menerima bujukan Aldo untuk makan. Aku makan disuapi Aldo. Tanganku gemetar jadi tidak bosa memegang sendok.
Aku hanya mampu menelan empat suap makanan. Setelah itu aku berbaring di ranjang sambil menonton tv. Aldo memakan nasi bungkusnya sambil menemaniku menonton tv. Aku bosan. Tidak ada yang bisa aku lakukan di kamar ini selain berbaring. Aldo bilang hari ini aku harus bed rest total karena radang lambungku kambuh dan aku juga terkena gejala typus karna aku main hujan-hujanan kemarin.
Sore harinya, Aldo pamit pulang karena dia masih harus mengurus pekerjaannya yang terbengkalai karena dua hari ini dia selalu menemaniku di rumah sakit. Sepeninggal Aldo, aku hanya termenung di kamar. Akhirnya aku memilih menarik selimut dan tidur.~
KAMU SEDANG MEMBACA
Paenitere
De TodoSekali tergores, tidak terasa. Berkali-kali tergores, sudah biasa. Namun, tahukah kalian? Semakin banyak dan dalam luka tersebut, semakin sulit pula untuk menyembuhkannya~ Copyright © 2016 by HobakciHun CERITA INI HANYA SAYA PUBLISH DI WATTPAD!