AKU mengawasi kerumunan anak-anak remaja berseragam serupa yang berjalan menuju area parkir dan sebagian lagi berpencar ke luar gerbang untuk mendapatkan kendaraan yang bisa mereka gunakan untuk pulang. Sekolah ini adalah sekolahnya orang-orang miskin yang kebanyakan menggunakan angkutan umum. Mereka berkerumun, berdesakan, mencari-cari posisi paling depan supaya ketika bus datang mereka akan masuk paling dulu dan mendapatkan tempat duduk. Beruntungnya gadis sialan itu yang mendapat fasilitas antar-jemput. Sungguh tak pantas.
Di mana gadis sialan itu?
Untuk beberapa saat aku mulai berpikir kalau Tomo sudah menjemputnya. Aku menarik napas dalam-dalam. Tidak. Tomo sudah ijin padaku tadi pagi untuk mengunjungi ibunya di pinggiran kota. Ibunya sakit dan ia harus membawanya ke rumah sakit. Gadis itu pasti akan pulang dengan taksi atau apapun yang diinginkannya.
Aku harus tampak tenang. Tampak tulus. Memastikan gadis sialan itu percaya bahwa aku adalah orang yang diminta untuk menjemputnya. Dengan pikiran itu, aku memaksakan diri mengulas senyum percaya diri—aku memang terlahir untuk percaya pada diriku sendiri—aku sudah membuktikan itu. Senyum palsu ini akan terus bertahan hingga apa yang aku inginkan berhasil.
Sangat penting untuk membuat gadis itu percaya sebagaimana dia selalu percaya padaku—bahwa aku akan mengantarkannya pulang ke rumah tercintanya. Hahaha ... semuanya terasa lucu. Ia akan berpulang pada penciptanya tentu saja. Secepat aku menginginkannya.
Demi dewi tercantik yang pernah ada, pikiran itu membuatku merasa jauh lebih cantik meskipun perutku bergejolak ingin muntah. Muntah pada kebodohan gadis itu yang akan aku saksikan sebentar lagi. Ya, sebentar lagi. Aku harus bersabar. Menunggu akan membuahkan hasil yang memuaskan. Waktu tidak akan berkhianat.
Aku mempelajari gerbang utama sekolah negeri itu. Pos satpam ada di bagian terdepan sebelum gerbang, ah kuharap itu tidak akan jadi masalah. Mengamati wajah-wajah lelah anak-anak yang masih berkerumun di sana mengingatkanku pada masa-masa sekolahku yang menyenangkan. Ketika aku pertama kali jatuh cinta dan tidak pernah jatuh cinta lagi setelah itu. Dia itu sudah membuatku jatuh cinta setengah mati.
Pencarianku akan satu wajah mulai membakar otakku. Kenapa tidak muncul juga? Demi Tuhan, di mana gadis sialan itu. Aku tidak ingin gagal. Aku benci kegagalan. Aku mulai meremas tanganku, menyalakan rokok untuk menghilangkan kekhawatiran. Kuharap posisi mobil ini tidak membuat satpam itu curiga. Telapak tanganku mulai berkeringat. Di mana dia?
Sialan, bisakah dia muncul lebih cepat?
Ah, itu dia!
Saraf-saraf tegangku mulai mengendur, napasku tak lagi memburu. Bibirku kupaksa melengkung. Dia menenteng tasnya dengan malas, wajahnya lelah sekali. Kulihat ia menghampiri satu warung penjual minuman di sebelah kiri gerbang. Ini dia saatnya.
"Anna!" aku menurunkan kaca mobil lalu menyerukan namanya. Ia berhenti menenggak air mineral di tangannya. Senyum itu terulas menjawab walau sebelumnya aku melihat kernyitan di alisnya. Tanpa berlama-lama ia berjalan cepat menuju mobilku. Anak ini memang terlalu mudah untuk didapatkan. Bersiaplah sayang ...
_
Susan tak bisa lagi menahan kemarahannya ketika dengan ganas ia menekan klakson namun tak ada satupun yang membukakan gerbang untuknya. Dengan terpaksa ia turun untuk mendorong pintu lalu kembali lagi dengan mobilnya.
"Pak Gara kerjaannya ngapain aja?!" ia memaki dari mobilnya ketika melewati tempat pak Gara biasanya berjaga. Wanita itu semakin tak keruan ketika dilihatnya orang yang mau ia maki-maki tak ada di sana. Lalu kemudian Tomo muncul dari pintu dengan pakaian lengkap.
"Mau kemana kamu?"
"Ah, itu," pria berusia dua puluh lima tahun itu bingung untuk menjawab.
"Itu itu apa?" semua orang membuatnya ingin memuntahkan api kemarahan hari ini. Pikirannya sedang kacau dan sekarang semua orang-orang itu malah semakin memancingnya menjadi wanita brutal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow (Complete)
Mystery / ThrillerSemua terlihat seperti bayangan yang menghantui setiap detak jantungnya ...