H E R - D I A

2.8K 157 3
                                    

DIA berdiri di ambang pintu dengan seringai rasa senang. Tangannya masih bertumpu pada gagang pintu dengan puas memandangi seorang gadis dengan kondisi mengenaskan di tengah ruangan. Wajah gadis itu memiliki dua sayatan di pipi kiri dan kanannya. Selanjutnya ia mulai memikirkan di bagian mana ia akan menggoreskan luka lagi.

Dia sudah tak bisa menahan gairah yang mengaliri darahnya. Sejauh ini, semuanya berjalan sangat lancar. Susan hampir saja tadi mendahuluinya. Ia benci wanita itu akan melakukan hal yang sama dengannya. Tapi lupakan soal itu, yang terpenting sekarang dialah pemenangnya. Susan memang sempat membuatnya kesal tapi justru dia beruntung untuk kebodohan wanita itu. Dia yakin, sekarang wanita itu sudah menggantikannya di balik jeruji.

Semuanya berjalan dengan sempurna. Dia kembali mengamati pemandangan paling indah di depannya.

Kelelahan dan rasa perih di wajahnya, Anna nyaris tidak bisa bergerak. Dan ia ketakutan setengah mati dalam ruangan pengap sempit yang gelap itu. Sumber cahaya satu-satunya adalah pemandangan yang tak ingin dilihatnya. Di sana, di pintu yang terbuka, wanita iblis itu berdiri dengan benda yang sama di tangannya. Anna masih ingat jelas bagaiman benda itu mengiris kulitnya. Penciumannya terganggu dengan bau di sekitarnya.

Dia—si wanita iblis atau makhluk apapun itu berniat membunuh Anna perlahan-lahan. Hanya karena Anna menjadi penyebab dia tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Selanjutnya dia akan menonton kehancuran yang kedua kali. Dan ketika 'saat' itu datang, ia akan mengulurkan tangannya lebih dekat lalu mendorong kehancuran itu ke titik paling mengerikan. Hingga tak ada pilihan selain menembakkan kaliber ke kepalanya sendiri atau berbaring di rel saat kereta sudah membunyikan raungannya di ujung mata.

Dia mulai merasakan langkahnya mulai tercium. Dia harus bekerja cepat, pikirnya. Dia merasakannya dan dia tidak suka perasaan was-was itu. Bukannya dia tidak cepat bertindak, tapi dia hanya lebih suka semuanya berjalan detail yang sempurna sesuai dengan apa yang dia rencanakan. Itulah mengapa butuh waktu bertahun-tahun untuk menggenapkan tujuan hidupnya itu. Tahun –tahun yang panjang dan menyiksa.

Dia tidak boleh mengacaukan keberhasilan yang sudah berdesir di darahnya, pikirnya. Sambil menanggalkan pakaian Anna hingga tersisisa pakaian dalam dia memilih-milih di mana dia akan memulai. Dia memandang remeh pada tubuh Anna, tidak ada yang bisa dibanggakan.

Dia memulai dengan kuliat leher Anna, menggoreskan bagian paling tipis pisau itu hingga sayatan mengeluarkan darah. Ah, betapa menyenangkannya ini bagiku, dia tertawa. Dia cukup puas dengan karyanya. Darah dan tangis, ringisan, kesakitan .. dia belum pernah melihat satu pemandangan komplit seperti ini. Dengan satu sayatan lagi dia akan berhenti. Bukan. Bukan berhenti dan membiarkan Anna hanya mendapat hadiah kecil itu. Dia sudah mengatur ini semua. Sakiti pelan-pelan lalu akhiri dengan sakit luar biasa.

Dia mengambil dua benda berwarna merah di sisi kiri ruangan. Menumpahkan isinya di tubuh Anna. Luka itu menjadi lebih sakit. Dia tahu itu ketika mendengar ringisin lebih menyayat. Satu sudah kosong, lanjut dengan wadah yang satu lagi, biarkan ... biarkan tempat itu benar-benar hangus hingga tak bersisa.

Dia segera keluar dari sana, melemparkan sarung tangan lateks dan mengguyurnya dengan sisa-sisa bensin. Terakhir ia melemparkan tempat bensin kedua itu ke dalam ruangan lalu menutup pintu dengan ujung sepatu. Guyuran bensin menguarkan bau dan nyala korek api sudah ada ditangan.

Usssss!

Api kecil itu menyala dengan terang untuk sesaat dan dia melemparkannya melalui tepat di depan pintu. Terbakar. Terbakar dengan cepat. Aroma daging manusia yang terpanggang rasanya menggoda penciumannya. Dia tak punya waktu untuk menunggu itu. Sayang sekali .. dia harus segera pergi.

Detak nadinya melonjak-lonjak ketika memalingkan wajah ke belakang. Akhirnya ... akhirnya ..

Kesenangan itu dia nikmati sambil berkendara. Sirene meraung-raung dari arah berlawanan. Dia yakin petugas pemadam kebakaran sudah mendapat informasi dari warga sekitar. Dia sempat berpikir apakah Anna akan sempat diselamatkan. Ah, tidak mungkin. Bensin itu mengguyur tubuh gadis sialan itu. Si jago merah tak mungkin menunggu lama untuk menyantap hidangan utama semenggoda itu.

Dia berkendara pulang tanpa hambatan. Saat sampai di apartemennya yang mewah dia menanggalkan pakaiannya lalu membuangnya ke tong sampah. Dia begitu bersemangat memasuki gucci mandinya, berendam air hangat, memberikan waktu santai untuk menikmati bagaimana dia besok akan menyaksikan kehancuran Kevin melihat gadis kesayangannya tinggal abu. Sekarang saja dia sudah bisa membayangkan bagaimana pria itu melewati hari ini dengan memikirkan gadis yang berharga itu. Istri dan anaknya yang sudah lama meninggal saja masih meninggalkan luka. Puas rasanya menambah luka itu.

Dia membelai tubuhnya dengan busa, menggosok kaki-kaki indahnya itu selembut mungkin. Dia membiarkan air hangat membenamkan seluruh tubuhnya, menghanyutkan segala jejak sumber kesenangannya seharian ini. Hingga akhirnya ia keluar dari sana, menyeka tubuhnya dengan handuk, memikirkan gadis malang itu menikmati panasnya api, ketakutan setengah mati, mungkin berteriak-teriak sekencangnya meminta bantuan tapi tanpa hasil.

Dia mengikatkan tali baju handuknya lalu berjalan menuju kulkas. Sekaleng beer mungkin akan menjadi sangat nikmat jika dia meminumnya sambil menonton berita kebakaran dan wajah hancur Kevin akan menghiasi layar televisi. Seharusnya kejadian seperti ini sudah ada di kabar terkini. Dia menyandarkan punggungnya ke sofa sambil menunggu, lalu melihat wajah yang begitu dikenalnya di layar kaca.

"Holy fuck!"

_

Kedua tungkai kakinya lungalai, kepalanya berputar, setiap pergerakannya membuat perih di sayatan itu semakin nyata. Walaupun dengan mata terbuka lebar, tubuhnya masih tidak bisa mengikuti kehendaknya. Bau bensin itu semakin menyengat. Dilemparnya kain-kain yang melekat di tubuhnya ketika kilatan merah menjilat-jilat dari belakang pintu.

Anna berusaha berteriak, menjerit, berusaha mendapatkan perhatian dari siapa pun yang ada di sekitar sana. Tapi rasanya tak ada tanda-tanda kehidupan di wilayah ia berada sekarang. Sentakan rasa sakit membuatnya semakin rapuh.

Berusaha berpikir, Anna mencoba mengumpulkan kekuatannya yang mungkin masih tersisa di tengah-tengah ketidakberdayaannya. Tapi semuanya terlalu berat, bahkan untuk berdiri saja ia tak sanggup. Udara mulai panas, asap memasuki pernapasannya. Bagus, sekarang ia bahkan kesulitan bernapas dan api sudah memasuki ruangan kecil itu.

Berpikirlah, Anna. Jangan menyerah. Kau pernah berada dalam kesulitan dan kau pasti bisa menemukan jalan keluar. Ayo, gunakan kekuatanmu. Bertahanlah, Anna, bertahan! Kau belum mati!

Dan api itu kian mendekatinya. Ya, Tuhan, waktu bergulir begitu cepat. Tidak lama lagi, ia bisa membayangkan tubuhnya dilalap hingga tak bersisa. Anna tak bisa lagi memikirkan kematian yang lebih buruk daripada habis terbakar. Merasakan panas dalam tubuhnya, membakar rambutnya dan ia akan merasakan itu semua ketika ia masih bernapas.

Mengerikan.

Jantungnya berdegup liar dan bayangan akan wajah Jordan adalah bayangan terakhir yang ia bisa ingat. Bagaimana ayahnya itu akan hidup tanpanya. Tidak. Ia tidak akan meninggalkan ayahnya sendirian. Dengan panik ia berusaha mencari cara untuk menyelamatkan diri.

Di sana, Anna melihatnya. Mengembuskan napas gemetar dan ragu-ragu ia memohon. "tolonglah," katanya dalam ketidaksiapan akan kematian. Ia melawan rasa takut itu dan membiarkan dirinya percaya pada apa yang dilihatnya. Anna berusaha mengokohkan pertahanannya tanpa menghilangkan harapan di hadapannya.

"Tolong ..." katanya lagi. Panas itu semakin membakar tenggorokannya. Suara tak dapat lagi gadis itu keluarkan.

"Bertahanlah sebentar lagi,"

Anna merasakan kesejukan dalam dirinya. Dekapan melingkupinya dari rasa panas. Gadis itu belum menyaksikan kematiannya, mungkin ini hanya halusinasi akan surga yang menantinya. Langkah kakinya terasa ringan hingga terasa tak berpijak pada lantai di bawah kakinya.

"Demi Kevin, bertahanlah ..."

Bersambung ...


^^

Hayoooo ... siapa DIA?

Anna mati?

Kevin hancur lagi.

End.

Hahahahahaha ....

Thank you and sending big hug and kiss for all my lovely readers ...

Shadow (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang