R E N A T A

3K 149 1
                                    

BAGAIMANA seseorang begitu terobsesi?

Kevin dan Mandala—akhirnya ia baru menanyakan nama sipir itu saat dalam perjalanan tadi—menghentikan mobilnya di depan sebuah bangunan yang tak bersisa. Sisa-sisa pembakaran dan asap masih menguap di udara. Sebelum mobil itu benar-benar berhenti Kevin sudah keluar, berlari menghampiri kemusnahan di sana. Udara mengeruk ke paru-paru, tak tahan dengan pemandangan di depan matanya.

Mandala menariknya ketika ia akan melompat pada puing-puing yang masih menyisakan bara itu. Udara panas membuat dahinya mengeluarkan keringat jagung.

"Itu masih api, kau tidak boleh ke sana," cegahnya menghalangi langkah kaki Kevin. Kevin tidak peduli. Melintasi bekas pintu yang masih mengepulkan asap dan menguarkan panas, ia menjelajah di bekas bangunan itu. Bekas pakaian ia temukan di sana, hancur hatinya melihat pakaian dengan lambang sekolah Anna. Oh Tuhan, ia tak sanggup lagi.

Matanya pria itu nyalang ke sekeliling. Hal yang sama dilakukan Mandala dan timnya. Salah satu di antara mereka mengambil baju yang hampir tak berwujud itu. Bentuknya menggulung seperti plastik terbakar.

"Sepertinya tidak ada korban jiwa, Sir," salah satu berkomentar. Kevin segera melirik ke sana.

"Sepertinya juga begitu." Jawab Mandala mengamati tim-nya yang tidak menemukan apa-apa. Tim berkaki empat yang terlatih itu tak menunjukkan penemuan apa-apa. Lalu gonggongan selanjutnya menarik perhatian mereka. Mandala mengejar anjing yang berlari ke arah pepohonan dengan rumput yang rimbun.

"Kevin!" Mandala memanggil pria itu. Tanpa pikir panjang Kevin berlari. Dihampirinya Mandala dengan perasaan campur aduk. Gonggongan Spike semakin kencang, namun kali ini gonggongan bersahabat seolah ia menemukan tuannya.

"Ada apa?" tanya Kevin. Belum sempat Mandala menjawab, ia harus menahan napas melihat pemandangan di sana. Baru kepala yang ia lihat tapi ia sudah merasakan gejolak darahnya mengalir ke seluruh tubuhnya hinggak ke ujung-ujung kuku. Jantungnya berdetak cepat.

"Kalian menyingkirlah," suara Kevin begitu dingin. Langkah kakinya dengan begitu pelan mendekati tubuh yang mengukung diri di balik semak liar. Hati-hati ia menangkupkan mantel panjangnya pada tubuh telanjang Anna yang mengenaskan. Hatinya tercabik.

"Sudah. Sudah." Bisiknya memeluk Anna. Ketakutan masih mengurung jiwa gadis itu. Reaksinya tak lebih dari pasrah. Seakan sudah mati rasa pada sentuhan apapun. "aku di sini. Kau sudah aman. Semua sudah selesai." Sugesti-sugesti untuk menenangkan coba ia sampaikan dengan bibirnya mengecupi puncak kepala gadis itu. Usapan-usapan di punggung. Tapi Anna sudah kehilangan separuh dirinya saat itu. Kevin membopong Anna menuju mobil. Mantel itu setidaknya berhasil menutupi sampai ke atas lutut.

"Kita harus mendapat laporan dari.."

"Kau tidak lihat keadaannya sekarang?!" maki Kevin. Persetan dengan prosedur kepolisian, Anna jauh lebih penting dari itu. "dapatkan saja dulu psikopat gila itu." Katanya dengan jengkel.

Seorang petugas medis segera merawat Anna ketika sudah memasuki ambulan, sementara petugas masih mengikuti hingga ambang pintu ambulan itu tertutup. Laporan dari gadis itu adalah titik terang dari pencarian mereka.

_

Rencana si pembunuh hancur berantakan.

"Ayah?" bisik Anna saat perawat memakaikannya pakaian pasien. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya matanya mengawasi cahaya yang menyilaukan. Tangannya mencari-cari.

"Di sini, Sayang," sambut Kevin pada tangan gadisnya, tenggorokannya kelu, matanya menahan air mata yang akan segera jatuh. Ia begitu bersyukur melihat gadis itu masih ada si sana dengan bernapas sampai sekarang. Ia belum memberi tahu pada Jordan soal kejadian itu. Kevin takut ayah yang begitu menyayangi putrinya itu akan menarik kembali Anna dari rumahnya. Ia takkan bisa.

Shadow (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang