ANNA berdecak kagum menikmati pagi yang memukau di balik kaca. Untung saja sepuluh menit yang lalu Kevin menyetujui permintaannya untuk membuka atap mobil. Ini pertama kali aku naik mobil dengan atap terbuka, katanya memohon. Itu memang benar, ia tak bohong. Naik mobil sedan saja ia tak pernah—tak berani memimpikannya juga. Tapi sekarang ia tak lagi bermimpi. Anna naik mobil mewah ke sekolahnya dan diantar. Teman-temannya pasti akan banyak bertanya setelah ini. Memikirkan itu bahkan membuatnya lupa kalau ia sudah benar-benar terlambat hingga dua jam pelajaran. Kata pria di sampingnya tadi ia akan masuk setelah jam istirahat saja yang berarti ia tidak masuk selama tiga jam pelajaran. Ugh, siap-siap dengan tugas tambahan ...
Matahari jam delapan pagi memantul di atas air. Berkilau bak lautan berlian di sepanjang permukaan laut di kejauhan yang mereka lewati. Membuat jingga hamparan laut di seberang barisan kapal nelayan. Beberapa nelayan menarik jala yang mereka tebar dini hari tadi. Burung Camar dan delapan puluh spesies burung lainnya melengking mengisi pundi-pundi sayapnya. Membelah permukaan air untuk menangkap ikan bawal, Tomcod, atau sejenisnya. Ombak menggulung menyapu bibir pantai, membawa butir-butir halus pasir bergabung dengan air laut—terjadi berulang tanpa kenal istirahat—begitu sepanjang pagi, siang, malam, hingga pagi lagi.
"Kulitmu bisa gosong," kata Kevin membuka suara.
"Matahari pagi adalah vitamin D yang baik untuk kulit," jawabnya menanggapi.
"Terserah, keras kepala," ia berucap pasrah, memakai sun glasses-nya lalu fokus membelah jalanan yang lumayan sepi.
Tak berapa lama, mereka sampai. "aku mau bolos saja," katanya tanpa melepas sabuk pengaman.
"Tidak bisa. Cepat keluar!" mau tak mau Anna keluar menenteng tasnya dengan tampang muram. Sudah tiga hari ia tidak masuk sekolah tanpa kabar dan ketika ia kembali ia malah terlambat sampai tiga jam pelajaran. Murid apaan aku ini, ia menggerutu lebih kepada dirinya yang benar-benar menyalahi aturan. Untung saja pria itu sudah memberitahukan hal itu pada wali kelasnya, itu sih yang dikatakan pria itu tadi. Jadi ia tidak usah khawatir.
"Anna!" panggil Kevin, ia sudah keluar dari mobil. "Belajar yang benar, ya," ucapnya mengusap rambut Anna.
Tangan kanannya terangkat melambai. Anna tertegun, mengamati mobil putih itu hingga menghilang di kejauhan. Aku bukan anak gadisnya, loh ...
^^
"Bagaimana sekolahmu?" Kevin duduk di kursi seberang meja—berhadapan dengan Anna. Ia baru saja pulang dari kantor dan langsung menuju meja makan setelah melatekkan tas kantornya ke ruang kerjanya. Tangannya menyambar air putih lalu meneguknya hingga kandas. "tidak makan?" ia bertanya ketika melihat piring dan sendok Anna masih mulus.
"Tidak sopan mendahului tuan rumah," Anna menjawab sekenanya. Pria di depannya mengangguk paham.
"Lili!" panggil Kevin. Sedetik suara itu terucap, pelayan bertubuh kecil berkucir kuda sudah berdiri di samping Kevin. Ia meraih keranjang roti isi dan potongan-potongan daging. Ia tampak imut dengan pita merah di pangkal kucirnya.
Seakan mengerti pekerjaan Lili di sana, Anna angkat bicara—daripada ia duduk tanpa berbuat apa-apa. "Biar aku saja yang melakukannya," ujarnya semangat. Namun tiba-tiba membekap mulutnya sendiri ketika Kevin dan Lili memandangnya dengan alis bertaut. "Ya sudah, tidak jadi," bisiknya lemah. Ia terbiasa menyiapkan makanan untuk ayahnya di rumah. Ah kan, dia jadi kangen ayah ..
Kepalanya menunduk menatap piring keramik yang putih mengkilap itu—siapa tahu tiba-tiba berubah warna. Kedua tangannya beradu memainkan pisau dan garpu.
Kevin mengangguk meminta Lili pergi. Lalu disodorkannya piring besar itu tepat di bawah mata Anna. "Berikan aku steak dan minyak zaitun, tuang anggurnya, dan sepotong pie untuk penutup," pria itu tersenyum memintanya. Satu per satu mimpi itu menjadi nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow (Complete)
Mistero / ThrillerSemua terlihat seperti bayangan yang menghantui setiap detak jantungnya ...