Samudera Ali Syarief
"Pak! Ngapain ngelamun di sini? Itu istrinya kesakitan mau ngeluarin anak, suaminya malah planga plongo. Buruan masuk!" sentak perempuan mungil berjas putih sambil mendorong tubuhku ke dalam ruang persalinan.
"Hih, amit-amit deh ah gue ntar dapet laki kayak tuh bapak. Ga peka bener istrinya kesakitan. Laki mah begitu semua kali ya, masuk pas bikin semangat giliran keluar dia cuek!" dumelnya bersungut-sungut di sela kesibukan menyiapkan peralatan medis.
Telingaku rasanya panas. Baru akan membantah perempuan yang sedang berjuang hidup dan mati ini keburu mengerang sambil meremas jemariku.
"Cakar aja, Bu, kalau kelewat sakit biar si bapak ikut ngerasain perjuangan perempuan jadi ga gampang selingkuh." ucapnya mengompori dan sukses membuat mataku melotot. Dasar dokter abal-abal!
Di mana-mana dokter memberi instruksi untuk mendorong lha dia malah mencakar. Heran manusia begini kok bisa lulus pendidikan dokter? Ya Tuhan, jika tidak ada komnas perlindungan anak dan perempuan ingin rasanya kugeret ke mabes dia. Kalian mungkin bertanya kenapa bukan komnas HAM? Lihat, dia perempuan dewasa tapi bertubuh mungil mirip anak-anak.
"Pak, ngelamun mulu! Bayinya udah lahir tuh. Adzanin gih!" tegurnya lagi-lagi menyebalkan.
"Gue belum nikah!" geramku habis kesabaran. Kali ini gilirannya melongo sebelum detik berikutnya memandang sinis padaku.
"Ck! One night stand lo? Zaman sekarang laki kalau ga kawin sebelum nikah ya belok alias hompimpa aliom gambreng."
"Look at!"
Terpaksa kusodorkan KTP yang mencantumkan status perkawinan dan jelas saja tertulis BELUM KAWIN sekalian kutunjukkan kartu anggota kepolisian republik Indonesia. Kontan dokter mungil menyebalkan itu kelimpungan.
"Pasien yang barusan lo bilang bini gue itu adalah istri gembong narkoba yang barusan ditangkap anak buah gue. Dia mendadak kontraksi saat kita penyergapan. Kita ngawasin karena dia juga terlibat sindikat perdagangan ganja bareng lakinya." terangku yang hanya dibalasnya tatapan linglung.
"So, Bu Dokter, masih mau bilang amit-amit punya suami kayak gue? Lha istri narapidana aja kita jagain, apalagi istri sendiri. Polisi mah gitu orangnya." kerlingku jahil sembari berlalu meninggalkan si dokter cantik itu mematung di ruang bersalin.
***
"Li, Li, nista bener nasib lo. Polisi terganteng se-mabes malah dikira suami ga bertanggung jawab. Lha nyentuh perempuan aja itungan jari gimana bisa bikin melendung?" ucap Bara dengan mata berair akibat terlalu lepas tertawa.
"Sialan lo, Bar! Syukur temen angkatan, coba adik angkatan udah gue pancung pakai pedang pora kali."
"Lagian elu bego, Li. Ada anak buah ngapain diri sendiri dikorbanin?"
"Ye maklum namanya juga panik. Mana pernah gue nanganin kasus beginian? Gue kan polisi bukan bidan."
"Duuh sepintar-pintarnya lulusan terbaik AKPOL bisa juga dodol kayak lo ya, Li?" ucap Bara seolah tak puas meledekku.
Aku hendak menimpali tetapi keburu dibungkam saat dokter mungil itu justru menghampiri meja tempatku makan dan Bara yang ada di kantin rumah sakit ini. Di lengannya tergantung jaket kulit hitam slim fit.
"Nih punya lo ketinggalan di ruang bersalin. Lain kali jangan teledor. Jangan-jangan besok tuh anak yang baru lahir lo tinggalin."
Bara terkikik di kursinya. Dasar dokter dodol! Apa dia tidak juga mengerti penjelasanku tadi? Ya Tuhan ... Gue jomblo kok nista bener ya. Nanem bibit kagak eh pas panen disuruh tanggung jawab, kan sial.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Gun
FanfictionKamu berhak memilih tetapi bukan menentukan. *** Penyelidikan kematian mahasiswi kedokteran dengan kondisi abortus dan barang bukti dua linting ganja menuntun Samudera Ali Syarief, polisi berpangkat Inspektur Satu ini bertemu dengan seorang dokter...