Prilly Adriana
"Daeng ..." kerongkonganku rasanya tercekat.
"Lo bingung kenapa gue tau semuanya, Prill?" Maleo menarik sudut bibirnya membentuk senyum yang terkesan dipaksakan.
"Liat ini," ucapnya menyodorkan satu set kliping berita di koran. Kutelusuri lembar demi lembar. Bagas pun ikut menilik penasaran. Seluruhnya berisi berita penemuan mayat di kos, inisialnya merujuk pada kakaknya Ali.
"Dari berita yang beredar gue bisa menebak jenis kematian Dera itu berlangsung cepat atau istilah kedokteran forensik rapit poisoning death. Ini bisa terjadi karena penyuntikan dilakukan secara tiba-tiba. Buktinya ditemukan bekas suntikan di lipatan siku atau needle mark. Setelah dilakukan pemeriksaan yang gue yakin itu pemeriksaan taksiokologik polisi release pernyataan Dera mengalami abortus dengan usia kandungan delapan minggu,"
"Berarti secara gak langsung penyuntikan cairan ke dalam rahim agar terjadi separasi plasenta dan amnion dong maksud lo, Yo?" sambar Bagas.
"Tepat! Itu sebabnya polisi menyatakan jenis racun yang digunakan mengandung carbolic acid." lanjut Maleo.
Aku menyimak antara percaya dan tidak penjelasan dua dokter ini. Aku membaca semua dasar diagnosa itu ada di klipingan Maleo. Jadi siapa sebenarnya pelaku pembunuhan Mbak Nay?
"Daeng, lo tau kalau Dera hamil?" usutku.
Maleo mengangguk. "Gue tau dia hamil dua minggu sebelum dia ditemukan meninggal di kamar kostnya. Tapi satu hal yang harus lo tau, Prill, gue putus sama Dera tiga bulan sebelum itu. Bahkan jauh sebelum putus gue sama dia emang renggang setelah Dera bilang ada perwira angkatan laut yang mencoba mendekati dia, dinas di Surabaya."
"Tapi Mbak Nay eh maksud gue Dera kan tipikal cewek pendiam, Daeng?"
"Dari mana lo tau panggilan rumah dia, Prill?" Mata Maleo menelisik tajam ke arahku. Bagas pun ikut memandang meminta penjelasan.
"Eh gak, itu, gue kenal sama adiknya. Itu aja gak lebih."
Aku berusaha membuat Bagas tidak berpikiran macam-macam. Meski dia yang melepaskanku, tapi jika kujelaskan tentang kedekatanku dan Ali bisa runyam semuanya. Separuh perasaan Bagas kuyakin serupa dengan perasaan perempuan yang cenderung sensitif dan antipatif terhadap kesalahan atau pengkhianatan.
"Jadi gimana dengan Dera?" ulangku.
"Ya dia emang pendiam, Prill, sebelum gue tau apa yang sebenernya dia mau. Ayahnya terlalu keras mengekang dan membatasi pilihan Dera. Itu juga alasan kenapa hubungan gue dan Dera berjalan rahasia." Maleo mengambil jeda sebelum melanjutkan kalimatnya. "Mana berani Dera ngenalin gue ke keluarganya, apalagi kita beda keyalinan, Prilly."
Aku terdiam. Mengingat Ayah Ali yang menyambutku cukup baik ketika berada di rumah mereka, bahkan sangat ramah saat keluarga Bang Rivlan berkunjung. Tentu plus hadirnya mantan calon pacar Ali itu. Hmmm ... mengingat polwan adik Bang Rivlan itu mengobarkan kekesalanku pada Ali sebelum hari di mana ia tidak bisa dikontak sama sekali.
"Prill, are you okay?" tegur Bagas padaku.
"Eh ... eumm ... I'm okay," sahutku berusaha tersenyum.
"Daeng, lo bisa ikut gue ketemu adiknya Dera menjelaskan ini semua?"
"Sorry, Prill, gue harus terbang ke Sumba menghadiri Pasola."
"Pasola?" suara Bagas menginterupsi.
"Perang tanding dengan kuda dan lembing, Gas. Tradisi yang berkaitan dengan kepercayaan Marapu setelah upacara nyale. Nyale adalah upacara menangkap cacing laut yang termasuk spesies dalam filum Annelida. Biasanya cacing itu dimasak atau ditabur sebagian ke sawah, harapannya biar bisa bagus saat panen. Gue gak enak kalau gak hadir, Om dan Tante udah nunggu." cerita Maleo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Gun
FanfictionKamu berhak memilih tetapi bukan menentukan. *** Penyelidikan kematian mahasiswi kedokteran dengan kondisi abortus dan barang bukti dua linting ganja menuntun Samudera Ali Syarief, polisi berpangkat Inspektur Satu ini bertemu dengan seorang dokter...