14. Tranquilizer

6.1K 765 24
                                    

Samudera Ali Syarief

"Tiarap! Tiarap! Tangan lo, tangan lo ke atas kepala!" bentakku pada dua orang lelaki setelah mobil yang mereka tumpangi berhasil kami berhentikan di sebuah SPBU.

"Ampun, Pak, ampun ..." ringis salah seorang yang tadi bertindak sebagai pengemudi ketika bergol mulai kupasang.

"Bar, lo cek bagian bawah jok penumpang belakang. Gue gak yakin paketnya cuma di dashboard."

"Gak, ada, Pak, kita cuma kurir ..." sanggah lelaki satunya.

"Diem! Penjelasan lo simpan di pengadilan!"

"Ketemu, Li. Sabu dan ganja." Lapor Bara.

"Amanin mobilnya, biar gue yang bawa mereka ke lokasi. Gue yakin di sana masih ada barang bukti siap edar, Bar."

Bara mengangguk dan pergi mendahuluiku dengan membawa mobil para pengedar barang haram ini untuk diamankan. Sedangkan aku bersama anggota tim lainnya menyeret dua pelaku menuju apartemen yang kami curigai sebagai lokasi penyimpanan. Sejak pulang dari Surabaya untuk menemui Endro, aku memang langsung kembali bertugas. Target tangkapan bulan ini harus dicapai tak peduli ada masalah pribadi sekalipun, termasuk urusan hubunganku dengan Prilly.

***

"Gimana penyergapan tadi?" tanya Ayah setelah aku memasuki ruang kerjanya.

Di belakang sana terpampang foto besar beliau dengan jas cokelat kebanggaannya lengkap bersama bendera berbintang satu. Diambil tak lama setelah dilantik sebagai kapolda dulu seingatku.

(Foto : Brigjen Pol Agung Budi Maryoto)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Foto : Brigjen Pol Agung Budi Maryoto)

"Beres, Ndan. Ada penemuan barang bukti lain juga di apartemen yang mereka sewa."

"Barang bukti produksi atau konsumsi?"

"Dua-duanya, ada alat hisap juga. Bahkan lebih parah, ada kebun ganja dengan teknik penanaman menggunakan bantuan sinar ultra violet sebagai pengganti sinar matahari. Tinggal tunggu hasil tes urine mereka sebagai penunjang sama perburuan DPO yang suplay bibit." terangku. Ayah mengangguk.

"Hasil pencocokan sidik jari Kapten Endro dengan yang ditemukan di tubuh Mbak Nay juga sudah keluar," Ayah memandang nanar. Matanya menerawang, lalu menggeleng pelan.

"Gimana jadinya, Ndan?"

"Dia bukan pelakunya, Li." Suara Ayah terdengar putus asa. "Pemeriksaan daktiloskopi menunjukkan tidak terpenuhinya syarat minimal dua belas titik kemiripan di satu pun ruas jari Kapten Endro."

"Pihak komputerisasi forensik sudah membandingkan data itu dengan data digital kita?"

"You can't access all of you want, My Son. Ga semudah film. Tapi dari perbandingan sidik jari laten pun sudah membantah dia pelakunya, Li."

Aku mendesah pelan. Buntu kembali rasanya.

"Tapi Endro harus tetap dihukum secara militer, Li!" suara Ayah melantang tak terbantah.

Behind The GunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang