Prilly Adriana
Senja hampir menjadi malam ketika aku tiba di apartemen Ali. Tadi dia menelepon bilang kalau tenggorokannya mulai serak, bersin terus-menerus, hidung mulai berlendir, dan kepala nyut-nyutan. Dari gejalanya aku menebak Ali terkena flu. Cuma dasar Ali, dia disuruh minum obat susahnya minta ampun. Geram tadi hampir kusuruh minum sirup combantrin rasa jeruk yang biasa untuk obat cacing anak-anak itu sekalian.
"Ok, aku mau minum obat tapi dongengin Nirmala abis itu ya?" nego Ali persis bocah lima tahun pada ibunya.
Aku menatapnya jengah. Benar-benar berasa memiliki bayi besar menghadapi Ali saat sakit begini, padahal cuma flu. Anehnya dia tertembak dulu gak begini banget manjanya.
"Iya. Sekarang minum obatnya dulu. Mau diselipin dalam pisang atau puyer diseduh sirup buah?"
"Diseduh sirup buah aja, kalau pisang ntar pas lagi enak-enak kekunyah obatnya pait." rengeknya. Aku menghela napas, tanpa menimpali Ali lagi langsung menyeduh obat flu dengan sesendok makan sirup buah.
"Aaaa ... sini buka mulutnya," sodorku pada Ali. Susah payah aku menahan tawa karena Ali minum obat sambil menutup mata seolah menghadapi hantu, padahal di kesehariannya Ali keras dan tegas.
"Pinter anak Mama udah minum obat. Sekarang bobo ya, Dedek." ledekku membuat Ali melotot sebal. Aku terbahak. Kutepuk pipinya pelan.
"Haaaccchhiiimmm ..." Ali kembali bersin.
"Nah kan bersin lagi, gitu gak mau minum obat. Tidur dulu gih, nanti supnya mateng aku bangunin." ucapku hampir beranjak dari kamar Ali hendak menuju dapur tapi keburu ditahan.
"Janjinya tadi mau dongengin?"
"Hp kamu di charge lho, Yang. Gimana mau dongengin Nirmala?"
Ali tak menjawab, jarinya menunjuk ke rak di sudut kamar. Ada tumpukan majalah di sana.
"Di situ ada majalah Bobo koleksiku. Kamu bisa dongengin dengan baca majalahnya kan?"
Aku hanya bisa menggeleng gemas. Aliku punya sisi anak-anak tak tertebak rupanya. Di kamar ini, selimut Ali bahkan bermotif sponge bob, meski bed covernya berwarna merah khas tim kesebelasan Manchester United. Kupikir MU hanya alibi Ali saja.
"Suatu hari, para kurcaci di negeri dongeng terserang sakit flu. Nirmala bingung, karena besok akan diselenggarakan karnaval. Oki si penghibur juga ikut sakit ..."
Belum selesai dongeng Nirmala yang kubacakan, Ali sudah lebih dulu terlelap. Pengaruh obat bekerja cukup cepat rupanya. Pelan kupindahkan tangannya yang sejak tadi menggenggam jemariku. Wajah Ali polos sekali saat tidur begini.
"Cepat sehat, sayang ..." bisikku sembari merapatkan selimut Ali dan menaikkan suhu AC kamar lalu beranjak keluar.
***
Di dapur aku langsung mengolah sup jamur untuk Ali. Hanya dengan bumbu sederhana karena sebenarnya kuah sup ini yang bermanfaat bagi orang sedang flu. Tetapi sengaja kutambahkan rajangan jamur tiram untuk memperkaya rasa, Ali jelas tidak akan mau jika hanya meminum rebusan bawang merah, bawang putih, dan jahe. Sepulang dari RS aku memang langsung mampir membeli beberapa bahan makanan juga bumbu.
Setelah merajang ruasan jahe, lima siung bawang putih, dan lima siung bawang merah, aku segera memasukkannya ke dalam dua gelas air yang telah dididihkan. Baru kemudian memasukkan rajangan jamur tiram dan sedikit garam. Saat air mulai menyusut, gegas kumatikan api dan menyisihkan sup jamur ini ke dalam mangkok serta menambahkan sesendok makan madu karena Ali juga mengalami radang tenggorokan.
Setahuku berdasarkan hasil penelitian Dr. Heinz Router dari Jerman, bawang merah bisa digunakan sebagai antiradang persendian dan antibiotik alami. Meski begitu, bawang merah bukanlah obat, melainkan membantu pengobatan. Serupa dengan bawang merah, bawang putih juga memiliki fungsi sebagai antibiotik, antiperadangan, bahkan enzim untuk melawan kanker.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Gun
FanfictionKamu berhak memilih tetapi bukan menentukan. *** Penyelidikan kematian mahasiswi kedokteran dengan kondisi abortus dan barang bukti dua linting ganja menuntun Samudera Ali Syarief, polisi berpangkat Inspektur Satu ini bertemu dengan seorang dokter...