Geng [edited]

2.7K 183 0
                                    

Bagian 6

[edited]

Pagi yang indah, tenang and sunyi. Ah, waktu paling menyenangkan saat di sekolah adalah saat pagi hari. Sangat tenang. Yah, mungkin tak lama lagi akan sedikit terjadi keributan. Selama seminggu aku tak diganggu oleh mereka, Nadien dan Arthur selalu saja berada disekitarku. Hal ini membuatku sedikit mengetahui sifat mereka karena mereka selalu menceritakan tentang mereka tanpa kuminta. Terlebih tidak sulit untuk menebak Nadien yang selalu menunjukkan apa yang dirasakannya dengan sangat jelas.

“Nisa!?” Nadien menerobos masuk ke kelasku ketika aku tengah menghapus papan tulis. Aku bergerak menuju tempat dudukku dan melanjutkan membaca novel. Mencoba bersikap tak acuh seperti biasanya. Hanya menjawab dengan suara dengungan.

Tunggu inikan masih pagi, setan apa yang merasukinya hingga ia mau barangkat sepagi ini. Menurut info dari Arthur dia anti berangkat pagi. Aku tak bertanya, Dia yang mengoceh sendiri tetang dia dan Nadien.

“ih, kemaren kemana aja? gue ampe mau pingsan kaget tiba-tiba lo gak balik-balik. Mana gue ditinggal sendiri lagi. Si Arthur bego itu malah pergi gak tahu kemana, untung ada Lina sama temen-temen kalo enggak bisa mati berdiri gue disana sendirian.” Nadien bicara dalam satu tarikan nafas saja. Kira-kira berapa banyak kosa kata yang bisa dia ucapkan dalam satu kali tarikan ya?

“sorry, kemaren gue lihat ada mereka di restoran itu jadi gue harus secepatnya pergi sebelum mereka tahu ada gue di situ dan menjadikannya alasan  buat ngebully gue habis-habisan. Omong-omong, Arthur gak pulang sama lo? Kemaren sih, emang dia nawarin gue balik, tapi gue tolak, biar lo gak sendirian, ternyata dia gak balik ke restoran ya?” aku mencoba menjawab satu persatu perkataan Nadien yang panjang.

“eciee.. harusnya lo iyain aja kali nis, itu modusnya di Arthur aja. Dan maaf, gue gak tahu kalo ada ‘mereka’.” Ekspresi Nadien berubah dari menggoda menjadi menyesal. Sebuah perubahan ekspresi yang unik, menurutku.

“yah, namanya juga tempat umum, biasalah, banyak orang. Ih, Modus apaan coba?” aku menutup Novelku dan memusatkan perhatianku pada Nadien yang duduk di kursi samping tempat dudukku.

“ih, modus biar berduaan sama lo. Hihihi…” Nadien terkikik sambil menampilkan wajah menggoda dan menunjukkan tingkah yang aneh. Aku tak merespon hanya menatapnya aneh.

“huh, udah deh kalo lo gak ngerti. Susah kasih kode lo! Mending gue balik. Sekali lagi gue minta maaf ya? Lain kali kita jalan-jalan yang jauh deh biar gak ketemu sama si ratu ular berbisah!!” aku tertawa dan mengangguk. Nadien melambai sambil berbisik ‘bye’ di pintu kemudian terkikik dan menghilang di baliknya.

Apa benar yang dikatakan Nadien? Arthur tidak kembali ke restoran. Lalu, kemana dia? Dan apalagi Nadien tadi. Tidak mungkin Arthur ingin berduaan denganku. Ia menawariku pulang karena takut sama Bang Dhimas. Terlebih jika benar Arthur ingin berdua saja denganku, mengapa ia mengajak Nadien kemarin malam. Entahlah, aku tak mengerti jalan pikiran mereka dan aku tak mau mengerti. Jalan pikiran mereka terlalu abstrak untuk seseorang normal sepertiku.

“bengong mulu!!” sebuah suara muncul disebelah telinga kananku.

“asem, kaget gue!!” aku mencoba memukulnya dengan novelku namun ia dengan gesit menghindar.

“lagian pagi-pagi uadah ngelamun aja, ngelamunin kemarin malem ya?” Arthur menaik turunkan alisnya dan berjalan menuju meja di belakangku.

Am I a Nerd?Where stories live. Discover now