UTS [edited]

2.3K 145 9
                                    

Bagian 10

[edited]

Senin. Untuk minggu ini, hari senin terasa sangat menyenangkan. Pasalnya, minggu ini telah di mulai ulangan tengah semester. Coba ku ingat, apa yang spesial ketika UTS.

Pulang lebih awal. Asik.

Aku lebih punya waktu bersama keluargaku di rumah daripada berpikir bagaimana meloloskan diri dari jebakan mereka. Ulangan tengah semester juga bagai tonggak untuk mengetahui sampai dimana kita menguasai materi yang telah diberikan. Semoga UTS semester ini mood belajarku sedikit lebih baik dari pada UTS sebelumnya yang benar-benar hancur.

"oii, Nis!!" Seruan Arthur mengejutkanku yang hampir terpekik jika tidak segera menguasai kesadaranku.

"apa sih, elah?!" Aku membalas dengan tajam pertanda terganggu.

"galak bener, neng. Gitu aja marah." Arthur mengangkat kedua tangan pertanda menyerah sedangku balas dengan dengusan kesal. "tapi, gue perhatiin lo sering banget ngelamun ya nis? Hobi lo ya?"

Aku mengendikan bahu dengan wajah tak peduli.

"iya kali. Udah ah, lo kan pinter fisika nih, mending lo bantuin gue aja. Nih, tolongin jawab soal no. 14." Aku menunjuk soal yang ada di buku latihan untuk sedikit mengalihkan perhatian Arthur agar penyakit keponya tidak kambuh. Tapi memang tujuan kami berada di café ini untuk belajar materi UTS yang belum kami mengerti sehingga dapat didiskusikan bersama.

"oh, ini. Kemarin gue coba ngerjain. Ternyata caranya simple kok. Nih, coba baca aja caranya, lo nanti pasti tahu deh." Arthur memberiku sebuah kertas yang berisi jawaban soal yang kutanyakan.

Tulisan tangan arthur benar-benar rapi. Sangat berbeda jauh dengan tulisanku yang sangat ala kadarnya. Bahkan aku sering naik turun ketika menulis di sebuah kertas polos tanpa garis. Memalukan.

"dibaca nis, bukan malah ngelamun." Arthur tertawa kecil membuatku mengerucutkan bibirku.

"ini juga dibaca." Aku segera membaca cara penyelesaian milik arthur dan berhenti berkhayal untuk sementara waktu dan fokus.

Aku selalu menyukai belajar dengan metode diskusi. Membuatku lebih mudah dalam mengingat beberapa pokok yang penting dan lebih terarah. Sayangnya, aku tak punya banyak relawan yang bersedia untuk melakukan diskusi selain bang Dhimas dan kak Devi. Astaga.

Tapi UTS kali ini benar-benar terasa berbeda. Jika saat berdiskusi dengan bang Dhimas akan adu urat tentang suatu topik yang berujung pada pertengkaran kecil, berdiskusi dengan Arthur sangat berbeda. Arthur tahu kapan ia akan bercanda, melontarkan cerita lucu atau membuatku kesal hingga berujung tawa dan saat serius ketika berdiskusi tentang pelajaran.

"udah waktunya makan malam nih, pulang yuk?" aku mengajak Arthur pulang ketika waktu sudah menunjuk pukul 18.00.

"kita makan disini ajalah. Rumah gue lagi sepi nih. Males banget." Arthur meminta dengan nada memohon. Tapi, aku menolaknya karena mama sudah memasak di rumah dan aku harus menghargainya dengan memakannya. Jadi, apa ku ajak saja arthur ke rumah? Sekalian berkenalan dengan papa dan mama?

"beneran nih? Gue gak enak." Arthur mengosok tengkuknya sedikit canggung ketika kami tiba di rumahku.

"sok-sokan lu. Udah gak papa. Anggep aja rumah sendiri, yuk? Hayo!?" aku menarik tangan arthur yang masih tak beranjak dari tempatnya berdiri. Astaga. Tangannya dingin banget.

"buset. Santai aja kenapa. Kaya mau ngelamar pacar aja!?" aku menepuk-nepuk pundaknya dan tertawa lebar.

"amin." Samar arthur mengucap amin.

Am I a Nerd?Where stories live. Discover now